Inhibitor dalam Proses Anaerob lengkap


Inhibitor dalam Proses Anaerob
Di  samping  beberapa  kelebihan  yang  dimiliki  oleh  proses  anaerob, terdapat  salah  satu  kelemahan,  yaitu  mikroorganisme  anaerob  lebih  mudah terhambat  oleh  banyak  bahan  atau  senyawa  lain.  Stabilitas  proses  anaerob tergantung oleh beberapa keadaan, seperti:  bentuk asam dan  jenis bakteri metan, kebutuhan  nutrisi,  pertumbuhan  kinetik,  dan  sensitivitas  terhadap  keadaan lingkungan (Chen et al., 2007).
Bahan  atau  senyawa  yang  sering  ditemukan  sebagai  penyebab  terhambat dan  gagalnya  reaktor  berasal  dari  substansi  penyusun  dari  air  limbah  dan lumpurnya.  Banyak sekali bahan atau senyawa yang dilaporkan menjadi inhibitor (penghambat)  dalam  proses  anaerobik.  Bahan  atau  senyawa  yang  biasanya menjadi inhibitor dalam proses anaerobik dijelaskan sebagai berikut:
2.2.1 Amonia
Amonia diproduksi dari proses degradasi nitrogen secara biologi, terutama dari bentuk protein dan urea.  Beberapa mekanisme ammonia dalam menghambat proses  anaerobik  misalnya,  dengan  mengubah  pH  intraseluler,  meningkatkan kebutuhan  energi,  dan  menghambat  reaksi  enzim.  Ion  ammonium  (NH4+)  dan amonia  bebas  (Free  Ammonia/FA)  merupakan  bentuk  dari  nitrogen  amonia anorganik  yang dapat menghambat proses anaerob berikut (Chen et al., 2007).
Faktor-faktor  yang  dapat  mempengaruhi  sifat  inhibitor  amonia  adalah konsentrasi,  pH,  suhu,  persen  ion  lain,  dan  aklimatisasi.  Semakin  tinggi konsentrasi  maka  semakin  tinggi  sifat  amonia  sebagai  inhibitor.  Semakin  besar nilai  pH  maka  sifat  inhibitor  amonia  juga  semakin  tinggi.  Semakin  tinggi  suhu keadaan  lingkungan  sekitar  maka  konsentrasi  amonia  yang  tinggi  lebih  mudah menghambat  dan  tidak  stabil.  Kehadiran  ion  lain  seperti Na+, Ca2+, dan Mg2+ ditemukan  mempunyai  sifat  yang  berlawanan  dari  amonia  sebagai  inhibitor. Proses aklimatisasi merupakan salah satu  faktor lain yang mempengaruhi tingkat inhibitor  suatu  amonia  (Chen  et  al.,  2007). 
2. Sulfida
Sulfat  secara  umum  merupakan  salah  satu  senyawa  yang  banyak terkandung dalam banyak jenis air limbah. Pada anaerobik reaktor sulfat direduksi menjadi  bakteri  pendegradasi  sulfida.  Proses  inhibitor  yang  utama,  yaitu menyebabkan  adanya  kompetisi  antara  substrat  organik  dan  inorganik  secara umumnya dengan produksi gas methan yang dihasilkan.   Proses inhibitor lainnya, yaitu dari sifat toksik sulfida yang mempengaruhi kehidupan bakteri (Chen  et al., 2007).
Sulfida  akan  menghambat  proses  anaerobik  karena  beberapa  alasan, misalnya  terjadi  kompetisi  antara  bakteri  pendegradasi  sulfida  dengan  bakteri anaerob  lainnya,  seperti  bakteri  hidrolitik,  bakteri  asidogenetik,  bakteri asetogenetik,  dan  baktri  asetiklastik  metanogen.  Beberapa  proses  dapat diaplikasikan untuk menghilangkan sifat inhibitor sulfat, misalnya dengan physicchemichal  teknik  (stripping),  reaksi  kimia,  (koagulasi,  oksi dasi,  presipitasi),  dan proses  konversi  secara  biologi.  Proses  yang  paling  mudah  digunakan  untuk menghilangkan sulfida adalah pengenceran (Chen  et al., 2007).
3. Ion logam pembentuk garam (Na, K, Mg, Ca, dan Al)
Sifat toksis garam dalam beberapa dekade  telah banyak dikaji. Kandungan garam  yang  tinggi  menyebabkan  sel  bakteri  mengalami  dehidrasi  melalui perbedaan  tekanan  osmotik  sel.  Beberapa  studi  menjelaskan  bahwa  garam  lebih bersifat  inhibitor  dalam  bentuk  kation.  Faktor-faktor  yang  menyebabkan  ion logam  pembentuk  garam  bersifat  inhibitor  adalah  konsentrasi,  aklimatisasi,  dan efek antagonis/sinergis (Chen et al., 2007).
Idealnya  ion  logam  pembentuk garam  terdapat pada konsentrasi  100-250 mg/L bertindak sebagai nutrisi, apabila konsentrasinya semakin tinggi, maka ion logam  pembentuk  garam  akan  bersifat  inhibitor  dalam  proses  anerobik.  Pada proses  anaerob  keadaan  akan  lebih  stabil  dan  toleran  apabila  sebelumnya mengalami proses aklimatisasi atau adaptasi terlebih dahulu. Beberapa ion logam pembentuk  garam  bersifat  antagonis  terhadap  proses  anaerob  yang  terjadi. Namun,  ada  pula  ion  logam  pembentuk  garam  justru  bersifat  sinegis  satu  sama lain,  misalnya  apabila  konsentrasi  Mg2+ naik,  maka  konsentrasi  Na+ juga  akan mengalami kenaikan (Chen et al., 2007).
4. Logam Berat
Logam  berat  yang teridentifikasi  sebagai  inhibitor dalam proses anaerob, meliputi: kromium  (Cr), besi (Fe), kobalt (Co), tembaga (Cu), zink (Zi), cadmium (Cd), dan nikel (Ni).  Karakteristik dari logam berat, yaitu tidak dapat terdegradasi dan  terakumulasi  dan  mempunyai  potensi  konsentrasi  yang  bersifat  toksik. Mekanisme  inhibitor  logam  berat  pada  proses  anaerob  adalah  dengan mengganggu fungsi kerja enzim dan struktur molekul dari protein bakteri anaerob. Pada  umumnya,  bakteri  asidogenesis  lebih  resistant  terhadap  konsentrasi  logam berat dibandingkan bakteri methan (Chen et al., 2007).
Faktor yang mempengaruhi sifat inhibitor dari logam berat adalah  bentuk kimia dari  logam  berat,    konsentrasi,  dan efek antagonis/sinergis.  Karena sistem anaerob  sangat  kompleks,  logam  berat  dengan  berbagai  bentuk  dapat mempengaruhi  proses  terutama  pada  proses  fisika-kimianya.  Faktor  konsentrasi dan  antagonis-sinergis  dari  logam  berat  mempunyai  karakteristik  yang  sama dengan jenis inhibitor yang lain.  Langkah yang paling penting untuk mengurangi sifat toksik dari logam berat adalah dengan presipitasi dan penyerapan oleh ligan organik dan anorganik (Chen et al., 2007).
5. Bahan Kimia Organik
Bahan  kimia  organik dalam jumlah yang besar dapat menghambat proses anaerobik.  Bahan  kimia  organik  yang  bersifat  inhibitor  dalam  proses  anaerob, seperti: alkil benzene,  benzene  dihalogenaze, nitrobenzene, fenol dan alkil fenol, fenol  dihalogenaze,  nitrofenol,  alifatik  dihalogenaze,  alkohol,  alkohol dihalogenaze,  ketone,  akrilate,  asama  karboksilat,  amina,  amida,  dan  lain-lain. Rentang konsentrasi yang bersifat menghambat mempunyai banyak variasi untuk bahan kimia organik yang spesifik (Chen et al., 2007).

Parameter  yang  berpengaruh  terhadap  sifat  toksik  dari  bahan  kimia organik  termasuk  konsentrasi  bahan  toksis,  konsentrasi  biomassa,  waktu  kontak dengan  cahaya,  umur  sel,  suplai  makanan,  aklimatisasi,  dan  suhu.  Bahan  kimia organik yang sulit larut dalam air atau terserap di permukaan padatan dari lumpur dapat terakumulasi menjadi polutan yang bersifat nonpolar pada membran bakteri dan mengakibatkan membran sel menggelembung atau bocor.  Empat mekanisme yang  berhubungan  dengan  proses  untuk  mengurangi  proses  inhibitor  dari  bahan kimia  organik,  yaitu:  pengkayaan  organisme  yang  dapat  mendegradasi  bahan toksis, menginduksi enzim spesifik untuk proses degradasi,  rekayasa genetik, dan penggantian substrat yang sudah jenuh (Chen et al., 2007).

Comments