BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Salah
satu komponen penting dalam kehidupan adalah tanah. Tanah dapat mendukung
kehidupan tumbuhan dalam penyediaan hara dan air serta sebagai penopang akar.
Selain itu tanah juga dapat berpengaruh dalam kuantitas resapan air dan
pemilihan jenis pondasi bangunan. Tanah merupakan gejala alam permukaan
daratan, membentuk suatu mintakat (zone) yang disebut pedosfer, tersusun atas
masa galir (loose) berupa pecahan dan
lapukan batuan (rock) bercampur dengan bahan organik (Notohadiprawiro,
2006).
Selain
memiliki pengaruh yang positif dalam kehidupan, tanah juga dapat menimbulkan
bebeberapa masalah diantaranya terangkatnya tiang pancang pada proyek dan
terjadinya genangan air akibat daya resap tanah terhadap air rendah. permasalahan
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tata kelola tanah yang
rendah, human error, dan jenis tanah.
Tanah terdiri dari beberapa jenis yaitu tanah lempung, pasir dan lanau. Antara
jenis tanah satu dengan yang lain memiliki sifat dan karakter yang berbeda.
Sifat dan karakteristik tanah dapat berupa sifat fisik, kimia, dan biologi yang
dapat diamati pada bagian terkecil tanah.
Sifat dan karakteristik tanah yang diketahui maka dapat dilakukan
penekanan resiko permasalah yang muncul terkait tanah, seperti terjadinya
kerusakan struktur dan mengatasi terjadinya genangan air. Berdasarkan
permasalahan yang ada, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang sifat dan
karakteristik tanah, seperti pada tanah pasir dan tanah lanau. Penelitian
mengenai sifat dan karakteristik tanah dapat dilakukan dengan mengukur
parameter-parameter yang berhubungan dengan tanah. Parameter yang berhubungan
dengan tanah anatara lain, yaitu: plastisitas, pH, suhu, ukuran, dan kadar air
kadar air.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah dalam praktikum karakteristik tanah adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah
karakteristik tanah pasir dan lanau di Universitas Airlangga berdasarkan
analisa ayakan secara dry method?
2.
Bagaimanakah besarnya nilai pH, suhu, plastisitas tanah,
dan kadar air pada jenis tanah pasir dan lanau di Universitas Airlangga?
3.
Apa sajakah
manfaat tanah pasir dan lanau di Universitas Airlangga dalam bidang teknologi
lingkungan?
1.2
Tujuan
Tujuan
dari praktikum karakteristik tanah adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui karakteristik tanah pasir dan lanau di
Universitas Airlangga berdasarkan analisa ayakan secara dry method.
2.
Mengetahui
besarnya nilai pH, suhu, plastisitas tanah, dan kadar air pada jenis tanah
pasir dan lanau di Universitas Airlangga.
3.
Mengetahui
manfaat pasir dan lanau yang terdapat di Universiras Airlangga dalam bidang
teknologi lingkungan.
1.3
Manfaat
Adapun manfaat yang
ingin dicapai dalam praktikum karakteristik tanah adalah menambah ilmu
pengetahuan mahasiswa Ilmu dan Teknologi Lingkungan Universitas Airlangga
mengenai sifat dan karakteristik tanah pasir dan lanau serta aplikasinya dalam
bidang teknologi lingkungan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Tanah
Tanah merupakan kumpulan dari bagian-bagian yang
padat dan tidak terikat antara satu dengan yang
lain,
diantaranya mungkin material
organik rongga-rongga diantara
material tersebut berisi udara dan air (Verhoef,
1994). Tanah juga merupakan
timpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan
dasar (bedrock). Pembentukan tanah
dari batuan induknya dapat berupa proses fisik yang mengubah batuan menjadi
partikel-partikel yang lebih kecil terjadi akibat pengaruh erosi, angin, air,
es, manusia, atau hancurnya partikel tanah akibat perubahan suhu atau cuaca.
Pelapukan tanah akibat reaksi kimia menghasilkan susunan kelompok partikel
berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari 0,002 mm, yang
disebut mineral lempung (Hardiyatmo, 2001).
Tekstur dan struktur tanah adalah
ciri fisik tanah yang sangat berhubungan. Kedua faktor ini dijadikan parameter
kesuburan tanah karena menentukan kemampuan tanah tersebut dalam menyediakan
unsur hara. Tanah bertekstur kasar memiliki kemampuan yang kecil sekali dalam
menyimpan dan menyediakan unsur hara, sebaliknya tanah yang mengandung liat
yang cukup atau lebih akan mampu
menyimpan dan menyediakan unsur hara. Tanah bertekstur liat berpasir dan
lempung berliat tergolong tekstur yang baik untuk kelapa sawit (Tambunan, 2008).
Tekstur tanah berhubungan erat
dengan plastisitas, permeabilitas, kekerasan, kemudahan olah, kesuburan, dan
produktivitas tanah pada daerah-daerah geografis tertentu. Terjadinya
peningkatan sejumlah liat didalam sub-soil
ternyata dapat meningkatkan persediaan air dan unsur hara pada zona tersebut.
Porositas tanah tinggi jika bahan organik tinggi. Tanah-tanah dengan sistem
granuler atau remah mempunyai porositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tanah-tanah dengan struktur pejal (massive). Tanah dengan
tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air.
Kerapatan lindak (Bulk density) menunjukkan
perbandingan antara berat tanah kering dengan volume total (padat dan
pori-pori). Dengan demikian kerapatan lindak selalu lebih kecil dibandingkan
dengan kerapatan partikel (Particle density) (Tambunan, 2008).
Kerapatan lindak dipengaruhi oleh
struktur tanah seperti kelonggaran tanah atau kepadatan tanah akibat dari sifat
mengembang dan mengerut yang dipengaruhi oleh kadar liat dan kelembaban. Bahkan
pada tanah yang ekstrim padat kerapatan lindak masih lebih kecil dari kerapatan
partikel, karena partikel tanah tidak dapat terikat sempurna (Tambunan, 2008).
2.2 Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah
suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah
yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-
kelompok berdasarkan
pemakaiannya.
Sistem klasifikasi memberikan suatu
bahasa yang
mudah untuk menjelaskan secara
singkat sifat-sifat umum tanah
yang sangat bervariasi
tanpa penjelasan yang terinci (Das,
dkk., 1995). Terdapat beberapa sistem klasifikasi tanah, diantaranya yaitu
sistem klasifikasi tanah menggunakan American Association of State Highway
and Transportation Official
(AASHTO) dan sistem klasifikasi tanah
berdasarkan Unified Soil Classification System
(USCS).
2.2.1 Sistem
Klasifikasi AASHTO
Sistem Klasifikasi American Association of State Highway
and Transportation Official
(AASHTO) dikembangkan pada tahun 1929 mengalami beberapa
kali revisi hingga tahun 1945 digunakan sampai
sekarang,
yang diajukan
oleh
Commite on Classification of Material for Subgrade and Granular
Type Road of the Highway Research Board (ASTM Standar No.
D-3282, AASHTO
model M145). Sistem klasifikasi ini bertujuan untuk menentukan kualitas tanah guna
pekerjaan jalan yaitu
lapis dasar (sub-base)
dan tanah dasar (sub-grade). Sistem
ini didasarkan
pada kriteria sebagai
berikut:
a. Ukuran
butir
Kerikil adalah bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter 75 mm dan tertahan pada saringan diameter 2 mm (No.
10). Pasir adalah bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter 2 mm dan tertahan pada saringan diameter 0,075 mm (No. 200).
Lanau & lempung
adalah bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter 0,075 mm (No.200).
b. Plastisitas
Nama “berlanau” dipakai
apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas (IP)
sebesar 10 atau kurang. Sedangkan, nama “lanau” dipakai apabila bagian-bagian
yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas tanah sebesar 11 atau lebih.
c. Apabila ditemukan batuan
(ukuran
lebih
besar
dari 75 mm)
dalam contoh tanah yang
akan diuji maka batuan-batuan tersebut harus
dikeluarkan terlebih dahulu, tetapi persentase
dari batuan tersebut harus dicatat.
Sistem klasifikasi
AASTHO membagi tanah ke dalam 7 kelompok utama yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah berbutir
yang 35 % atau kurang dari
jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan No. 200 diklasifikasikan
ke dalam kelompok A-1, A-2, dan A-3. Tanah berbutir yang lebih dari 35 %
butiran tanah
tersebut
lolos ayakan No.200
diklasifikasikan
ke
dalam kelompok A-4, A-5,
A-6,
dan A-7. Butiran
dalam kelompok
A-4
sampai dengan A-7 tersebut
sebagian besar adalah lanau
dan
lempung.
2.2.2 Sistem
Klasifikasi Tanah USCS
Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification
System (USCS) diajukan
pertama kali oleh Casagrande dan
selanjutnya dikembangkan oleh United State
Bureau of Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American
Society for Testing
and
Materials (ASTM)
memakai
USCS sebagai metode standar untuk mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk sekarang, sistem
ini banyak
digunakan
dalam berbagai
pekerjaan geoteknik.
Sistem klasifikasi USCS mengklasifikasikan tanah ke dalam dua kategori
utama yaitu:
a. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soil), yaitu tanah kerikil dan
pasir yang
kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan
No. 200. Simbol untuk kelompok
ini adalah G untuk tanah
berkerikil dan S untuk tanah berpasir.
Selain itu juga
dinyatakan gradasi tanah
dengan simbol
W untuk
tanah bergradasi baik
dan
P untuk tanah
bergradasi
buruk.
b. Tanah berbutir
halus (fine-grained soil), yaitu tanah yang lebih dari
50% berat total contoh tanahnya
lolos dari saringan No.
200. Simbol kelompok ini
adalah C untuk lempung
anorganik dan
O untuk lanau organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat)
dan
tanah dengan kandungan organik tinggi. Plastisitas dinyatakan dengan L
untuk plastisitas rendah dan
H untuk plastisitas tinggi.
Pembagian
tanah kedalam kelompok-kelompok dalam system USCS dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sistem
Klasifikasi
Tanah Unified
(Bowles, 1991)
Jenis
Tanah
|
Prefiks
|
Sub Kelompok
|
Sufiks
|
·
Kerikil
·
Pasir
·
Lempung
Anorganik
·
Lempung Organik
·
Gambut
|
G
S
C
O
Pt
|
Gradasi
baik Gradasi buruk Berlanau
Berlempung
wL < 50 %
wL > 50 %
|
W P
M C
L
H
|
Tabel 2.2
Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified
(Hardiyatmo, 1992)
Divisi Utama
|
Simbol
|
Nama Umum
|
Kriteria Klasifikasi
|
||||
Tanah berbutir
kasar ≥ 50% butiran
Tertahan
saringan No. 200
|
Kerikil 0% ≥
fraksi kasar
Tertahan
saringan No. 4
|
Kerikil bersih
(hanya kerikil)
|
GW
|
Kerikil
bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak
mengandung butiran halus
|
Klasifikasi berdasarkan
prosentase butiran halus : Kurang dari 5% lolos saringan No. 200: GM, GP, SW,
SP. Lebih dari 12% lolos saringan No. 200 : GM, GC, SM, SC. 5% - 12% lolos
saringan No. 200 : Batasan klasifikasi yang mempunyai simbol dobel.
|
Cu
= D60 > 4
D10
Cc
= antara 1 dan 3
|
|
GP
|
Kerikil
bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak
|
Tidak
memenuhi kedua kriteria untuk GW
|
|||||
Kerikil dengan
butiran halus
|
GM
|
Kerikil
berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau
|
Batas-batas
Atterberg di bawah garis A
|
Bila
batas Atterberg berada di daerah
arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel symbol
|
|||
GC
|
Kerikil
berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung
|
Batas-batas
Atterberg di bawah garis A atau PI
> 7
|
|||||
Pasir ≥ 50%
fraksi kasar
|
Pasir bersih
(hanya pasir)
|
SW
|
Pasir
bergradasi-baik, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung
butiran halus
|
Cu
= D60 > 4
D10
Cc
= antara 1 dan 3
|
|||
SP
|
Pasir
bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung
butiran
|
Tidak
memenuhi kedua kriteria untuk SW
|
|||||
Pasir dengan
butiran halus
|
SM
|
Pasir
berlanau, campuran pasir-lanau
|
Batas-batas
Atterberg di bawah garis A
|
Bila
batas Atterberg berada di daerah
arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel symbol
|
2.3 Jenis Tanah
2.3.1
Tanah Lempung
Tanah
Lempung atau lanau merupakan
tanah
dengan
ukuran
tanah lebih kecil atau sama dengan 0,002
mm dalam jumlah lebih dari 50% yang berasal dari pelapukan
unsur-unsur
kimiawi penyusun
batuan. Tanah lempung
sangat keras dalam keadaan kering, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan
(Bowles,
1991).
Sifat-sifat
yang dimiliki
dari tanah
lempung diantarana yaitu ukuran butiran halus lebih
kecil dari 0,002 mm, permeabilitas
rendah,
kenaikan air
kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut yang tinggi
dan
proses konsolidasi lambat. Adanya pengetahuan mengenai mineral
tanah tersebut menyebabkan pemahaman mengenai perilaku tanah
lempung
dapat
diamati
(Hardiyatmo, 2001).
Dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel tanah lempung
memiliki diameter 2 µm atau
sekitar 0,002 mm (USDA, AASHTO, USCS).
Namun demikian, dibeberapa kasus partikel berukuran antara 0,002 mm hingga
berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel lempung
(ASTM-D-653).
Disini tanah diklasifikasikan sebagai lempung hanya berdasarkan ukuran saja, namun belum tentu tanah dengan ukuran partikel lempung
tersebut
juga
mengandung mineral- mineral lempung. Jadi, dari segi mineral tanah dapat juga disebut sebagai tanah bukan lempung
(non clay soil) meskipun terdiri dari partikel-partikel yang sangat kecil (partikel-partikel
quartz, feldspar, mika dapat berukuran sub mikroskopis
tetapi umumnya
tidak
bersifat plastis). Partikel-partikel
dari mineral lempung
umumnya berukuran koloid, merupakan gugusan kristal berukuran mikro, yaitu < 1µm (2 µm merupakan batas atasnya). Tanah lempung
merupakan hasil
proses pelapukan mineral batuan induknya yang
salah satu penyebabnya
adalah
air yang mengandung asam
atau alkali,
oksigen, dan karbondioksida (Bowles, 1991).
2.3.2 Tanah Pasir
Tanah pasir
merupakan
tanah
muda
(baru)
yang dalam
klasifikasi
FAO termasuk dalam ordo Regosol (Brady, 1974), sedangkan menurut klasifikasi USDA tanah
di daerah pantai termasuk
ordo Entisol atau lebih dikenal dengan nama Entisol pantai.
Sifat
fisik dari tanah pasir adalah:
a. Struktur tanah pasir
Menurut AAK (1993) tanah berpasir memiliki struktur butir
tunggal, yaitu campuran butir-butir
primer
yang
besar
tanpa adanya bahan pengikat agregat. Ukuran butir-butir pasir adalah 0,002 mm - 2,0 mm.
b. Tekstur Tanah Pasir
Tekstur tanah
pasir
adalah kasar, karena tanah pasir mengandung lebih
dari
60%
pasir
dan
memiliki kandungan liat kurang dari
2% (AAK, 1993). Partikel-partikel pasir mempunyai ukuran yang lebih besar dan luas permukaan yang kecil dibandingkan fraksi debu dan
liat.
Oleh karena itu, tidak banyak berfungsi dalam mengatur
kimia tanah
tetapi
lebih
sebagai penyokong
tanah
dimana sekitarnya
terdapat
partikel debu dan liat yang aktif (Hakim Nurhajati, 1986).
c. Porositas Tanah Pasir
Porositas tanah
pasir
bisa
mencapai lebih
dari 50% dengan jumlah
pori-pori mikro,
maka bersifat mudah merembeskan air dan gerakan
udara di dalam
tanah menjadi
lebih
lancar.
Kohesi
dan konsistensi (ketahanan terhadap
proses pemisahan)
pasir sangat kecil sehingga mudah terkikis oleh air atau angin. Dengan demikian, media pasir lebih
membutuhkan pengairan dan pemupukan yang lebih intensif (AAK, 1993).
d. Temperatur Tanah Pasir
Tanah pasir memiliki temperatur yang
tinggi yang disebabkan
karena kemampuan tanah menyerap panas yang tinggi. Tanah pasir
memiliki kemampuan yang
rendah dalam menahan lengas karena sifat
tanah yang porus sehingga sempitnya kisaran kandungan
air tersedia
yang terletak di antara kapasitas lapangan dan titik layu permanen yang berkisar 4 - 70%
(dibandingkan pada tanah lempung berkisar 16 -29%, serta tingginya kecepatan infiltrasi 2,5-25 cm/jam (dibandingkan 0,001- 0,1 cm/jam pada tanah lempung) (Baver, 1972).
2.4 Batas-Batas Atterberg
Batas kadar air yang mengakibatkan perubahan kondisi dan bentuk tanah dikenal pula sebagai batas-batas
konsistensi atau batas-batas Atterberg (yang mana
diambil dari nama peneliti pertamanya yaitu Atterberg pada tahun (1911). Pada kebanyakan tanah
di alam berada dalam kondisi plastis. Kadar air yang terkandung
dalam tanah berbeda-beda pada setiap kondisi
tersebut yang mana bergantung pada
interaksi
antara
partikel mineral
lempung. Bila kandungan air berkurang maka ketebalan lapisan kation
akan berkurang
pula
yang mengakibatkan bertambahnya gaya-gaya tarik antara partikel-partikel. Sedangkan jika
kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek
seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang
dikandung tanah, tanah dapat dibedakan ke dalam empat (4) keadaan
dasar, yaitu padat (solid), semi padat (semi solid), plastis (plastic),
dan cair (liquid).
Adapun yang termasuk ke dalam
batas-batas Atterberg antara lain:
1. Batas
Cair (Liquid Limit)
Batas cair (LL) adalah kadar air tanah pada batas antara
keadaan cair dan
keadaan plastis, yaitu
batas
atas dari daerah plastis.
2. Batas Plastis
(Plastic Limit)
Batas plastis
(PL) adalah kadar
air
pada kedudukan antara daerah plastis
dan
semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah yang di buat menyerupai lidi-lidi sampai dengan diameter
silinder 3 mm mulai retak- retak,
putus atau terpisah ketika digulung.
3. Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas
susut
(SL)
adalah
kadar air
yang didefinisikan
pada
derajat
kejenuhan 100%, dimana untuk nilai-nilai dibawahnya tidak akan terdapat perubahan volume
tanah apabila
dikeringkan terus. Harus diketahui bahwa batas susut makin kecil maka tanah akan lebih mudah mengalami perubahan
volume.
4. Indeks
Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara
batas cair dan batas plastis.
Indeks plastisitas merupakan interval kadar air tanah yang
masih bersifat plastis.
2.5 Plastisitas Tanah
Plastisitas adalah
perbedaan batas cair dan batas plastisitas suatu tanah atau sering disingkat
dengan PI (Plastisity Index).
Plastisitas tanah dipengaruhi oleh batas cair dan batas plastik. Batas cair
disebut juga sebagai liquid limit didefinisikan kondisi dimana tanah diaduk
dengan air yang lebih banyak dari pada bagian tanahnya. Bila tanah diaduk
dengan air, dengan air lebih banyak dari pada bagian tanahnya, maka sebagian
dari bubur ini dapat dialirkan ke bagian lainnya. Tetapi bila air dari bubur
tanah ini diuapkan, maka pada suatu saat bubur ini akan berhenti mengalir.
Kadar air pada keadaan ini disebut batas cair (LL) yang kira-kira sama dengan
gaya menahan air dan merupakan jumlah tertinggi air yang bermanfaat bagi
tanaman (Soedarmono dan Djojoprawiro, 1988)
Batas plastis didefinisikan menurut Das, dkk. (1995), sebagai
kadar air (%), dimana tanah apabila digulung sampai dengan diameter 1/8 inchi
(3mm) menjadi retak-retak. Batas ini merupakan batas terendah dari
keplastisitasan suatu tanah. Sedangkan menurut Hardjowigeno (1995), batas
plastis merupakan kadar air dimana gulungan tanah mulai tidak dapat
digolek-golekkan lagi. Bila digolek-golekkan tanah akan pecah-pecah ke segala
jurusan. Kriteria
batas cair serta indeks plastisitas tanah berdasarkan harkat Atterberg dapat dilihat pada tabel 2.3
berikut:
Tabel 2.3
Kriteria Batas Cair serta Indeks
Plastisitas Tanah Berdasarkan Harkat Atterberg (Sarief, 2001).
Kriteria
|
Batas Cair (%)
|
Indeks
Plastisitas (%)
|
Sangat
Rendah
|
<20
|
0 – 5
|
Rendah
|
20 – 30
|
5 – 10
|
Sedang
|
31 – 45
|
10 – 17
|
Tinggi
|
46 – 70
|
17 – 30
|
Sangat
Tinggi
|
71 – 100
|
30 – 45
|
Ekstrim
Tinggi
|
-
|
> 43
|
Semakin
tinggi nilai PI suatu tanah lempung, maka
akan semakin bersifat
expansif, artinya sangat mudah
terpengaruh oleh kadar air. Dengan
demikian, tanah akan
sangat mengembang jika kadar air
tinggi (jenuh air) dan akan sangat
menyusut jika kadar
air rendah (kering).
Jenis tanah expansif
ini sangat tidak menguntungkan bagi konstruksi terutama
pada konstruksi jalan
sehingga perlu diganti dengan
urugan pilihan yang lebih
stabil terhadap perubahan
kadar air atau yang PI-nya rendah (Hardjowigeno, 1995).
2.6 Pengukuran
pH dan Suhu Tanah
Keasaman (pH) tanah diukur dengan nisbah tanah : air adalah 1
: 2,5 (10 g tanah dilarutkan dengan 25 ml air) dan ditulis dengan pH 2,5 (H2O).
Pengukuran pH tanah di lapangan dengan prinsip kalorimeter menggunakan
indikator (larutan, kertas pH) yang menunjukkan warna tertentu pada pH yang
berbeda. Saat ini sudah banyak dibuat pH-meter jinjing (portable) yang dapat dibawa ke lapangan. Di samping itu, ada
beberapa tipe pH-meter yang dilengkapi dengan elektroda yang secara langsung
dapat digunakan untuk mengukur tanah, tetapi dengan syarat kandungan lengas
pada saat pengukuran cukup tinggi (kandungan lengas maksimum atau mungkin
kelewat jenuh). Kesalahan pengukuran dapat terjadi antara 0,1 – 0,5 unit pH
atau bahkan lebih besar karena pengaruh pengenceran dan faktor-faktor lain (Handayani, 2003).
Klasifikasi pH tanah berdasarkan Soil
Survey Manual USDA terdapat pada tabel 2.4.
Tabel
2.4
Klasifikasi pH menurut Soil Survey Manual
(USDA, 1985)
Tanah
|
pH (H2O)
|
Tanah
|
pH (H2O)
|
Luar
biasa asam
|
>4,5
|
Netral
|
6,6
– 7,3
|
Asam
sangat kuat
|
4,5
– 5,0
|
Agak
basis
|
7,4
– 7,8
|
Asam
kuat
|
5,1
– 5,5
|
Basis
sedang
|
7,9
– 8,4
|
Asam
sedang
|
5,6
– 6,0
|
Basis
kuat
|
8,5
– 9,0
|
Agak
asam
|
6,1 – 6,5
|
Basis
sangat kuat
|
>9,0
|
2.7
Kegunaan Tanah
Disamping komponen iklim, topografi, bahan induk, dan
organisme, tanah merupakan komponen lahan yang sangat penting untuk keperluan
penggunaan lahan tertentu khususnya di bidang konstruksi bangunan. Penggunaan
lahan permanen seperti gedung/bangunan memerlukan masukan teknologi dan biaya
investasi tinggi sehingga memerlukan perencanaan yang baik. Perencanaan
dilakukan berdasarkan analisis awal yaitu analisis kesesuaian lahan untuk
konstruksi bangunan. Dalam analisis kesesuaian lahan ini hanya mempertimbangkan
faktor fisik tanah dan tidak mempertimbangkan aspek di luar lahan seperti aspek
sosial/kependudukan, ekonomi, hukum, lingkungan, infrastrukstur dan
ketercapaian (accessibility). Pertimbangan faktor fisik tanah
berdasarkan pada kecocokan sebuah konstruksi bangunan/gedung tiga lantai
terhadap daya dukung tanah sebagai pondasinya (Hardjowigeno dan Widiatmaka,
2007).
Semakin baik tingkat kesesuaian suatu lahan untuk konstruksi
bangunan, maka biaya yang dibutuhkan relatif lebih rendah, begitu pula
sebaliknya. Daya dukung tanah sebagai pondasi bangunan/gedung meliputi
kerapatan (density), bahaya banjir,
plastisitas, tekstur dan potensi kembang kerut tanah (nilai COLE). Sedangkan
daya dukung finansial terkait pada aspek biaya penyiapan lahan dan penggalian
tanah untuk pondasi bangunan. Daya dukung ini meliputi tata air tanah, lereng,
kedalaman batuan dan keadaan batuan permukaan. Analisis kesesuaian lahan untuk
konstruksi bangunan bertujuan untuk mengetahui tingkat kecocokan daerah
penelitian untuk penggunaan lahan secara permanen yaitu gedung/bangunan
maksimal tiga lantai (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1
Tempat
dan Waktu
3.1.1 Tempat
Pengambilan
sampel pasir dilaksanakan di belakang
lapangan voli Fakultas
Sains dan Teknologi dan pengambilan sampel lanau di belakang Airlangga University Press (AUP).
Analisis kadar air dan batas plastis tanah dilakukan di ruang 121 Laboratorium.
Comments
Post a Comment