Pengolahan Limbah secara Anaerob
Proses pengolahan
air limbah secara
anaerob secara umum
digunakan untuk mengolah limbah
padat, limbah pertanian,
kotoran hewan, pengolahan lumpur, dan
limbah penduduk. Pada
prinsipnya, semua bahan
organik dapat didegradasi pada
proses anaerobik dan
akan lebih efisien
dan ekonomis apabila limbahnya bersifat
biodegradable (mudah terurai).
Pengolahan secara anerobik lebih banyak
sesuai untuk negara
yang memiliki iklim
tropis hingga sub
tropis (Chernicharo, 2007).
Pengolahan limbah
anaerob adalah sebuah
metode peruraian bahan organik
atau anorganik tanpa
kehadiran oksigen. Produk
akhir dari degradasi anaerob adalah
gas, paling banyak
metana (CH4), karbondioksida (CO2),
dan sebagian kecil hidrogen
sulfida (H2S) dan
hidrogen (H2). Bakteri
anaerob tidak memerlukan oksigen
bebas dan dapat
bekerja dengan baik
pada suhu yang semakin tinggi hingga 40°C, serta pada pH sekitar 7. Bakteri anaerob juga akan bekerja dengan baik pada keadaan
yang gelap dan tertutup (Pohan, 2008).
Beberapa keuntungan
yang diperoleh dengan
menggunakan proses anaerob, misalnya
seperti waktu detensi
yang dibutuhkan dalam
pengolahan sangat sedikit, teknologi
yang sederhana, murah,
dan mempunyai keuntungan dalam pengoperasian
dan perawatan. Tabel
2.1 merupakan perbandingan kelebihan dan kekurangan dalam
proses anaerob (Chernicharo, 2007).
Tabel 1 Kelebihan dan
Kekurangan dari Proses Anaerob
Proses anaerobik
secara umum terbagi
menjadi 3 tahap
yaitu proses hidrolisis, proses
pembentukan asam (Acidogenesis/Acetogenesis), serta
proses pembentukan gas metan
(Methanogenesis) (Gerardi, 2003).
Tahapan dari proses
anaerobik dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap Hidrolisis
Hidrolisis merupakan
proses pemecahan senyawa
menggunakan air oleh bakteri
hidrolitik atau fakultatif
anaerob. Zat-zat organik
seperti polisakarida, lemak, dan
protein akan dihidrolisa menjadi monosakarida, asam lemak, dan asam amino. Reaksi
hidrolisis merupakan proses
dimana pelarutan senyawa
organik yang mulanya tidak
larut dan proses
penguraian senyawa tersebut
menjadi senyawa dengan berat molekul yang cukup kecil untuk dapat
melewati membran sel. Reaksi
ini dikatalis oleh
enzim yang dikeluarkan
oleh bakteri anaerob (Gerardi, 2003).
Enzim yang dikeluarkan
adalah eksoenzim oleh
bakteri fermentasi hidrolitik (Chernicharo, 2007).
2. Tahap Pembentukan Asam
Proses pembentukan
asam melibatkan dua golongan besar
bakteri, yaitu bakteri asidogenik
dan bakteri asetogenik.
Bakteri asidogenik pada
mulanya memfermentasikan
hasil hidrolisa menjadi
asam-asam lemak volatil
berantai pendek seperti asam
asetat, asam propionat,
asam butirat, H2,
CO2, asam laktat, asam valerat, etanol, amonia, dan
sulfida. Asam propionat dan asam-asam lemak lainnya yang
dihasilkan oleh bakteri
asidogenik dikonversi oleh
bakteri asetogenik menjadi asam asetat, H2, dan CO2. Kemudian tahap selanjutnya adalah perubahan asam
propionat dan asam
butirat menjadi asam
asetat. Bakteri yang berperan dalam proses ini adalah bakteri
asetogenik (Gerardi, 2003).
3. Tahap Pembentukan Gas Metan
Pada tahap
metanogenesis, metan sebagian
besar dibentuk dari asam
asetat, CO2 dan
H2. Metan juga
dibentuk dari beberapa
senyawa organik selain asetat. Oleh
karena itu, produk fermentasi
yang lain harus
dikonversi ke dalam senyawa yang dapat digunakan secara
langsung atau tidak langsung oleh b akteri penghasil metan. Selama kecepatan
kerja dari bakteri penghasil asam dan bakteri penghasil metan
adalah sama, aktivitas
metabolisme pada tahap
metanogenesis dapat terjaga (Gerardi, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Chernicharo, C., A., L., 2007.
Biological Wastewater Treatment Series,
Volume Four: Anaerobic Reactors. IWA Publishing, London. 1
Gerardi, M.
H., 2003. Wastewater
Microbiology Series: The
Microbiology of Anaerobic
Digesters. A John Wiley & Sons, Inc., Publication. USA. 51-57, 84, 118
Pohan, N., 2008.
Pengolahan Limbah Cair Industri
Tahu dengan Proses Biofilter Aerobik. Tesis, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas
Sumatera Utara. 19 -24.
Comments
Post a Comment