“BIODIVERSITAS
BERBASIS KEARIFAN LOKAL”
A.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang ada dalam judul ini
adalah:
1. Apa
saja peran kearifan lokal dalam menjaga biodiversitas ?
2. Bagaimana
pengaruh kearifan lokal terhadap biodiversitas ?
B.
Pembahasan
1. Peran
kearifan lokal dalam menjaga biodiversitas
Prospek kearifan lokal di masa
depan sangat dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan
langsung dengan pengelolaan sumberdaya alam, dimana masyarakat setempat tinggal
dan kemauan masyarakat untuk tetap menjaga keseimbangan dengan lingkungan
meskipun menghadapi berbagai tantangan. Maka dari itu penting untuk melibatkan
masyarakat lokal dalam melakukan tindakan di lingkungan dimana mereka tinggal
guna menghindari konflik-konflik social. Seperti diungkapkan Muh Aris Marfai
(2005) bahwa pengelolaan sumberdaya dalam hal ini pengelolaan hutan wana tani
yang kurang memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat lokal akan dapat
menimbulkan konflik terutama dalam pengelolaan, alternatif pengelolaan lahan,
dan pemetaan sumberdaya alam serta kepentingan antar kelompok masyarakat lokal.
Melihat pentingnya peran masyarakat lokal dalam menjaga kelestarian
lingkungannya maka penting untuk mempertahankan dan melindungi
tindakan-tindakan masyarakat yang merupakan bentuk dari kearifan ekologis.
Masyarakat lokal yang menerapkan
cara hidup tradisional di daerah pedesaan, yang nyaris tak tersentuh teknologi
umumnya dikenal sebagai masyarakat suku, komunitas asli atau masyarakat hukum
adat, penduduk asli atau masyarakat tradisional (Dasmaan dalam M. Indrawan, 2008).
Masyarakat setempat seringkali menganggap diri mereka sebagai penghuni asli
kawasan terkait, dan mereka biasanya berhimpun dalam tingkat komunitas atau
desa. Kondisi demikian dapat menyebabkan perbedaan rasa kepemilikan antara
masyarakat asli/pribumi dengan penghuni baru yang berasal dari luar, sehingga
masyarakat setempat seringkali menjadi rekan yang tepat dalam konservasi. Di
sebagian besar penjuru dunia, semakin banyak masyarakat setempat telah
berinteraksi dengan kehidupan modern, sehingga sistem nilai mereka telah
terpengaruh, dan diikuti penggunaan barang dari luar. Pergeseran nilai akan
beresiko melemahnya kedekatan masyarakat asli dengan alam sekitar, serta
melunturkan etika konservasi setempat.
Maka
dari itu harus dilakukan cara bagaimana mencegah kearifan lokal tidak
dipengaruhi oleh kehidupan modern. Salah satunya yaitu melalui Pendekatan
Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat (Community Based Nature
Resource Management - CBNRM). CBNRM merupakan pendekatan dalam sistem
pengelolaan SDA yang mempertimbangkan aspek-aspek keadilan, pemerataan, dan
kesejahteraan masyarakat di sekitar Sumber Daya Alam secara berkelanjutan.
Dalam pelaksanaannya, CBNRM melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam tahap
perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi dari penetapan dan
pengelolaan SDA atau suatu kawasan konservasi. Terdapat tiga landasan
pelaksanaan CBNRM. Pertama, sejauh mana pengetahuan lokal dapat dihargai dan
dimanfaatkan dalam membentuk sebuah sistem pengelolaan kawasan konservasi yang
baik. Kedua, seberapa besar kepedulian warga komunitas lokal terhadap alamnya
sehingga mampu mendorong ke arah upaya-upaya untuk menjaga dan mengelola
keanekaragaman hayati di dalam maupun di luar kawasan. Ketiga, seberapa banyak
manfaat (materil dan nonmateril) yang bisa diterima masyarakat dari kawasan
konservasi sehingga keberadaannya memiliki nilai yang menguntungkan secara
terus menerus.
2.
Pengaruh
Kearifan Lokal Terhadap Biodiversitas
Pemanfaatan
sumber daya alam merupakan upaya yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk
menghidupi atau memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Pemanfaatan ini
berdasarkan faktor ekonomi yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat yang harus
dipenuhi untuk kehidupan mereka. Pemanfaatan ini kadang malah mengarah terhadap
eksploitasi SDA yang ada dalam lingkungan. Eksploitasi terhadap hasil hutan,
laut dan sebagainya. Eksploitasi ini merupakan tindakan yang sangat merugikan
bagi alam maupun Negara. Tidak hanya dilihat dari segi eksploitasi, tetapi
dilihat juga dari teknologi yang digunakan dalam melakukan kegiatan tersebut,
karena teknologi tidak terhidarkan dijaman seperti sekarang ini. Teknologi
dalam hal ini yang tidak ramah lingkungan, dengan menggunakan teknologi modern
dalam contoh ini yaitu eksploitasi SD laut dengan menggunakan bom, potassium
sianida untuk meracun dan membius ikan yang dapat merusak ekosistem
perairan/laut. Dengan rusaknya ekosistem perairan maka secara tidak langsung
akan berdampak pada biodiversitas yang ada pada ekosistem tersebut. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi selain berdampak positif juga berdampak negatif
yang imbasnya tentu kembali kepada masyarakat itu sendiri.
Dengan
pengaruh dari kearifan lokal yang telah tertanam dalam masyarakat maka
perilaku-perilaku seperti ini mungkin saja dapat hilang. Masyarakat dengan
pengetahuan dan kearifan lokal telah ada di dalam kehidupan masyarakat semenjak
zaman dahulu mulai dari zaman prasejarah sam-pai sekarang ini, kearifan
tersebut merupakan perilaku positif manusia dalam berhu-bungan dengan alam dan
lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai-nilai agama, adat
istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setempat, yang terbangun secara
alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan di
sekitarnya, perilaku ini berkembang menjadi suatu kebudayaan di suatu daerah
dan akan berkembang secara turun-temurun, secara umum, budaya lokal atau budaya
daerah dimaknai sebagai budaya yang berkembang di suatu daerah, yang unsur-unsurnya
adalah budaya suku-suku bangsa yang tinggal di daerah itu. Sehingga pada
masyarakat jika sudah tertanam norma dalam atau nilai-nilai untuk melestarikan
SDA maka perilaku-perilaku yang negatif yang dapat merusak lingkungan dapat
terhindari. Kearifan lokal juga dapat menciptakan lingkungan yang konservatif
karena secara tidak langsung dilindungi oleh kearifan lokal tersebut.
C.
Tinjauan
Pustaka
1. Biodiversitas
Biodiversitas (keaneragaman hayati) adalah keanekaragaman
organisme yang menunjukkan keseluruhan variasi gen, jenis, dan ekosistem pada
suatu daerah. Keanekaragaman hayati melingkupi berbagai perbedaan atau variasi
bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat-sifat yang terlihat pada berbagai
tingkatan, baik tingkatan gen, spesies maupun ekosistem. Secara garis besar
biodiversitas adalah semua jenis perbedaan makhluk hidup. Keanekaragaman
hayati seringkali digunakan sebagai ukuran kesehatan sistem biologis.
Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi. Wilayah tropis
memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan jumlah keanekaragaman
hayati terus menurun jika semakin jauh dari ekuator (Leveque dan Mounolou,
2003).
Keanekaragaman hayati adalah ukuran
dari banyaknya hewan, tanaman, dan mikroba berbagai species yang berbeda secara
genetik dan ekosistem yang saling mendukung di dalamnya. Keanekaragaman yang
tinggi berarti ada banyak species yang berbeda dalam suatu daerah. Pada
distribusi keragaman pada skala spasial digambarkan dalam ekologi sebagai alfa,
beta, dan gamma keragaman. Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah
hasil dari miliaran tahun proses evolusi. Asal muasal kehidupan belum diketahui
secara pasti dalam sains. Hingga sekitar 600 juta tahun yang lalu, kehidupan di
bumi hanya berupa archaea, bakteri, protozoa,danorganisme uniseluler lainnya
sebelum organisme multiseluler muncul dan menyebabkan ledakan keanekaragaman
hayati yang begitu cepat, namun secara periodik dan eventual juga terjadi
kepunahan secara besar-besaran akibat aktivitas bumi, iklim, dan luar angkasa
(Sarkar, et.al, 2010).
Keanekaragaman hayati dapat terjadi
pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai
organisme tingkat tinggi. Misalnya dari makhluk bersel satu hingga makhluk
bersel banyak; dan tingkat organisme kehidupan individu sampai tingkat
interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai ekosistem. Berdasarkan hal
diatas, keanekaragaman hayati dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu keanekaragaman
gen, keanekaragaman jenis, dan keanekaragaman ekosistem (Wright, B. E. 2010).
1. Keanekaragaman gen
Gen atau plasma nuftah adalah substansi kimia
yang menentukan sifat keturunan yang terdapat di dalam kromosom. Setiap individu mempunyai kromosom yang membawa sifat
menurun (gen) dan terdapat di dalam inti sel. Perbedaan
jumlah dan susunan faktor menurun tersebut akan menyebabkan terjadinya
keanekaragaman gen. Makhluk hidup satu spesies (satu jenis) bisa memiliki
bentuk, sifat, atau ukuran yang berbeda. Bahkan pada anak kembar sekalipun
terdapat perbedaan. Semua perbedaan
yang terdapat dalam satu spesies ini disebabkan karena perbedaan gen (Wright, B. E. 2010).
Gambar
1. Perbedaan
sesama ayam (satu spesies) termasuk keanekaragaman gen (Bruce, 1990).
Jadi, keanekaragaman gen adalah segala perbedaan yang ditemui pada
makhluk hidup dalam satu spesies. Contoh
keanekaragaman tingkat gen ini misalnya, tanaman bunga mawar putih dengan bunga
mawar merah yang memiliki perbedaan, yaitu berbeda dari segi warna. Atau
perbedaan apa pun yang ditemui pada sesama ayam petelor dalam satu kandang (Bruce, 1990).
2. Keanekaragaman jenis
Spesies atau jenis
memiliki pengertian, individu yang mempunyai persamaan secara morfologis,
anatomis, fisiologis dan mampu saling kawin dengan sesamanya (interhibridisasi)
yang menghasilkan keturunan yang fertil (subur) untuk melanjutkan generasinya.
Kumpulan makhluk hidup satu spesies atau satu jenis inilah yang disebut dengan
populasi. Keanekaragaman jenis
adalah segala perbedaan yang ditemui
pada makhluk hidup antar jenis atau antar spesies. Perbedaan antar
spesies organisme dalam satu keluarga lebih mencolok sehingga lebih mudah
diamati daripada perbedaan antar individu dalam satu spesies (keanekaragaman
gen) (Wright, B. E. 2010).
Contohnya, dalam keluarga
kacang-kacangan dikenal kacang tanah, kacang buncis, kacang hijau, kacang
kapri, dan lain-lain. Di antara jenis kacang-kacangan tersebut kita dapat
dengan mudah membedakannya karena di antara mereka ditemukan ciri khas yang
sama. Akan tetapi, ukuran tubuh atau batang, kebiasaan hidup, bentuk buah dan
biji, serta rasanya berbeda. Contoh lainnya terlihat keanekaragaman jenis pada
pohon kelapa, pohon pinang, dan juga pada pohon palem (David, 2004).
3. Keanekaragaman ekosistem
Ekosistem dapat
diartikan sebagai hubungan atau interaksi timbal balik antara makhluk hidup
yang satu dengan makhluk hidup lainnya dan juga antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Suatu lingkungan tidak hanya dihuni oleh satu jenis makhluk
hidup saja, tetapi juga akan dihuni oleh jenis makhluk hidup lain yang sesuai.
Akibatnya, pada lingkungan tersebut akan dihuni berbagai makhluk hidup
berlainan jenis yang hidup berdampingan (Wright, B. E. 2010).
Perbedaan komponen abiotik (tidak hidup) pada suatu daerah
menyebabkan jenis makhluk hidup (biotik)
yang dapat beradaptasi dengan lingkungan tersebut berbeda-beda. Komponen biotik
dan abiotik di berbagai daerah tersebut juga bervariasi baik mengenai kualitas
maupun kuantitasnya. Variasi kondisi komponen abiotik yang tinggi ini akan
menghasilkan keanekaragaman ekosistem. Contoh ekosistem adalah: hutan hujan
tropis, hutan gugur, padang rumput, padang lumut, gurun pasir, sawah, ladang,
air tawar, air payau, laut, dan lain-lain. Jadi keanekaragaman ekosistem adalah
segala perbedaan yang terdapat antar
ekosistem. Keanekaragaman ekosistem ini terjadi karena adanya
keanekaragaman gen dan keanekaragaman jenis (spesies) (Bruce, 1990).
Gambar 3. Keanekaragaman
ekosistem terbentuk karena keanekaragaman gen dan keanekaragaman spesies (Wright,
B. E. 2010).
Contoh keanekaragaman hayati tingkat
ekosistem misalnya: pohon kelapa banyak tumbuh di daerah pantai, pohon aren
tumbuh di pegunungan, sedangkan pohon palem dan pinang tumbuh dengan baik di
daerah dataran rendah. Simpulannya adalah, keanekaragaman gen menyebabkan
munculnya keanekaragaman species, dan akhirnya menyebabkan munculnya
keanekaragaman ekosistem. Itu semua disebut keanekaragaman hayati (Wright, B. E. 2010).
2. Kearifan
Lokal
Dalam pengertian
kebahasaan kearifan lokal, berarti kearifan setempat (local wisdom) yang dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal
yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai yang tertanam dan diikuti
oleh warga masyarakatnya. Dalam konsep antropologi, kearifan lokal dikenal pula
sebagai pengetahuan setempat (indigenous
or local knowledge), atau kecerdasan setempat (local genius), yang menjadi dasar identitas kebudayaan (cultural identity). Pengertian kearifan
lokal dalam perbincangan ini, adalah jawaban kreatif terhadap situasi
geografis-politis, historis, dan situasional yang bersifat lokal yang
mengandung sikap, pandangan, dan kemampuan suatu masyarakat di dalam mengelola
lingkungan rohani dan jasmaninya. Semua itu, sebagai upaya untuk dapat
memberikan kepada warga masyarakatnya suatu daya tahan dan daya tumbuh di
wilayah di mana masyarakat itu berada. Oleh karena itu, kearifan lokal
merupakan perwujudan dari daya tahan dan daya tumbuh yang dimanifestasikan
melalui pandangan hidup, pengetahuan, dan pelbagai strategi kehidupan yang
berupa aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal untuk menjawab berbagai
masalah dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, sekaligus memelihara kebudayaannya.
Dalam pengertian inilah kearifan lokal sebagai jawaban untuk bertahan dan
menumbuhkan secara berkelanjutan kebudayaan yang didukungnya (Kartawinata,
2001).
Kearifan lokal berasal dari dua kata yang berbeda yakni kearifan dan lokal.Kearifan (wisdom) bermakna pengetahuan yang berkenaan dengan
penyelesaian suatu masalah untuk mewujudkan keseimbangan lingkungan dan
keserasian sosial. Sedangkan istilah lokal berarti setempat (kawasan provinsi,
kabupaten, atau desa). Kearifan lokal merupakan pandangan hidup, ilmu
pengetahuan dan berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang
dilakukan oleh masyarakat setempat dalam menjawab berbagai masalah dalam
pemenuhan kebutuhan mereka (Said dalam Masruddin; 2010). Kearifan lokal dipahami sebagai pengetahuan budaya (cultural Knowledge) yang mencakup
nilai-nilai, norma-norma dan kepercayaan-kepercayaan yang melandasi perilaku
budaya (cultural behavior)masyarakat
nelayan dalam pengelolaan lingkungan laut secara berkelanjutan atau lestari.
Berdasarkan kedua konsep tersebut, kearifan lokal adalah
pengetahuan budaya yang mencakup nilai-nlai, norma, dan kepercayaan yang
melandasi perilaku masyarakat dan dijadikan sebagai pandangan hidup dalam
pengambilan keputusan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kearifan
lokal berbeda antara daerah yang satu
dengan daerah yang lainnya karena bersumber dari pengetahuan budaya masyarakat
lokal yang dipraktekkan secara turun temurun. Sistem pengetahuan lokal berakar dari sistem pengetahuan dan
pengelolaan lokal atau tradisional. Kearifan lingkungan, merupakan pengetahuan
lokal (folk knowledge) yang diperoleh
dari pengalaman adaptasi secara aktif pada lingkungannya yang diwariskan secara
turun temurun serta terbukti efektif dalam melestarikan fungsi lingkungan dan
mencipatakan keserasian sosial. Kearifan lokal masyarakat pada umumnya dilakukanuntuk
menjaga kelestarian lingkungan berdasarkan pengetahuan masyarakat lokal.
D.
Kesimpulan
& Saran
1.
Kesimpulan
Kesimpulan
dari makalah ini adalah:
1) Peran
kearifan lokal dalam menjaga biodiversitas yaitu kearifan lokal (masyarakat)
mempunyai peran penting dalam kelestarian abiodiversitas. Oleh karena itu
penting untuk melibatkan masyarakat lokal dalam melakukan tindakan di
lingkungan dimana mereka tinggal guna menghindari konflik-konflik sosial, hal
ini dilakukan dengan cara pendekatan dalam sistem pengelolaan SDA yang
mempertimbangkan aspek-aspek keadilan, pemerataan, dan kesejahteraan masyarakat
di sekitar Sumber Daya Alam secara berkelanjutan.
2)
Pengaruh yang diberikan oleh kearifan
lokal terhadap biodiversitas adalah suasana yang konservatif terhadap lingkungan
sekitar masyarakat, dimana adanya nilai-nilai yang dianggap positif dan
bermanfaat untuk keberlangsungan masyarakat itu sendiri. Sehingga dengan
sendirinya masyarakat sekitar akan menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan
yang ada dalam kehidupan mereka.
2. Saran
Untuk menjaga biodiversitas terutama pada kearifan lokal
(masyarakat) yang berperan penting dalam kelestarian abiodiversitas, diharapkan
melibatkan masyarakat lokal dalam melakukan tindakan di lingkungan dimana
mereka tinggal karena hal ini dapat menghindari konflik-konflik social, mempertimbangkan
aspek-aspek keadilan, dan kesejahteraan
masyarakat.
E.
Latar
Belakang Masalah
Keanekaragaman hayati tidak
terdistribusi secara merata di bumi, wilayah tropis memiliki
keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan jumlah keanekaragaman hayati terus
menurun jika semakin jauh dari ekuator.
Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil dari miliaran tahun
proses evolusi. Asal muasal
kehidupan belum diketahui secara pasti dalam sains. Hingga sekitar 600 juta tahun
yang lalu, kehidupan di bumi hanya berupa archaea, bakteri, protozoa, dan organisme uniseluler lainnya
sebelum organisme multiseluler muncul dan
menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang begitu cepat, namun secara
periodik dan eventual juga terjadi kepunahan secara besar-besaran akibat
aktivitas bumi, iklim, dan luar angkasa.
Indonesia merupakan
Negara yang memiliki suku, budaya, agama dan ras yang berbeda-beda sehingga
tiap individu memiliki banyak pandangan dan pemikiran yang berbeda pula.
Pandangan dan pemikiran ini yang nantinya akan berdampak terhadap perilaku
masyarakat terhadap lingkungan sekitar, terutama pada perilaku masyarakat dalam
memperlakukan alam. Masyarakat akan cenderung melakukan apa yang dirasa atau
diyakini masyarakat tersebut benar, dan tidak menutup kemungkinan dilakukan
untuk keuntungan mereka sendiri. Hal ini lah yang perlu diperhatikan untuk melestarikan
keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Indonesia.
Keanekaragaman hayati
atau biodiversitas yang dimiliki oleh Negara Indonesia sangatlah besar.
Potensi-potensi sumber daya alam yang terdapat di dalam pun sangat banyak. Mengingat
potensi SDA yang dimiliki oleh Indonesia kelestarian biodiversitas di Indonesia
sangatlah penting untuk dijaga. Masyarakat tidak dapat dipungkiri merupakan
salah satu pemegang peran penting dalam kelestarian biodiversitas tersebut.
Masyarakat dengan lingkungan yang berbeda akan menimbulkan perilaku yang
berbeda pula, sehingga kearifan lokal dalam masyarakat juga akan berpengaruh
terhadap pelestarian biodiversitas di Indonesia.
Kearifan lokal di
Indonesia saat ini menjadi topik bahasan menarik dibicarakan di tengah semakin
menipisnya sumber daya alam dan peliknya upaya pemberdayaan masyarakat. Paling
tidak ada dua alasan yang menyebabkan kearifan lokal turut menjadi elemen
penentu keberhasilan pembangunan sumber daya masyarakat dan sumber daya alam
sekitar. Pertama, karena keprihatinan terhadap peningkatan intentitas kerusakan
sumber daya alam khususnya akibat berbagai faktor perilaku manusia. Kedua,
tekanan ekonomi yang makin mengglobal dan dominan mempengaruhi kehidupan
masyarakat sehingga secara perlahan ataupun cepat menggeser kearifan lokal
menjadi kearifan ekonomi. Kedua faktor ini bekerja mendorong masyarakat
melakukan hal bersifat destruktif terutama saat mengelola usaha berbau
produktif mengandalkan potensi sumber daya alam.
Kearifan lokal
merupakan modal utama masyarakat dalam membangun dirinya tanpa merusak tatanan
sosial yang adaptif dengan lingkungan alam sekitarnya. Kearifan lokal dibangun
dari nilai-nilai sosial yang dijunjung dalam struktur sosial masyarakat sendiri
dan memiliki fungsi sebagai pedoman, pengontrol, dan rambu-rambu untuk
berperilaku dalam berbagai dimensi kehidupan baik saat berhubungan dengan
sesama maupun dengan alam. Sehingga kearifan lokal dibutuhkan untuk dapat
menjaga dan melastarikan keanekaragaman dalam Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Vinas. 2005. Contemporary
Theory of Conservation. Elsevier Butterworth-Henemann, Oxford
Masruddin. 2010. Penerapan Kearifan lokal Dalam Pengelolaan
Sumber daya Perikanan Wilayah OUU.
Kartawinata, Ade M. 2001. Buku Kearifan Lokal. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Kebudayaan: Indonesia
Muh Aris Marfai, 2005. Moralitas
Lingkungan: Refleksi Kritis Atas Krisis Lingkungan Berkelanjutan. Wahana Hijau
dan Kreasi Wacana, Yogyakarta.
Indrawan, M. R. Primack &J.
Supriatna 2008. Biologi Konservasi (Conservation Biology). Yayasan Obor,
Jakarta.
Leveque, C. & J. Mounolou. (2003) Biodiversity. New York: John
Wiley Ludwiq, J.A., and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecoloqy a Primer
on Methods and Computing. New York: John Wiley & Sons
Sarkar, A., Molla Huq, and Syed Shahadat Hossain.
2010. Consideration Of Detectability And Sampling In Measuring Biodiversity. Pak.
J. Statist. 2010 Vol. 26(2), 339-355
Wright, B. E. 2010. Measuring and Mapping Indices of
Biodiversity Conservation Effectiveness. Icarus Journal 2010
Bruce D. Clarkson. 1990. A Review Of Vegetation
Development Following Recent (<450 Years) Volcanic Disturbance In North
Island, New Zealand. New Zealand Journal Of Ecology, Vol. 14, 1990
David M. Wilkinson. 2004. The parable of Green
Mountain: Ascension Island, ecosystem construction and ecological fitting.
Journal of Biogeography (J. Biogeogr.) (2004) 31, 1–4
Comments
Post a Comment