Gangguan kesehatan akibat kebisingan
Menurut
Harrington dan Gill (2003), Kebisingan berefek pada kesehatan bukan
pendengaran. Dalam hal ini, energi kebisingan yang tinggi mampu menimbulkan
efek viseral, seperti
perubahan frekuensi jantung,
perubahan tekanan darah,
dan tingkat pengeluaran keringat.
Sebagai tambahan ada
efek psikososial dan psikomotor ringan jika dicoba bekerja pada
lingkungan yang bising. Kebisingan
berefek pada kesehatan
bukan pendengaran ditunjukkan
pada kasus saat
ketika seseorang mengunjungi musik
yang disukai, dalam
kasus ini musik
rock, yang memiliki tingkat
kebisingan yang amat
tinggi dibandingkan saat
seseorang mengunjungi
industri yang memiliki
tingkat kebisingan yang
tinggi, maka seseorang tersebut
akan memiliki respon yang berbeda.
Namun,
pernyataan tersebut bukan berarti kebisingan
tidak berefek pada
pendengaran tetapi gangguan pendengaran merupakan
salah satu dari
gangguan kesehatan yang
ditimbulkan akibat kebisingan. Widmer (2006) menuturkan kebisingan
mengakibatkan gangguan secara fisis,
yaitu:
a. Gangguan tidur
b. Gangguan
sistem saraf berupa
peningkatan tekanan darah
dan frekuensi jantung
c. Menurunkan daya pendengaran
Sedangkan secara psikis, yakni:
a. Gangguan komunikasi
b. Menurunkan daya konsentrasi
c. Gangguan istirahat
d. Perasaan tidak nyaman
Chandra (2006)
menguatkan bahwa efek
kebisingan terhadap kesehatan dilaporkan meningkatkan
sensitivitas tubuh berupa
peningkatan kardiovaskuler
seperti kenaikan tekanan darah dan denyut jantung. Apabila terpapar dalam waktu
lama akan menyebabkan
reaksi psikologis berupa
penurunan konsentrasi dan kelelahan.
Menurut Ali
(2006), gangguan pendengaran
adalah gangguan sensorik
yang terjadi pada telinga yang ditandai dengan penurunan kualitas dan
kuantitas suara yang diterima pemilik telinga. Gangguan pendengaran merupakan
gangguan yang paling sering ditemukan dalam suatu populasi. dan harus dibantu
dengan alat bantu dengar.
Adapun jenis gangguan pada
telinga diuraikan sebagai berikut:
1. Tinnitus
Tinnitus adalah
gangguan pendengaran dengan
keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa
ada rangsangan bunyi
dari luar. Keluhan
ini bisa berupa
bunyi mendengung,
mendenging, menderu, atau
mendesis. Frekuensi tinnitus
bisa berlangsung secara terus-menerus atau hilang timbul.Tinnitus biasanya
diderita oleh para
pekerja di tempat-tempat
bising, seperti mereka yang
berprofesi sebagai musisi khususnya heavy metal, ahli mesin (mesin turbin,
mesin diesel, atau mesin percetakan), dan para pekerja industri.
2. Radang Kronis atau Kronis Supratif Telinga
Tengah (RKSTT)
RKSTT adalah
suatu peradangan atau
infeksi telinga tengah
yang ditandai dengan terdapatnya
lubang pada gendang telinga yang disertai dengan keluarnya cairan kental,
seperti lendir atau nanah secara terus-menerus atau hilang timbul dan telah
berlangsung lebih dari dua bulan. Jika terjadi super infeksi, cairan itu akan meleleh keluar,
berbau busuk, atau
berwarna putih kekuningan
atau kehijauan sesuai dengan
kuman yang menginfeksi.
RKSTT diawali
adanya infeksi saluran napas atau berupa pilek (flu) yang tidak diobati dengan
baik dan kemudian menyebar ke telinga tengah melalui saluran yang menghubungkan
antara telinga tengah dan rongga hidung
sehingga menyebabkan radang telinga tengah akut. Ada dua jenis RKSTT,
yakni RKSTT tipe mukosa atau tipe jinak dan RKSTT tipe tulang atau tipe ganas.
RKSTT tipe jinak terjadi jika peradangan
hanya terbatas pada
selaput mukosa telinga
tengah dan jarang menimbulkan komplikasi
yang berbahaya. Sementara
itu, tipe tulang
atau tipe ganas yang
ditandai gejala klinis
berupa ditemukannya polip
yang berasal dari rongga telinga tengah dan kadang-kadang
terdapat bisul di belakang telinga, yakni di permukaan tulang mastoid. sebagian
besar komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul akibat RKSTT tipe ganas. RKSTT
sangat rentan terjadi pada or ang yang
bertempat tinggal di daerah dengan tingkat polusi udara tinggi, seperti asap
rokok, asap pembakaran sampah rumah tangga, asap kendaraan bermotor, dan asap
pabrik.
3. Tuli Akibat Bising (TAB)
TAB adalah
suatu kelainan penurunan
fungsi indera pendengaran
berlebih, secara
terus-menerus dan dalam
waktu yang lama.
TAB sering menimpa
para pekerja yang selalu
berhadapan dengan alat-alat penimbul kebisingan. Penyebab TAB adalah bising
yang dihasilkan dari kegiatan di lingkungan kerja, seperti mesin industri atau
mesin kendaraan yang dikemudikan.
Gejala awal TAB
adalah tinnitus yang hilang
timbul. Tinnitus akan menjadi terus
menerus atau akan
menjadi keras sensasinya
jika terjadi paparan
bising ulangan atau terpapang
bising dengan intensitas
lebih besar. Tinnitus
semakin mengganggu jika berada
dalam suasana sunyi
atau saat penderita
akan tertidur sehingga penderita
TAB sulit berkonsentrasi dan sulit tidur. Gejala lainnya sudah tentu berupa
penurunan fungsi pendengaran. Akibatnya, penderita mengeluh sulit
bercakap-cakap terutama jika berada
dalam ruangan yang cukup ramai (cocktail
party deafness).
4. Tuli genetik disebabkan oleh faktor
keturunan.
Gejala
kelainan ini biasanya sudah ada sejak bayi dilahirkan atau sejak masa
anak-anak. Bisa terjadi karena ayah dari si bayi tersebut pendengarannya normal,
tetapi secara genetik mereka memiliki bibit ketulian sehingga bayinya menderita gangguan berat.
Terdapat dua
tipe gangguan pendengaran bayi yang terjadi sejak lahir, yakni yang
disebabkan kerusakan bagian dalam
telinga atau rumah siput. Pada tipe ini kerusakan tidak bisa normal kembali dan
si penderita harus memakai alat bantudengar sepanjang hidupnya. Gangguan kedua
adalah pendengaran konduksi yang terjadi pada telinga bagian luar dan tengah,
pada gangguan ini bisa disembuhkan dengan cara operasi.
Mediastika (2005)
mengemukakan ketulian dibedakan
menjadi empat berdasarkan
jaraknya, yaitu:
a. Tuli Ringan, ketika mendengar bunyi dengan
kekuatan 20 s.d. 40 dB dengan jarak antara sumber bunyi dengan telinga, yaitu 4
m sampai 5,9 m.
b. Tuli Sedang, ketika mendengar bunyi dengan
kekuatan 40 s.d. 60 dB dengan jarak antara sumber bunyi dengan telinga, yaitu 1
m sampai 3,9 m.
c. Tuli Berat, ketika mendengar bunyi dengan
kekuatan 60 s.d. 80 dB dengan jarak antara sumber bunyi dengan telinga, yaitu
20 cm sampai 90 cm.
d. Tuli Total, ketika mendengar bunyi dengan
kekuatan 80 s.d.110 dB dengan jarak antara sumber bunyi dengan telinga, yaitu
kurang dari 15 cm.
Tabel 2.5 Klasifikasi Tingkat
Keparahan Gangguan Pendengaran
Sumber:
Ali, I.,
2006. Mengatasi Gangguan
Pada Telinga Dengan
Tanaman Obat. Agromedia, Jakarta,
4 dan 6-14
Chandra, B., 2006. Pengantar
Kesehatan Lingkungan. EGC, Jakarta. 169, 170-171, dan 205.
Harrington, J.M.
dan Gill, F.S.,
2003. Buku Saku Kesehatan Kerja
edisi Tiga; terjemah Sudjoko
Kuswadji. EGC, Jakarta. 182 dan 261.
Mediastika, C.E., 2005. Akustika Bangunan: Prinsp-Prinsip dan
Penerapannya di Indonesia. Erlangga, Jakarta. 7-8, 13-18, 27, dan 33.
Tambunan, B.S., 2005. Kebisingan
di Tempat Kerja. Andi, Yogyakarta. 119-123.
Widmer, P., 2006. Pangan, Papan,
dan Kebun Berguna. Kanisius, Yogyakarta. 43.
mantap..
ReplyDelete