ARANG TEMPURUNG (BATOK) KELAPA
1) Buah Kelapa
Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) merupakan tanaman
serbaguna, karena dari akar sampai ke daun
kelapa bermanfaat. Buah kelapa terdiri dari beberapa
komponen, yaitu sabut kelapa, tempurung kelapa, daging buah kelapa, dan air
buah kelapa. Daging buah adalah komponen utama yang dapat diolah menjadi
berbagai produk bernilai ekonomi tinggi. Sedangkan air, tempurung, dan sabut sebagai hasil samping dari buah
kelapa yang juga dapat diolah
menjadi berbagai produk yang juga memiliki
nilai ekonomis (Sari, 2011).
2) Batok Kelapa
Batok atau tempurung
kelapa merupakan salah satu bagian dari buah kelapa dengan presentase 17% dari
buah kelapa yang berumur 12 bulan. Tempurung kelapa biasa disebut juga batok. Tempurung kelapa merupakan
lapisan keras dari buah kelapa yang terdiri dari lignin (29,4%), selulosa
(26,60%), pentosan (27,70%), abu (0,6%), nitrogen 0,11%, air (8%), dan berbagai mineral. Kandungan
tersebut beragam sesuai dengan jenis kelapanya. Struktur keras disebabkan oleh
silikat (SiO2) yang cukup tinggi kadarnya pada tempurung kelapa.
Berat tempurung kelapa sekitar 15-19% dari berat keseluruhan buah kelapa (Sari, 2011).
Tempurung kelapa
mempunyai jumlah yang berlimpah, bahkan banyak yang menjadi limbah. Tempurung
kelapa yang mempunyai struktur keras di lingkungan
sulit terurai dan waktu yang dibutuhkan sangat lama. Tempurung kelapa banyak dijadikan
arang. Arang ini banyak sekali digunakan sebagai adsorben. Selain itu,
tempurung kelapa memiliki kemungkinan sebagai media filter karena strukturnya
stabil, mempunyai daya adsorbsi air yang tinggi,
dan mempunyai pori yang banyak (Okafor
et al.,
2012).
3) Arang Aktif Batok Kelapa
Produksi arang aktif
di Indonesia dapat mencapai 20.000 ton dengan
konsumsi terbesar di dalam negeri. Tempurung kelapa dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif. Arang aktif
adalah karbon tak berbentuk yang diolah
secara khusus untuk menghasilkan luas permukaan yang sangat besar, berkisar
antara 300-2000 m3/g. Luas permukaan yang besar dari struktur dalam
pori-pori karbon aktif dapat dikembangkan, struktur ini memberikan kemampuan
karbon aktif menyerap (adsorbi) gas-gas dan uap-uap dari gas dan dapat
mengurangi zat-zat dari liquida. Arang yang dimaksud disini adalah arang tempurung
kelapa yang sudah diaktivasi, baik secara fisik maupun kimia. Aktivasi adalah
perubahan secara fisik dimana luas permukaan dari karbon meningkat dengan tajam
dikarenakan terjadinya penghilangan senyawa tar dan senyawa sisa-sisa
pengarangan. Arang aktif dapat dibuat dengan melalui proses karbonisasi pada
suhu 550oC selama kurang lebih tiga
jam (Kurniati, 2008).
Dua jenis perbedaan
dalam pembuatan dan penggunaan karbon aktif, yaitu (Kurniati, 2008):
a) Fase liquid
Karbon-karbon aktif
umumnya ringan dan halus berbentuk seperti serbuk.
b) Fase
atau Penyerap uap
Karbon-karbon
aktifnya keras, berbentuk butiran atau pil.
Berdasarkan ukuran
pori-porinya karbon aktif dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu (Kurniati,
2008):
a) Mikropori,
dengan ukuran pori-pori 10-1000 Å.
b) Makropori,
dengan ukuran pori-pori lebih besar
dari 1000 Å.
4) Aktivasi Arang Batok Kelapa
Proses aktivasi pada
arang secara umum ada tiga, antara lain proses
fisika, kimia dan kombinasi fisika-kima. Proses pengaktifan secara fisika
dilakukan dengan pembakaran arang dalam tungku dengan suhu 850oC.
Proses pengaktifan secara kimia dilakukan dengan menambahkan senyawa kimia
tertentu pada arang. Senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai bahan pengaktif
antara lain KCl, NaCl, ZnCl2,
CaCl2, MgCl2, H3PO4, Na2CO3
dan garam mineral lainnya (Meisrilestari, dkk., 2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses aktivasi, yaitu
waktu perendaman, konsentrasi aktivator, dan ukuran bahan (Kurniati, 2008).
Cara aktivasi secara
kimia dengan cara, yaitu tempurung
kelapa sawit yang telah diarangkan kemudian ditimbang sebanyak 100 gram. H3PO4
10% sebanyak 500 mL direbus dengan
suhu 500C, setelah cukup panas, arang batok kelapa sebanyak 100 gram
dimasukkan dan diaduk selama kurang lebih 4 jam menggunakan stirrer. Setelah itu, batok kelapa
ditiriskan, kemudian dituang diloyang dan dioven
selama 3 jam pada suhu 2000C. Setelah di oven, arang batok kelapa
dikeluarkan dari oven, dan dinetralkan dengan menggunakan air panas secukupnya.
Arang batok kelapa segera disimpan dan diusahakan tidak terkena dengan angin
atau udara luar (Boopathy et al., 2013).
Untuk mengetahui apakah arang batok kelapa sudah aktif atau belum dapat
diketahui dengan uji kadar air, kadar abu, daya serap iodin/metilen blue, dan tes FTIR. Sedangkan
secara fisik, apabila dipatahkan arangnya, dalamnya hitam mengkilap, tidak
berbau, dan tidak berasa karbonnya.
5) Sifat Adsorpsi Arang
Aktif
Adsorpsi atau
penyerapan secara umum adalah proses mengumpulkan benda-benda terlarut yang terdapat dalam larutan antara dua
permukaan. Pada sistem adsorpsi, media penyerapnya
disebut adsorben dan zat yang terserap
disebut adsorbat. Salah satu adsorben yang banyak digunakan adalah karbon aktif yang biasanya terbuat dari batok
kelapa. Karbon aktif ini digunakan baik dari segi aplikasi maupun volume
penggunaannya (Sugiharto, 2008).
Adsorpsi dapat
dikelompokkan berdasarkan mekanisme terjadinya adsorpsi, yaitu secara fisik,
kimiawi, dan pertukaran (Rahayu, 2008). Adsorpsi fisik disebabkan oleh gaya van
der waal’s atau gaya tarik yang lemah antar molekul. Molekul yang teradsorpsi
bebas bergerak di sekitar adsorben dan tidak hanya menetap pada satu titik.
Apabila gaya tarik molekuler antara zat terlarut dengan adsorben lebih besar
daripada gaya tarik antara zat terlarut dengan muka zat terlarut akan
teradsorpsi di permukaan adsorben.
Adsorpsi kimiawi
merupakan hasil dari gaya yang lebih besar dibandingkan dengan pembentukan
senyawa kimia. Secara normal beban yang teradsorbsi membentuk lapisan di atas
permukaan berupa molekul-molekul yang tidak bebas bergerak dari satu permukaan
ke permukaan lainnya. Jika permukaan tertutup oleh lapisan monomolekuler,
kapasitas adsorben telah habis.
Adsorpsi pertukaran
adalah adsorpsi yang diperankan oleh tarikan listrik antara adsorbat dan
permukaan adsorben. Ion dari suatu substansi banyak berperan dalam adsorpsi ini. Ion akan terkonsentrasi di permukaan
adsorben sebagai hasil tarikan elektrostatistik ke tempat yang bermuatan
berlawanan di permukaan. Pada umumnya
ion bermuatan lebih besar akan tertarik lebih kuat ke tempat yang bermuatan lebih kecil, seperti ion
monovalen. Pertukaran ion termasuk dalam kelompok adsorpsi pertukaran ini. Sifat karbon aktif
yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu (Nugroho, 2008):
a. Sifat Adsorben
Karbon aktif yang
merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang sebagian besar terdiri
dari unsur karbon bebas dan masing-masing berikatan secara kovalen. Dengan
demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar. Tingkat adsorpsi umumnya
sebanding dengan luas permukaan spesifik (Suzuki, 1990). Semakin kecil
pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar, dengan
demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi,
dianjurkan agar menggunakan karbon aktif yang telah
dihaluskan. Karena ukuran partikel adsorben memiliki efek penting pada laju
adsorpsi (Bansal dan Goyal, 2005).
b. Sifat Serapan
Banyak senyawa yang
dapat diadsorpsi oleh karbon aktif, tetapi kemampuannya untuk mengadsorpsi
berbeda untuk masing-masing senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai
dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari struktur yang sama, seperti
dalam deret homolog.
c. Temperatur
Dalam pemakaian
karbon aktif dianjurkan untuk mengetahui temperatur saat berlangsungnya proses.
Tingkat adsorpsi umumnya meningkat dengan menurunnya suhu, tetapi perubahan
kecil dalam suhu cenderung tidak mengubah proses adsorpsi dalam pengolahan
limbah secara signifikan (Bansal dan Goyal, 2005).
d. pH
Untuk asam-asam
organik adsorpsi akan meningkat, apabila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan
asam-asam mineral. Hal ini disebabkan karena kemampuan asam mineral dapat
mengurangi ionisasi asam organik adsorben.
e. Waktu Kontak
Jika karbon aktif
ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai keseimbangan.
Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah yang digunakan. Waktu
yang dibutuhkan ditentukan oleh sifat karbon aktif yang juga mempengaruhi waktu
kontak.
Daftar Pustaka:
- Bansal, R., C., and Goyal, M., 2005. Activated Carbon Adsorption. CRC Press, Taylor and Francis Group, Boca Raton. 11, 67.
- Boopathy, R., Khartikeyan, S., Mandal, A. B., and Sekaran, G., 2013. Adsorption of Ammonium Ion by Coconut Shell-Activated Carbon From Aqueous Solution: Kinetic, Isotherm, and Thermodynamic Sudies. Journal Environment Science Pollutant Resoruces, 20, 533-542.
- Kurniati, E., 2008. Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit sebagai Arang Aktif.
Jurnal Penelitian Ilmu teknik, 8(2), 96-103. - Meisrilestari, Y., Khomaini, R., dan Wijayanti H., 2013. Pembuatan Arang Aktif dari Cangkang Kelapa Sawit dengan Aktivasi secara Fisika, Kimia, dan Fisika-Kimia. Jurnal Konsversi, 2(1), 46-51.
- Nugroho, C., 2008. Penurunan Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) pada
Limbah Minyak Pelumas yang Berasal dari Bengkel dengan Menggunakan
Reaktor Pemisah Minyak dan Karbon Aktif serta Zeolit sebagai Adsorben.
Tugas Akhir, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. 28-37. - Okafor, P. C., Okon, P. U., Daniel, E. F., and Ebenso, E. E., 2012. Adsorption Capacity of Coconut (Cocos Nucifera L.) Shell for Lead, Copper, Cadmium, and Arsenic From Aqueus Solutions. Journal Electrochem. Sci., 7, 12354- 12369.
- Rahayu, D., 2008. Penurunan Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) pada Limbah Laundry dengan Menggunakan Reaktor Biosand Filter Disertai dengan Reaktor Activated Carbon. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. 19-73.
- Sari, 2011. Optimalisasi Nilai Kalor Pembakaran Biobriket Campuran Batubara dengan Arang Tempurung Kelapa. Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Solo, Solo. 35-37.
- Sugiharto, 2008. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. UI-Press, Jakarta. 45-126.
- Suzuki, M., 1999. Adsorption Engineering. Kodansha LTD., Tokyo and Elsevier Science Publisher B. V., Amsterdam. 5, 22.
Comments
Post a Comment