Biodiversitas Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, danmikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Dapat juga diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan dalam ekosistem atau bioma tertentu. Keanekaragaman hayati seringkali digunakan sebagai ukuran kesehatan sistem biologis.
Keanekaragaman hayati menunjukkan keseluruhan variasi gen, spesies dan ekosistem di suatu daerah. Ada dua faktor penyebab keanekaragaman hayati, yaitu faktor genetik dan faktor luar. Faktor genetik bersifat relatif konstan atau stabil pengaruhnya terhadap morfologi organisme. Sebaliknya, faktor luar relatif stabil pengaruhnya terhadap morfologi organisme. Lingkungan atau faktor eksternal seperti makanan, suhu, cahaya matahari, kelembaban, curah hujan dan faktor lainnya bersama-sama faktor menurun yang diwariskan dari kedua induknya sangat berpengaruh terhadap fenotip suatu individu. Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya dari makhluk bersel satu hingga makhluk bersel banyak dan tingkat organisasi kehidupan individu sampai tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai ekosistem.
Indonesia adalahNegara yang termasuk memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi. Taksiran jumlah utama spesies sebagai berikut. Hewan menyusui sekitar 300 spesies, burung 7.500 spesies, reptil 2.000 spesies, tumbuhan biji 25.000 spesies, tumbuhan paku-pakuan 1.250 spesies, lumut 7.500 spesies, ganggang 7.800, jamur 72.000 spesies, serta bakteri dan ganggang hijau biru 300 spesies. Dari data yang telah disebutkan, itu membuktikan bahwa tingkat biodiversitas di Indonesia sangatlah tinggi.

1.2  Rumusan Masalah
1.        Bagaimana perkembangan kondisibiodiversitas di Indonesia hingga sekarang ini?
2.        Hal-hal apasaja yang mempengaruhi kondisi biodiversitas di Indonesia?

1.3  Tujuan
1.        Mengetahui perkembanganbiodiversitas di Indonesia sebagai Negara megabiodiversitas.
2.        Mengetahui hal-hal yang mempengaruhi kondisi biodiversitas di Indonesia.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiversitas Indonesia
Biodiversitas adalah keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk dari daratan, lautan, dan ekosistem akuantik lain, serta kompleks-kompleks ekologi yang mereka menjadi bagiannya; mencakup biodiversitas di dalam spesies (genetik), di antara spesies dan pada ekosistem serta sistem kehidupan organisme di bumi (biosfer). Bioma yang terletak di wilayah khatulistiwa memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi. Tidak hanya faktor biota saja yang beraneka ragam jenis, faktor abiotiknya juga memiliki tingkat keanekaragaman fisik yang tinggi.  Hutan hujan tropis mampu menyerap karbon di atmosfir dalam jumlah yang banyak. Oleh karena itu, hutan hujan tropis di sabuk ekuator berfungsi sebagai paru-paru dunia. Hutan di Negara Indonesia, Brazilia, Afrika bagian tengah memiliki hutan hujan tropis yang menyandang gelar megabiodiversitas karena tingkat keanekaragaman jenis biota yang sangat tinggi dibandingkan bioma-bioma lainnya (Anonim(2), 2013).
Wilayah Indonesia memiliki keanekaragaman makhluk hidup yang tinggi sehingga disebut dengan istilah megabiodiversity atau keanekaragaman mahluk hidup yang tinggi. Berdasarkan penelitian bahwa 10 persen tumbuhan, 12 persen mamalia, 16 persen reptil, 17 persen burung, 25 persen ikan yang ada di dunia hidup di Indonesia, padahal luas Indonesia hanya 1,3 % dari luas Bumi (Siswanto, 2006). Biodiversitas Indonesia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu biodiversitas bagian barat, biodiversitas bagian tengah, dan biodiversitas bagian timur.
2.1.1 Biodiversitas Indonesia Bagian Barat
Indonesia memiliki lima pulau yang besar. Lima pulau tersebut memiliki hutan dataran rendah yang luas. Hutan dataran rendah di Pulau Sumatra, Kalimantan dan Jawa didominasi oleh pohon meranti-merantian (Dipterocarpaceae). Struktur hutan dataran rendah memiliki tingkat kerapatan yang tinggi baik jumlah pohon dan susunan lapisan kanopi yang terbentuk (Anonim(1), 2013).
Asosiasi pepohonan meranti dengan tumbuhan pemanjat dan perayap menciptakan ruang hidup bagi berbagai organisme. Hewan-hewan yang hidup di antara pepohonan seperti orang utan Sumatra dan Kalimantan, Makaka, lemur, tupai pohon, bekantan, berbagai jenis burung, owa jawa, reptil pohon, jenis-jenis serangga menjadi penghuni lapisan kanopi tengah hingga atas (Anonim(1), 2013).
Asosiasi serasah dengan tumbuhan bawah, semai menciptakan ruang hidup dan sumber pakan bagi hewan-hewan terrestrial. Gajah Sumatra, Tapir, Harimau Sumatra, Kancil, rusa, banteng, badak Sumatra, Badak jawa, Babi hutan, macan dahan, jenis-jenis serangga dan invertebrata  menempati lantai bawah hutan dataran rendah (Anonim(1), 2013).
Bunga Raflesia dengan Amorphopolus adalah dua jenis yang berbeda. Bunga raflesia bersifat parasit sedangkan Amorphopolus hidup mandiri. Bunga Raflesia sejak berkecambah sudah berbentuk kuncup bunga. Biji raflesia dapat berkecambah karena bantuan kuku kaki babi rusa atau kancil yang tertempel biji kemudian melukai batang liana sehingga biji tersebut dapat masuk ke dalam jaringan hidup batang liana. Perkecambahan biji raflesia sangat singkat, selanjutnya terbentuk kuncup hingga berbulan-bulan. Kuncup bunga raflesia mirip kol. Lama mekar hanya berlangsung beberapa hari dengan menyebarkan bau busuk untuk mengundang serangga datang. Setelah penyerbukan selesai, bunga langsung layu dan membusuk hingga membentuk biji matang yang kemudian didatangi oleh babi hutan dan kancil untuk memakan biji-biji tersebut (Anonim(1), 2013).
Bunga bangkai raksasa dari jenis Amorphopolus termasuk tumbuhan dari keluarga keladi-keladian (Arceae). Bunga bangkai ini berbentuk tongkol yang di tengahnya terdapat seludang serbuk sari dan bakal biji. Lama mekar bunga bangkai ini hanya beberapa hari. Setelah penyerbukan selesai, biji masih pada tongkol kayu hingga layu dan kering. Pada fase pertumbuhan vegetatif, bunga bangkai ini hanya terlihat batang dan daunnya. Pada musim kemarau panjang, bunga bisa menghilang sehingga bila tanah dibongkar hanya didapatkan umbi. Saat musim hujan tiba, baru muncul batang dan daun sedangkan umbinya menghilanguntuk pada saat nantinya musim kemarau akan berkembang lebih besar (Anonim(1), 2013).
2.1.2 Biodiversitas Indonesia Bagian Tengah
Hutan dataran rendah di Pulau Sulawesi memiliki keanekaragaman jenis yang tercampur dengan jenis meranti-merantian dan keluarga jambu-jambuan (Myrtaceae) yang khas Australia. Ditambah dengan adanya spesies pohon endemik seperti Eboni yang berkayu sangat keras dan hitam. Tingkat keendemikkan spesies-spesies organisme di Pulau Sulawesi sangat tinggi dibandingkan dengan lainnya. Hal ini disebabkan oleh proses pembentukan Pulau Sulawesi, hasil dari penggabungan beberapa pulau yang sudah mengalami suksesi hidupan sendiri-sendiri (Anonim(1), 2013).
Pulau Sulawesi yang berbentuk huruf K itu terbentuk dari pecahan-pecahan pulau kecil yang bergerak dan bergabung menjadi pulau yang terlihat seperti sekarang ini. Hewan terbesar yang dapat dijumpai di Sulawesi adalah anoa. Kerbau kerdil yang hidup di daerah pegunungan terjal ini sangat peka terhadap gangguan. Jenis pakan seperti dedaunan yang disantap oleh Anoa sangat spesifik. Hal ini menjadi masalah bagi program kelestarian hewan karena sifatnya ini. Apalagi bentang alam daratan Sulawesi yang relatif sempit dan tanahnya subur (Anonim(1), 2013).
Babi rusa, anoa, kuskus kerdil, tarsius merupakan hewan endemik Pulau Sulawesi. Babi rusa merupakan hewan sejenis babi yang memiliki keunikan pada gigi taring yang melengkung ke atas dan bawah sangat panjang. Taring gigi yang mencuat ke atas dapat menyentuh muka moncong babi rusa. Belum ada keterangan yang jelas fungsi taring gigi ini. Sebagian peneliti mempercayai fungsi taring ini untuk berkelahi, sebagian lainnya berpendapat sebagai penarik betina di musim kawin (Anonim(1), 2013).
Beberapa waktu lalu kita dihebohkan dengan polling  kontes tujuh keajaiban dunia yang salah satunya ditujukan pada Taman Nasional Pulau Komodo untuk sarana promosi ekowisata bertaraf internasional. Hewan jenis Komodo merupakan endemik di Pulau Komodo. Reptil sisa-sisa hewan purba yang hidup di pulau Komodo ini berukuran besar, berwarna gelap tidak seperti ketika ditaruh di kebun binatang yang berukuran kecil dan kulit berwarna terang. Hal ini dimungkinkan adanya asosiasi dengan lingkungan abiotik hewan tersebut. Asosiasi Komodo dengan lingkungan abiotik ini tidak bisa diciptakan dengan mudah di tempat-tempat lain (Anonim(1), 2013).
Biodiversitas tumbuhan yang perlu dilestarikan di Pulau Sumbawa yakni keberadaan kayu cendana. Sejak peraturan pemerintah yang mengatur perdagangan kayu cendana diberlakukan, justru terjadi penurunan drastis kelimpahan tumbuhan ini. Masyarakat merasa tak mendapatkan apa-apa dari keberadaan pohon cendana ini sehingga mereka malah mudah membakar lahan-lahan yang berisi pohon-pohon kayu cendana ini. Akhirnya tak hanya pohon cendana yang terancam, jenis-jenis tumbuhan lain ikut-ikutan menjadi korban sehingga mengancam biodiversitas secara keseluruhan (Anonim(1), 2013).
2.1.3 Biodiversitas Indonesia Bagian Timur
Hutan dataran rendah Papua sebagian besar berupa rawa-rawa yang didominasi dari jenis jambu-jambuan (Myrtaceae) seperti pohon Eukaliptus, Akasia, dan Sagu. Beberapa jenis hewan di Papua memiliki kantong seperti kanguru, walabi, kuskus, tikus berkantung. Mamalia berkantung merupakan ciri khas hewan  Australia. Burung-burung di Papua berbulu sangat indah-indah dan berwarna cerah. Kita semua pasti sudah melihat keindahan burung cenderawasih yang berbulu unik, berwarna cerah dan memiliki sulur (Anonim(1), 2013).
Burung-burung di Papua dijuluki burung dari surga. Hampir sekitar 130 jenis burung berbulu indah ini terdapat di Papua. Uang logam dengan nominal Rp 25 tahun emisi 1979 terdapat gambar burung cenderawasih. Keberadaan burung dari family Casuariidae di lantai hutan Papua ini menjadi buruan para birdwatcher’s atau pecinta burung. Burung ini berukuran besar, terbang rendah tapi dapat berlari sangat cepat. Burung cenderawasih yang berwarna gelap sekalipun terlihat begitu mengkilap dan sangat halus bulunya. Banyak jenis-jenis burung cenderawasih ini memiliki hubungan erat dengan budaya suku setempat. Upacara-upacara suku pedalaman Papua menggunakan aksesori bulu-bulu Cenderawasih sebagai salah satu persyaratannya (Anonim(1), 2013).

2.2 Fauna Indonesia
Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara terbesar yang memiliki keanekaragaman floran dan fauna. Satwa Indonesia memiliki keanekaragaman yang tinggi karena wilayahnya yang luas dan berbentuk kepulauan tropis. Keanekaragaman yang tinggi ini disebabkan oleh Garis Wallace, membagi Indonesia menjadi dua area; zona zoogeografi Asia, yang dipengaruhi oleh fauna Asia, dan zona zoogeografi Australasia, dipengaruhi oleh fauna Australia. Pencampuran fauna di Indonesia juga dipengaruhi oleh ekosistem yang beragam di antaranya: pantai, bukit pasir, muara, hutan bakau, dan terumbu karang.
Asal mula fauna Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek geografi dan peristiwa geologi di benua Asia dan Australia. Pada zaman purba, pulau Irian (New Guinea) tergabung dengan benua Australia.

2.2.1 Hughasiusilum

Nama dari benua Australia 12.000.000 tahun yang lalu untuk sebagai landasan benua Australia yang akan dibentuk dari batuan yang umurnya muda yaitu kurang dari 2 juta tahun. Benua Australia membentuk super benua yang dinamakan superbenua selatan Gondwana. Superbenua ini mulai terpecah 140 juta tahun yang lalu, dan daerah New Guinea (yang dikenal sebagai Sahul) bergerak menuju khatulistiwa. Akibatnya, hewan di New Guinea berpindah ke benua Australia dan demikian pula sebaliknya, menimbulkan berbagai macam spesies yang hidup di berbagai area hidup dalam ekosistem. Aktivitas ini terus berlanjut dua daerah ini benar-benar terpisah (Fajar, 2010).
Di lain pihak, pengaruh benua Asia merupakan akibat dari reformasi superbenua Laurasia, yang timbul setelah pecahnya Rodinia sekitar 1 milyar tahun yang lalu. Sekitar 200 juta tahun yang lalu, superbenua Laurasia benar-benar terpisah, membentuk Laurentia (sekarang Amerika) dan Eurasia. Pada saat itu, sebagian wilayah Indonesia masih belum terpisah dari superbenua Eurasia. Akibatnya, hewan-hewan dari Eurasia dapat saling berpindah dalam wilayah kepulauan Indonesia, dan dalam ekosistem yang berbeda, terbentuklah spesies-spesies baru (Fajar, 2010).
Pada abad ke-19, Alfred Russel Wallace mengusulkan ide tentang Garis Wallace, yang merupakan suatu garis imajiner yang membagi kepulauan Indonesia ke dalam dua daerah, daerah zoogeografis Asia dan daerah zoogeografis Australasia (Wallacea). Garis tersebut ditarik melalui kepulauan Melayu, di antara Kalimantan (Borneo) dan Sulawesi (Celebes); dan di antara Bali dan Lombok. Walaupun jarak antara Bali dan Lombok relatif pendek, sekitar 35 kilometer, distribusi fauna di sini sangat dipengaruhi oleh garis ini. Sebagai contoh, sekelompok burung tidak akan mau menyeberang laut terbuka walaupun jaraknya pendek (Fajar, 2010).

2.3 Garis Wallace
Wallacea merupakan daerah transisi biogeografis antara paparan Sunda ke arah barat, dan daerah Australasian ke arah timur. Daerah ini meliputi sekitar 338.494 km² area daratan, terbagi ke dalam banyak pulau kecil. Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan sebagian Nusa Tenggara merupakan bagian dari daerah ini. Karena faktor geografinya, daerah ini terdiri dari banyak jenis hewan endemik dan spesies fauna yang unik (Tim, 1997).
2.3.1 Mamalia
Wallacea mempunyai sejumlah 223 spesies asli mamalia. Sebanyak 126 di antaranya merupakan endemik daerah ini. Sebanyak 124 spesies kelelawar bisa ditemukan di daerah ini. Sulawesi, sebagai pulau terbesar di daerah ini memiliki jumlah mamalia yang paling banyak. Sejumlah 136 spesies, 82 spesies dan seperempat genus di antaranya adalah endemik. Spesies yang luar biasa, seperti anoa (Bubalus depressicornis) dan babi rusa (Babyrousa babyrussa) hidup di pulau ini. Sedikitnya tujuh spesies kera (Macaca spp.) dan lima spesies tarsius (Tarsius spp.) juga merupakan hewan khas daerah ini (Teresa, 2013).
2.3.2 Burung
Lebih dari 700 jenis burung bisa ditemui di Wallacea, dan lebih dari setengahnya adalah endemik kawasan ini. Di antara 258 genus yang ada, ada 11%-nya adalah endemik kawasan Wallacea. Sejumlah 16 genus hanya dapat dijumpai di subkawasan Sulawesi. Subkawasan Sulawesi terdiri dari pulau utama Sulawesi, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, termasuk Kepulauan Talaud dan Sangihe di utara, Pulau Madu di Laut Flores di sebelah selatan, termasuk juga Kep. Togian, Kep. Banggai, Kep. Tukangbesi, dan Kep. Sula yang menjembatani kekayaan keragaman burung antara subkawasan Sulawesi dan Maluku. Banyaknya jumlah jenis endemik di subkawasan ini tidak hanya berasal dari pulau utama Sulawesi tapi juga tersebar di banyak pulau-pulau kecil di sekitarnya, seperti Serindit sangihe(Loriculus catamene), Seriwang sangihe (Eutrichomyias rowleyi), Gagak banggai (Corvus unicolor), Punggok Togian (Ninox burhani), Gosong sula(Megapodius bernsteinii), Kepudang-sungu sula (Coracina sula), dan Raja-perling sula (Basilornis galeatus). Sedangkan jenis-jenis endemik pulau Sulawesi meliputi Anis sulawesi (Cataponera turdoides), Sikatan matinan (Cyornis sanfordi), Julang sulawesi (Aceros cassidix) dan Kangkareng sulawesi (Penelopides exarhatus). Banyak jenis yang hanya terdapat di subkawasan ini adalah jenis-jenis terancam punah secara global (Teresa, 2013).
2.3.3 Reptil dan Amfibia
Dengan 222 spesies, 99 di antaranya endemik, Wallacea memiliki jenis reptil yang sangat beragam. Di antaranya adalah 118 spesies kadal yang 60 di antaranya adalah endemik; 98 spesies ular, 37 spesies di antaranya adalah endemik; lima spesies kura-kura, dua spesiesnya merupakan endemik; dan satu spesies buaya, buaya Indo-Pasifik (Crocodylus porosus). Tiga genus endemik ular yang hanya dapat ditemukan di wilayah ini: Calamorhabdium, Rabdion, dan Cyclotyphlops. Salah satu reptil yang mungkin paling terkenal di Wallacea adalah komodo (Varanus komodoensis), yang diketahui keberadaannya hanya di Pulau Komodo, Padar, Rinca, dan tepi barat Flores (Teresa, 2013).
Sebanyak 58 spesies amfibia khas dapat ditemukan di Wallacea. Sebanyak 32 spesies di antaranya adalah endemik. Ini menggambarkan kombinasi elemen katak daerah Indo-Melayu dan Australasia yang mempesona
2.3.4 Ikan
Ada sekitar 310 spesies ikan tercatat dari sungai-sungai dan danau-danau Wallacea. Sebanyak 75 spesies di antaranya adalah endemik. Walaupun masih sedikit yang dapat diketahui mengenai ikan ikan dari Kepulauan Maluku dan Kepulauan Sunda Kecil, 6 spesies diketahui sebagai endemik. Di pulau Sulawesi, ada 69 spesies yang diketahui, 53 di antaranya adalah endemik. Danau Malili di Sulawesi Selatan, dengan kedalamannya yang kompleks dan arusnya yang deras memiliki paling sedikit 15 jenis ikan telmatherinid endemik, dua di antaranya mewakili genus endemik, tiga endemik Oryzia, dua endemik halfbeaks, dan tujuh endemik gobie (Teresa, 2013).
2.3.5 Invertebrata
Terdapat sekitar 82 spesies kupu-kupu yang ada di daerah Wallacea, 44 spesies di antaranya adalah endemik. Sejumlah 109 spesies kumbang juga terdapat di sekitar daerah wilayah ini, 79 di antaranya adalah endemik. Satu spesies yang mengagumkan dan mungkin merupakan lebah terbesar di dunia, Chalicodoma plutoterdapat di utara Maluku. Serangga yang hewan betinanya bisa tumbuh sampai 4 cm ini, membangun sarang secara komunal pada sarang rayap di pepohonan hutan dataran rendah. Sekitar 50 moluska endemik, tiga spesies kepiting endemik, dan sejumlah spesies udang endemik juga diketahui berasal dari Wallacea (Teresa, 2013).

2.4 Paparan Sunda
Hewan-hewan di daerah paparan Sunda, yang meliputi Sumatra, Jawa, Kalimantan dan pulau-pulau kecil yang mengelilinginya, memiliki karakteristik yang menyerupai fauna di Asia. Selama zaman es, setelah Laurasia terpecah, daratan benua Asia terhubung dengan kepulauan Indonesia. Selain itu, kedalaman laut yang relatif dangkal memungkinkan hewan-hewan untuk bermigrasi ke paparan Sunda. Spesies-spesies besar seperti harimau, badak, orangutan, gajah, dan leopard ada di daerah ini, walaupun sebagian hewan ini sekarang dikategorikan terancam punah. Selat Makassar, laut antara Kalimantan dan Sulawesi, serta selat Lombok, antara Bali dan Lombok, yang menjadi pemisah dari Garis Wallace, menandakan akhir dari daerah paparan Sunda (Tony, 2004).
2.4.1 Mamalia
Paparan Sunda memiliki spesies berjumlah total 515. Dari jumlah itu, 173 di antaranya merupakan spesies endemik daerah ini. Sebagian besar dari spesies-spesies ini terancam keberadaannya dan hampir punah. Dua spesies orangutan, Pongo pygmaeus (orangutan Kalimantan) dan Pongo abelii (orangutan Sumatra) termasuk dalam daftar merah IUCN. Mamalia terkenal lain, seperti bekantan (Nasalis larvatus), badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis), dan Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) juga sangat terancam jumlah populasinya (Tony, 2004).
2.4.2 Burung
Menurut Konservasi International, sebanyak 771 spesies unggas terdapat di paparan Sunda. Sebanyak 146 spesies merupakan endemik daerah ini. Pulau Jawa dan Bali memiliki paling sedikit 20 spesies endemik, termasuk Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dan Cerek Jawa (Charadrius javanicus) (Tony, 2004).
Berdasarkan data dari Burung Indonesia, jumlah jenis burung di Indonesia sebanyak 1598 jenis. Dengan ini membawa Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara yang memiliki jumlah jenis burung terbanyak se-Asia. Sejak tahun 2007, Burung Indonesia secara berkala memantau status keterancaman dari burung-burung terancam punah yang berada di Indonesia berdasarkan data dari BirdLife International. Tahun 2007-2009 terjadi penurunan status keterancaman burung secara berturut-turut mulai dari 119 jenis (2007), 118 jenis (2008), dan 117 jenis (2009) (Tony, 2004).
2.4.3 Reptil dan amfibi
Sebanyak 449 spesies dari 125 genus reptil diperkirakan hidup di paparan Sunda. Sebanyak 249 spesies dan 24 genus di antaranya adalah endemik. Tiga famili reptil juga merupakan endemik di wilayah ini: Anomochilidae, Xenophidiidae and Lanthanotidae. Famili Lanthanotidae diwakili oleh earless monitor (Lanthanotus borneensis), kadal coklat Kalimantan yang sangat langka dan jarang ditemui. Sekitar 242 spesies amfibia dalam 41 genus hidup di daerah ini. Sebanyak 172 spesies, termasuk Caecilian dan enam genus adalah endemic (Tony, 2004).
2.4.4 Ikan
Sebanyak hampir 200 spesies baru ditemukan di daerah ini dalam sepuluh tahun terakhir. Sekitar 1000 spesies ikan diketahui hidup di dalam sungai, danau, dan rawa-rawa di paparan Sunda. Kalimantan mempunyai sekitar 430 spesies, dan sekitar 164 di antaranya diduga endemik. Sumatra memiliki 270 spesies, sebanyak 42 di antaranya endemik. Ikan arwana emas (Scleropages formosus) yang cukup terkenal merupakan contoh ikan di daerah ini (Tony, 2004). 



BAB III
PEMBAHASAN

3.1    Perbedaan Biodiversitas Indonesia Jaman Kolonial dengan Jaman Sekarang
Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat strategis letaknya. Secara geografis, Indonesia terletak di daerah ekuator dan di antara dua samudra ( Hindia dan Pasifik ), serta dua wilayah zoogeografis ( Orientalis dan Australis ). Selain itu, Indonesia terletak pada yang memiliki iklim tropis dengan curah hujan tinggi.
Dengan letak astronomis dan geografisnya, Indonesia memiliki sedikitnya 42 macam ekosistem yang berbeda. Indonesia bahkan menduduki peringkat kedua setelah Brazil yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi dan peringkat ketiga di dunia karena memiliki hutan hujan tropis yang sangat luas. Kontribusi Indonesia mencapai 16,7% terhadap keanekaragaman hayati di dunia.
Karena keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia cukup besar jumlahnya, Indonesia termasuk dalam salah satu kawasan 
megabiodiversitas. Kawasan megabiodiversitas adalah sebuah kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Jumlah spesies di kawasan megabiodiversitas tentunya sangat banyak, dan tidak terhitung jumlah tepatnya. 
Jumlah Biodiversitas Indonesia terus menurun dari Jaman Kolonial Belanda hingga saat ini. Penurunan tingkat Biodiversitas terus menurun tahun demi tahun meskipun tidak terlalu signifikan. Akan tetapi, di sisi yang lain banyak ditemukan spesies-spesies baru yang ada, namun jumlahnya tidak sebanyak flora dan fauna yang terancam punah setiap tahunnya

3.2    Hal-hal yang Mempengaruhi Perbedaan Biodiversitas Indonesia Jaman Kolonial dengan Jaman Sekarang
3.2.1 Perusakan Habitat
Habitat didefinisikan sebagai daerah tempat tinggal organisme. Kekurangan habitat diyakini manjadi penyebab utama kepunahan organisme. Jika habitat rusak maka organisme tidak memiliki tempat yang cocok untuk hidupnya. Kerusakan habitat dapat diakibatkan karena ekosistem diubah fungsinya oleh manusia, misalnya hutan ditebang dijadikan lahan pertanian, pemukiman dan akhirnya tumbuh menjadi perkotaan. Kegiatan manusia tersebut mengakibatkan menurunnya keanekaragaman ekosistem, jenis, dan gen. Selain akibat aktifitas manusia, kerusakan habitat juga dapat diakibatkan oleh bencana alam misalnya kebakaran, gunung meletus, dan banjir. Pada jaman kolonial habitat untuk flora dan fauna tinggal masih terdapat banyak sedangkan pada jaman sekarang banyak habitat hewan yang dijadikan tempat tinggal oleh manusia.
3.2.2 Seleksi
Secara tidak sengaja perilaku kita mempercepat kepunahan oraganisme. Sebagai contoh, kita sering hanya menanam tanaman yang kita anggap unggul misalnya mangga gadung, mangga manalagi, jambu bangkok. Sebaliknya kita menghilangkan tanaman yang kita anggap kurang unggul, misalnya mangga golek, nangka celeng. Hal ini tidak ataupun jarang terjadi pada jaman kolonial sehingga biodiversitas yang tersedia jaman kolonial melimpah.
3.2.3 Bahan Pencemar
Jaman kolonial bahan pencemar seperti pestisida masih jarang digunakan. Pada jaman kolonial banyak masyarakat yang menggunakan pestisida alami karena terbatasnya ilmu pengetahuan. Saat ini, banyak bahan kimia yang merugikan buat lingkungan tersedia dengan harga murah untuk membasmi hama. Hal ini juga mengurangi tingkat biodiversitas jaman ini.
3.2.4 Masuknya Jenis Tumbuhan liar dan hewan liar
                        Tumbuhan atau hewan liar yang masuk ke dalam ekosistem dapat berkompetisi dan membunuh hewan asli ekosistem tersebut.Contohnya pada kasus ikan aligator (Atractosteus spatula) yang berasal dari Amerika Selatan.Ikan tersebut ditemukan di Waduk Jatiluhur,Jawa Barat setelah lepas dari keramba apung milik masyarakat setempat.Ikan tersebut memangsa ikan-ikan asli habitat waduk jaituluhur yang menyebabkan menurunnya hewan asli ekosistem tersebut.
Di alam, keberadaan flora dan fauna invasif berdampak pendek dan panjang pada ekosistem. Dalam jangka pendek, flora-fauna asli akan berkurang, sedangkan dampak panjangnya adalah kepunahan tanpa sempat memanfaatkan keanekaragaman hayati.
BAB IV
KESIMPULAN

            Kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Jumlah Biodiversitas Indonesia terus menurun secara signifikan dari tahun ke tahun, akan tetapi di sisi yang lain banyak ditemukan spesies-spesies baru yang ada, namun jumlahnya tidak sebanyak flora dan fauna yang terancam punah setiap tahunnya.
2.    Hal-hal yang menyebabkan menurunnya biodiversitas di Indonesia adalah adanya perusakan habitat, seleksi alam, bahan pencemar, dan masuknya jenis tumbuhan liar dan hewan liar.
Upaya yang sudah dilakukan :
a.       Pelestarian secara in situ, yaitu melindungi sumber hayati di tempat aslinya. Hal ini dilakukan sehubungan dengan keberadaan organisme yang memerlukan habitat khusus, dan akan membahayakan kehidupan organisme tersebut jika dipindahkan ke tempat lainnya, contohnya: cagar alam, hutan lindung, suaka margasatwa, taman laut.
·         Taman Nasional
Taman nasional adalah kawasan konservasi alam dengan ciri khas tertentu baik diaratan maupun di perairan. Taman nasional memiliki fungsi ganda yaituperlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan dan perlindungan jenis tumbuhan dan hewan serta pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Taman nasional juga penting untuk ilmu pengetahuan, pendidikan, budaya,  dan rekreasi alam. Beberapa taman nasional di indonesia adalah sebagai berikut:
                                               1.         Taman Nasional Gunung Lauser
Taman nasional (TN) ini terletak di propinsi sumatera utara dan propinsi daerah istimewa aceh,dengan ketinggian 0-3.381 m di atas permukaan laut,dengan luas 1.095.192ha ,dan flora langkah yang dilindungi dalah bunga raflesia arnoldiivar.dan fauna yang di lindungi: gajah, beruang malaya, harimau sumatera, badak sumatera, orang utan sumatera, macan akar, burung kuda, kambing sumba, itik liar, dan tapir.

                                               2.         Taman Nasional Kerinci Sablat
Taman nasional ini terletak di 4 propinsi yaitu: jambi, sumatera barat, sumatera selatan, bengkulu. Jenis flora yang dilindungi: bunga raflesia, anggrek, pasang, kismis dan jenis fauna yang dilinduni: tapir, simpoi, bangka, barang-berang, ungko, kelinci, landak, tikus hutan, babi batang, badak sumatera, gajah, harimau sumatera, harimau kumbang, simang kera ekor panjang, kancil, muncak, dan rusa.

                                               3.         Taman Nasional Bukit Narisan Selatan
Luasnya adalah 356.800 Ha, membentang dari ujung selatan propinsi bengkulu sampai ujung selatan propinsi bengkulu. Jenis faunanya antara lain: meranti, keruing, pengarawang, pasang, bayur, damar, kemiri, cemara gunung, mengkudu. Jenis fauna yang dilindungi antara lain: owa, babi rusa, kijang gajah, tapir, kambimg hutan, kerbau liar, badak, macan tutul, landak dan teringgiling.

                                               4.         Taman Nasional Ujung Kulon
Taman ini terletak di ujung paling barat pulau jawa, dan fauna yang dilindungi dan hampir punah antar lain: badak bercula satu, banteng gibon jawa, harimau loreng, dan surili.

                                               5.         Taman Nasional Gunung Gede-Pangarongo
Taman ini terletak di kabupaten bogor, cianjur dan sukabumi dan flora yang dilindungi: pohon raksasa yang ada adalah rasmala mencapai tinggi 60 m dan satwa yang masih ada yaitu: gibon jawa, surili, kera, lutung, dan macan tutul.

                                               6.         Taman Nasional Komodo
Taman ini terletak pada di pulau komodo, rinca, podang, gilimotong dan flora yang dilindungi adalah kayu hitam, bayur, dan fauna/satwa yang khas adalah komodo.

·         Cagar Alam
Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas tumbuhan, satwa dan ekosistem yang perkembanganya diserahkan pada alam dan untuk membudidyakan fauna dan flora yang hampir punah.

·         Hutan Wisata
Hutan wisata adalah kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat wilayahnya perlu di bina dan di pertahankan sebagai hutan yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pendidikan, konservasi alam, dan rekreasi, misalnya pangandaran.

·         Taman Laut
Taman laut adalah wilayah lautan yang mempunyai ciri khas berupa keindahan alam atau keunikan alam yang ditunjuk sebagai kawasan konservasi alam,yang diperuntukkan guna melidungi plasma nutfah lautan.misal Bunaken di sulawesi utara.

·         Suaka Margasatwa
Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang memiliki ciri khas berupa keanekaragaman dan keunikan jenis satwa, dan untuk kelangsungan hidup satwa dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
Di Indonesia suaka margasatwadarat antara lain : Suaka Margasatwa Rawa Singkil di NAD (Aceh), Suaka Margasatwa Padang Sugihan di Sumatera Selatan, Suaka Margasatwa Muara Angke di DKI Jakarta, Suaka Margasatwa Tambora Selatan di Nusa Tenggara Barat, Suaka Margasatwa Lamandau di Kalimantan Tengah, dan Suaka Margasatwa Buton di Sulawesi Tenggara. Sedangkan Suaka Margasatwa laut antara lai : Suaka Margasatwa Kepulauan Panjang di Papua, Suaka Margasatwa Pulau Kassa di Maluku, dan Suaka Margasatwa Foja di Papua.

b.      Pelestarian secara ex situ, merupakan bentuk perlindungan kenanekaragaman hayati Indonesia dengan cara memindahkan hewan atau tumbuhan ke tempat lainnya yang cocok bagi kehidupannya, contoh: kebun raya, hutan nasional, hutan produksi, kebun binatang, Tabulampot (tanaman budi daya dalam pot).
·         Kebun Raya
Kebun raya adalah kumpulan tumbu-tumbuhan di suatu tempat, dan tumbuh-tumbuhan tersebut brasal dari berbagai daerah yang ditanam untuk tujuan konservasi, ilmu pengetahuan, dan rekreasi. Misalnya Kebun Raya Bogor dan Purwodadi.

·         Taman Hutan Raya
Taman hutan raya adalah kawasan konservasi alam yang terutama dimanfaatkan untuk koleksi tumbuhan dan hewan alami atau non alami, jenis asli atau pendatang, yang berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan,d an rekreasi. Taman ini dapat disebut sebagai taman propinsi, misalnya pulau Sempu di Jawa Timur.

·         Wana Wisata
Wana wisata adalah kawasan hutan yang disamping fungsi utamanya sebagai hutan produksi,juga di manfaatkan sebagai obyek wisata hutan
 
Upaya yang dapat dilakukan:
Menegakkan hukum lingkungan
Menerapkan 30 % lahan terbuka hijau disetiap daerah



DAFTAR PUSTAKA

Anonim (1). Menelisik Biodiversitas di Indonesia Bagian Barat, Bagian Timur, dan Uniknya Biodiversitas di Daerah Peralihan. http://www.bimbie.com/biodiversitas-di-indonesia.htm. Diakses pada 12 April 2014 pukul 19.30 WIB.
Anonim (2). 2013. Keanekaragaman Hayati. http://biologimediacentre.com/. Diakses pada 12 April 2014 pukul 17.05 WIB.
Martha, Fajar. 2010. Hewan Endemik Indonesia. http://biologipedia.blogspot.com. Diakses pada 13 April 2014 pukul 08.40 WIB.
Severin, Tim. 1997. The Spice Island Voyage: In Search of Wallace. Great Britain: Abacus Travel.
Wadojo, Siswanto. 2006. Kehutanan Indonesia. Jakarta: Dephut RI.
Whitten, Tony. dkk. 2004. Sundaland. www.biodiversityscience.org. Diakses pada 13 April 2014 pukul 08.15 WIB.

Zubi, Teresa. 2013. The Wallace Line. http://www.starfish.ch<dive<Wallacea.htm

Comments