Sifat, Bahaya dan Metode Penyisihan Amonia Lengkap dengan Daftar Pustaka


AMONIAK (NH3)

1) Mengenal Amonia
      Amonia merupakan senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa gas dengan berbau tajam yang khas. Dalam larutan biasanya terdapat dalam bentuk larutan ammonium hidroksida yang merupakan senyawa kaustik yang dapat merusak kesehatan (Fahmiati, 2012). Sedangkan menurut Alaerts dan Santika (1987), Amonia (NH3) merupakan senyawa nitrogen yang berada dalam keadaan tereduksi (-3). Amonia dalam air permukaan berasal dari seni dan tinja serta oksidasi zat organis secara mikrobiologis yang berasal dari alam atau air buangan industri dan penduduk. Selama proses penguraian mikrobiologis baik secara alamiah, misalnya di sungai, maupun diatur seperti pada sistem pengolahan air buangan, zat organik tersebut akan melepaskan nitrogen sebagai amonia. Disamping amoniak yang berasal dari zat organik, air buangan maupun air limbah industri juga mengandung amonia bebas, sehingga total amonia nitrogen terdiri dari N-organis dan N-amonia. Sifat fisika amonia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat fisika Amonia
Sifat Fisika Amonia
Nilai
Massa jenis dan fase (g/L)
0,6942
Kelarutan dalam air (g/100 mL pad 00C)
89,9
Titik lebur (0C)
-77,73
Titik Didih (0C)
-33,34
Keasaman (PKa)
9,25
Kebasaan (PKb)
4,25
Sumber: Fahmiati (2012)

       Menurut Effendi (2003), sumber amonia lainnya di perairan adalah gas nitrogen dari proses difusi udara yang tereduksi di dalam air. Amonia di perairan berasal dari sisa metabolisme (eksresi) hewan dan proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Amonia di perairan dapat dijumpai dalam bentuk amonia total yang terdiri dari amonia bebas (NH3) dan ion amonium (NH4+).
      Ammonia dalam siklus N di perairan memegang peranan cukup penting. Ammonia sangat berguna bagi tumbuhan dan mikroorganisme untuk proses asimilasi menjadi sel baru yang memberikan lebih banyak nitrogen organik. Dalam metabolismenya, organisme akan membuang nitrogen dalam bentuk senyawa yang akan dimineralisasi oleh mikroorganisme, dan kemudian nitrogen tersebut dilepaskan sebagai ammonia (Herlambang dan Marsidi, 2003).
         Setelah hewan dan tumbuhan mati, maka akan didekomposisi oleh proses biokimia dan bahan-bahan nitrogen organik akan diubah kembali dalam bentuk amonia. Proses tersebut dinamakan sebagai proses mineralisasi. Sebagian besar amonia di alam akan dioksidasi menjadi bentuk nitrit (NO2) dan kemudian menjadi nitrat (NO3) yang dilakukan oleh bakteri autotrof dalam proses yang disebut nitrifikasi, jika dalam kondisi aerobik. Sebaliknya apabila berada dalam kondisi anarobik, dapat berlangsung proses sebaliknya, yaitu denitrifikasi. Salah satu tahapan nitrit dapat diubah menjadi gas N2O dan terlepas sebagai gas ke udara, baik pada proses nitrifikasi maupun denitrifikasi (tanda panah besar) (Bitton, 2005).
       Kesetimbangan antara kedua bentuk amonia di atas bergantung pada kondisi pH dan suhu lingkungan di dalamnya. Amonia di dalam air akan ditemukan lebih banyak dalam bentuk ion amonium jika pH perairan kurang dari 7, sedangkan pada perairan dengan pH lebih dari 7, amonia ditemukan dalam bentuk amonia bebas atau amonia tidak terionisasi dan bersifat toksik. Kenaikan nilai pH dan suhu menyebabkan proporsi amonia bebas di dalam air meningkat. Berikut ini adalah bentuk kesetimbangan amonia dan ion amonium di dalam air (Wibowo, 2009): 

NH4+ + OH↔ NH3 + H2O

      NH3 merupakan amonia yang tidak larut, dan NH4+ merupakan amonia terionkan (ion amonium). Pada air dengan suhu 00C dan pH 6, hampir semua amonia berbentuk ion amonium. Hanya 0,01% amonia saja yang berada dalam bentuk tak terionkan. Sedangkan pada suhu 300C dan pada pH 10, sebanyak 89% amonia berada dalam bentuk tak terionkan. Beberapa industri yang menggunakan amonia sebagai bahan baku dan menghasilkan limbah yang mengandung amonia cukup tinggi, yaitu: industri pestisida, farmasi, cat dan pewarna, petrokimia, deterjen, plastik, kertas, dan sebagainya (Fahmiati, 2012).
      Hubungan antara amonia bebas dan amonia total dalam persen terhadap nilai suhu dan pH terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hubungan Konsentrasi Amonia Bebas dan Amonia Total dalam persen (%) terhadap suhu dan pH
pH
Suhu (0)
26
28
30
32
7
0,6 %
0,7 %
0,81%
0,95%
8
5,71 %
6,55%
7,52%
8,77%
9
3,71%
41,32%
44,84%
49,02%
10
85,82%
87,52%
89,05%
90,58%
Sumber: Effendi (2003)

2) Bahaya Amonia
       Air limbah yang mengandung amonia dalam bentuk gas apabila langsung dibuang ke udara dan dihirup oleh manusia, maka akan mengakibatkan gangguan kesehatan seperti iritasi yang kuat terhadap sistem pernafasan bagian atas, yaitu hidung dan tenggorokan. Terpaparnya gas amonia pada tingkatan tertentu dapat menyebabkan gangguan fungsi paru-paru dan sensitivitas indera penciuman (Fahmiati, 2012). Sedangkan apabila dalam air limbah kadar amonia tinggi, maka menyebabkan pencemaran perairan yang mengakibatkan terhambatnya proses degradasi bahan organik secara alami di dalam perairan (Harahap, 2013).
       Amonia (NH3) bersifat toksik terhadap bakteri, khususnya bakteri pembentuk methan pada proses anaerob yang dapat menghasilkan biogas. Amonia akan bersifat toksik jika nilai pH melebihi nilai rentang optimum, yaitu 6,8-7,2 dan konsentrasinya 1500-3000 mg/L. Amonia dengan konsentrasi >1500 mg/L pada pH yang tinggi menyebabkan terhambatnya proses anaerob. Sedangkan pada konsentrasi >3000 mg/L dapat menyebabkan berhentinya proses  anaerob (Gerardi, 2003).

3) Metode Penyisihan Amonia
      Untuk menyisihkan kadar amonia dengan konsentrasi yang tinggi pada skala besar seperti pabrik, dapat menggunakan cara sebagai berikut: 
1.          Ammonia Stripping Tower
2.          Selective Ion Exchange
3.          Breakpoint Chlorination
4.          Biological Nitrification-Denitrification
5.      Penggunaan media sebagai adsorben dan atau media sebagai filter.
       Cara penyisihan poin satu hingga tiga merupakan teknologi modern yang membutuhkan dana investasi dan maintance yang sangat besar, serta digunakan untuk mengolah limbah amonia dengan kadar sangat tinggi dan kompleks. Sedangkan cara penyisihan yang poin empat, treatment tersebut kurang efisien karena membutuhkan tempat yang cukup besar untuk pengolahan limbah, serta membutuhkan energi yang besar untuk menggerakkan motor yang berfungsi sebagai penghasil oksigen sehingga dibutuhkan biaya yang cukup besar pula (Fahmiati, 2012).
       Limbah cair yang mengandung amonia tidak hanya dihasilkan oleh pabrik dalam skala besar, seperti pupuk, pestisida, dan sebagainya. Limbah amonia dapat dihasilkan dari industri susu, Rumah Pemotongan Hewan (RPH), air lindi dari TPA (Tempat Pembuangan Akhir), dan lain sebagainya. Proses pengolahan air limbah secara anerob merupakan salah satu upaya untuk mengurangi kadar amonia yang berlebih. Pada proses anaerob, perpindahan bakteri dengan berbagai tipe media inert yang berbeda, seperti clay, karbon aktif, zeolit, dan sebagainya dapat membuat proses anaerob lebih stabil (Chen et al., 2007). Media yang digunakan tersebut dapat diaplikasikan dalam sebuah reaktor anaerob, misalnya anaerobic filter, anaerobic fixed bed reactor, dan sebagainya, baik secara batch ataupun kontinyu.

Daftar Pustaka:
  • Alaerts, G. dan Santika, S. S., 1987. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya. 48-49, 184-204.
  • Chen, Y., Jay, J. C., and Kurt S. C., 2008. Inhibiton of Anaerobic Digestion Process: A Review. Journal of Bioresource Technology, 99, 4044-4064.
  • Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius, Yogyakarta. 125-127.
  • Fahmiati, S., 2012. Pengaruh Suhu Umpan pada Penyisihan Amonia dari Air Limbah Menggunakan Kombinasi Proses Membran dan Ozonasi. Skripsi, Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Jakarta. 5-7.
  • Gerardi, M. H., 2003. Wastewater Microbiology Series: The Microbiology of Anaerobic Digesters. A John Wiley & Sons, Inc., Publication. USA. 51-57, 84, 118.
  • Harahap, S., 2013. Pencemaran Perairan Akibat Kadar Amoniak yang Tinggi dari Limbah Cair Industri Tempe. Jurnal Akuatik, 4(2), 183-194.




Comments