TUGAS EKOLOGI
UMUM
EFEK PEMANASAN
GLOBAL (GLOBAL WARMING) TERHADAP FAUNA TERESTERIAL
Oleh:
Nama : Faisol Hezim
NIM : 081211131057
PRODI ILMU DAN
TEKNOLOGI LINGKUNGAN
FAKULTAS SAINS
DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
AIRLANGGA
EFEK PEMANASAN GLOBAL
(GLOBAL WORMING) TERHADAP FAUNA TERESTERIAL
Pemanasan global
(global worming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global
dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang
disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbon dioksida (CO2),
METANA (CH4), dinitroksida (N2O), dan CFC sehingga
energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Pemanasan global menombulkan
dampak yang luas dan serius bagi lingkungan fisik, salah satunya yaitu berpengaru
pada punahnya fauna teresterial (hewan/makhluk hidup daratan).
Pemanasan Global (Global warming) pada skala
global dan regional diprediksi akan merubah distribusi spesies, sejarah hidup
spesies, komposisi komunitas, dan juga fungsi ekosistem. Selain itu, merebaknya penyakit
infeksius pada beberapa hewan domestik maupun hewan liar yang disebabkan oleh
global warming telah menjadi bukti bahwa ancaman global warming terhadap
kesehatan hewan benar-benar. Salah satu
contoh efek pemanasan global terhadap fauna yaitu Merebaknya penyakit
Bluetongue di dataran Eropa antara tahun 1998-2005. Penyakit ini telah membunuh
lebih dari 1.5 juta ekor domba dan menyebabkan periode ini sebagai periode
wabah bluetongue terlama dan terbesar dalam sejarah Eropa. Lima serotipe virus
bluetongue diketahui telah menginvasi Eropa pada periode ini. Kasus wabah
bluetongue ini terjadi di beberapa negara atau wilayah yang sebelumnya
dilaporkan sama sekali tidak pernah terdapat kasus Culicoides-borne arboviral
disease, seperti Turki, dataran Yunani, Bulgaria, beberapa negara Balkan,
dataran Italia, Sicily dan Sardinia, Corsica, kepulauan Balearic, dan Tunisia.
Kejadian ini sekarang dihubungkan dengan kejadian pemanasan global di wilayah
Eropa.
Dari hasil penelitian yang dilakukan,
terindikasi bahwa penyebaran dramatis dari vektor Culicoides imicola ke wilayah
yang tidak pernah mengalami infeksi bluetongue sebelumnya atau transimisi virus
bluetongue oleh vektor baru, C. obsoletus dan C. pulicaris, hanya terjadi di
area-area yang secara nyata mengalami pemanasan suhu. Hal ini menunjukkan bahwa
adanya hubungan langsung antara kemunculan bluetongue di Eropa dengan global
warming. Bukti kedua. Adanya
keterlibatan global warming terhadap punahnya 67% dari sekitar 110 spesies
katak Atelopus sp. dari pegunungan Costa Rica akibat infeksi fungi patogen
Batrachochytrium dendrobatidis sekitar 20 tahun lalu. Atelopus sp merupakan spesies katak
endemis di wilayah tropis benua Amerika. Analisa hubungan periode kepunahan
terhadap perubahan level permukaan laut dan suhu udara menunjukkan bahwa
pemanasan global telah menyebabkan suhu lingkungan pada sebagian besar
pegunungan-pegunungan di wilayah Amerika Selatan dan Tengah bergerak mendekati
suhu optimum pertumbuhan fungi pathogen B. dendrobatidis sehingga menyebabkan
wabah dan mengakibatkan punahnya sebagian spesies Atelopus sp.
Dua kasus di atas telah memperlihatkan bahwa
dampak negatif global warming terhadap kejadian penyakit pada hewan adalah
nyata. Tidak hanya itu, peristiwa El Nino-Southern Oscillation, salah satu
fenomena alam yang juga dipengaruhi oleh global warming, diketahui juga
berpengaruh pada patogen yang hidup di laut yang menyebabkan penyakit pada
oyster dan coral. Walaupun sampai saat ini bukti keterlibatan global warming terhadap wabah
penyakit menular pada hewan domestik baru ditunjukkan oleh munculnya wabah
bluetongue di dataran Eropa yang telah disebutkan di atas, kita harus tetap
waspada terhadap kemunculan-kemunculan wabah penyakit lainnya jika tidak ada
usaha-usaha untuk memperlambat laju global warming. Banyak penyakit penting hewan domestik
yang baik kemunculannya atau pun siklus hidup agen penyebabnya secara langsung
maupun tidak langsung dipengaruhi oleh faktor-faktor cuaca, seperti suhu dan
kelembaban udara. Misalnya :Anthrax.
Suhu, kelembaban udara, dan kelembaban tanah mempengaruhi keberhasilan
germinasi dari spora Bacillus anthracis. Wabah biasanya berhubungan dengan
perubahan musim hujan dan kemarau, serta suhu lingkungan yang tinggi.
Selain contoh diatas yang mengulas tentang efek
pemanasan global bagi fauna, juga terdapat efek lain dari pemanasan global,
yaitu :
v Pemanasan Global Mengakibatkan Migrasi Hewan
Penelitian telah menunjukkan bahwa 30 spesies reptil dan
amfibi berpindah menuju tempat yang lebih tinggi ke ekosistem yang lebih
dingin. Ahli biologi Christopher Raxworthy dari Museum Amerika untuk Sejarah
Alam mengatakan bahwa pada akhirnya tidak ada lahan yang lebih tinggi yang
tersedia. Dua spesies katak dan tokek sekarang berada dalam bahaya kepunahan.
v Perubahan Iklim dapat Membuat Spesies Burung Australia di
Tepi Jurang Kepunahan
Dengan 10 spesies burung yang sudah punah dan 60 lainnya
yang berada di ambang nasib yang sama. Profesor David Paton dari Unversitas
Adelaide di Australia mengatakan, “Ada risiko nyata bahwa Anda akan kehilangan
setengah spesies burung dari wilayah ini. Saya pikir itu adalah sesuatu yang
tidak boleh ditolerir oleh masyarakat mana pun.” Profesor Paton merencanakan
sebuah proyek berskala besar untuk menumbuhkan tanaman hingga 150.000 hektar di
Gunung Lofty Ranges di Australia selatan yang akan melindungi flora dan fauna
asli dari kepunahan. Diperkirakan bahwa pekerjaan ini membutuhkan minimum
hampir US$19 juta untuk meluncurkan Inisiatif Pemulihan Hutan. Dr. Paton
optimis bahwa kehilangan spesies yang bertambah dapat dihindari jika habitat
yang cocok dan subur dipulihkan kembali.
v Hewan primata lebih terancam daripada yang diperkirakan
Dr. Russell Mittermeier, Ketua
dari Konservasi Internasional dan ketua dari Persatuan Internasional untuk Pelestarian
Alam, telah melaporkan bahwa hampir separuh dari semua spesies monyet dan kera
berada dalam ancaman kepunahan akibat kegiatan penebangan hutan dan perburuan
untuk daging. Hal ini menunjukkan pengurangan hampir 10% dari sebuah penelitian
yang dilaksanakan 5 tahun lalu. Dr. Mittermeier menyatakan, “Kami memiliki data
yang kuat untuk menunjukkan bahwa situasi tersebut lebih parah daripada yang
kita bayangkan.” Ia melanjutkan dengan berkata bahwa 304 spesies dari simpanse,
orang hutan, kera berlengan panjang, dan kukang mungkin akan lenyap kecuali
jika dilakukan tindakan yang cukup untuk melestarikan habitat mereka serta
melindungi mereka.
v
Perubahan
Perilaku Burung Berhubungan dengan Perubahan Iklim
Para peneliti Universitas Oxford di Inggris menemukan
bahwa burung gelatik batu sekarang bertelur kira-kira 2 minggu lebih awal
daripada setengah abad yang lalu, sebagai penyesuaian terhadap pemanasan
global. Sementara itu, terlihatnya dua burung tropis di dekat Pulau Po Toi di
bagian paling selatan Hong Kong, untuk yang pertama kalinya, juga disebabkan
oleh temperatur yang lebih hangat. Ketua Lembaga Pemantau Burung Hong Kong,
Cheung Ho-fai mengatakan, “Burung-burung sangat sensitif terhadap perubahan
iklim dan mengamati mereka adalah cara yang baik untuk memahami
perubahan-perubahan.”
Comments
Post a Comment