POLIKULTUR MINA PADI BELUT

MAKALAH BIODIVERSITAS
PERANAN POLIKULTUR MINA PADI BELUT DALAM MEREDUKSI EMISI GAS METAN DI UDARA SEBAGAI
ANTISIPASI ANOMALI IKLIM




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dewasa ini, seiring dengan masuknya era globalisasi, perkembangan kemajuan diberbagai bidang juga semakin pesat. Termasuk dalam bidang teknologi, pembangunan, serta tidak ketinggalan dibidang agraris. Selain memberikan banyak dampak positif, tak sedikit pula dampak negatif yang ikut dirasakan oleh masyarakat sebagai imbas dari kemajuan itu sendiri. Meski begitu, nyatanya manusia memang tidak dapat menolak setiap perubahan yang terjadi.
Salah satu masalah yang tengah dihadapi masyarakat saat ini adalah luas lahan pertanian yang semakin sempit akibat banyaknya pembangunan. Sehingga lahan pertanian yang seharusnya digunakan untuk bercocok tanam berubah menjadi lahan beton yang dapat mengurangi pendapatan petani di Indonesia. Untuk mengatasi masalah tersebut, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan metode polikultur.
Di Indonesia metode polikultur masih jarang digunakan oleh para petani karena kurangnya pengetahuan tentang metode polikultur itu sendiri. Kurangnya pengetahuan tersebut semakin membuat para petani merugi akibat tidak efektifnya lahan dan hasil panen, serta tingginya resiko gagal panen. Selain itu, permasalahan lainnya meliputi jumlah penduduk dan kebutuhan masyarakat Indonesia yang semakin meningkat diikuti dengan lahan pertanian yang setiap tahun terkikis oleh didirikannya pemukiman baru. Oleh karena itu, polikultur dapat dijadikan sebagai salah satu sarana untuk mendapatkan hasil panen yang beragam dengan memaksimalkan lahan yang sedikit dan hasil panen yang melimpah.
Dilihat dari segi sosial dan ekonomi masyarakat, polikultur umumnya merupakan pola tanam yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang bertujuan untuk memaksimalkan hasil panen dengan lahan yang sedikit dan mengurangi resiko gagal panen. Selain efisiensi penggunaan lahan dan diperolehnya hasil panen yang beragam, metode polikultur juga merupakan usaha untuk mengurangi ledakan populasi organisme pengganggu tanaman. Metode polikultur merupakan solusi yang tepat untuk para petani dan peternak di Indonesia.
Salah satu macam dari metode polikultur adalah mina padi belut. Mina padi belut merupakan salah satu metode polikultur dengan tipe budidaya belut di sawah dimana belut dan padi di tanam bersama-sama. Untuk metode polikultur minapadi belut tidak diperlukan konstruksi sawah yang khusus, hanya perlu dibuatkan semacam parit disekeliling dalam petakan sawah (Mahmud, 1992). Mina padi belut juga diharapkan mengurangi pemakaian pupuk kimia yang merupakan salah satu faktor untuk terjadinya reduksi emisi gas metan di udara yang menyebabkan anomali iklim.
Oleh karena itu dengan metode polikultur minapadi belut diharapkan para petani dan peternak di Indonesia mampu bekerja efisien dengan lahan yang sedikit dan hasil panen yang melimpah serta resiko kegagalan panen dapat dikurangi.

1.2   Rumusan masalah
1.      Apa perbedaan antara polikultur dan monokultur?
2.      Apa yang dimaksud dengan polikultur mina padi belut?
3.      Apa yang harus diperhatikan dalam metode polikultur mina padi belut?
4.      Bagaimana keuntungan polikultur mina padi belut?

1.3  Tujuan
1.        Mengetahui perbedaan antara polikultur dan monokultur
2.        Mengetahui pengertian polikultur mina padi belut
3.        Mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode polikultur mina padi belut
4.        Mengetahui keuntungan polikultur mina padi belut
            


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Monokultur dan Polikultur
Monokultur berasal dari kata mono dan culture. Mono berarti satu. Culture berarti pengelolaan / pengolahan. Jadi pola tanam monokultur merupakan suatu usaha pengolahan tanah pada suatu lahan pertanian dengan tujuan membudidayakan satu jenis tanaman dalam waktu satu tahun. Lebih ringkas, monokultur merupakan pola tanam denan membudidayakan hanya satu jenis tanaman dalam satu lahan pertanian selama satu tahun. Misalnya pada suatu lahan hanya ditanami padi, dan penanaman tersebut dilakukan sampai tiga musim tanam (satu tahun).
Pemilihan pola tanam monokultur sangat dipengaruhi oleh tujuan suatu usaha tani dan juga keberadaan akan faktor-faktor pertumbuhan khususnya air. Untuk suatu usaha tani dengan tujuan komersial, terdapat kecenderungan untuk memilih pola tanam monokultur. Pada usaha tani komersial, keuntungan secara ekonomi merupakan tujuan akhir yang akan dicapai. Pada monokultur bisa mengintensifkan  tanaman yang paling memiliki nilai ekonomis sehingga hasil produksi pertanian bernilai ekonomi tinggi akan tinggi pula. Selain itu, pada penanaman monokultur akan lebih mudah dan murah dalam perawatan karena hanya ada satu tanaman. Kemudahan dan kemurahan ini akan semakin mengefektif dan mengefisienkan proses produksi yang pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan suatu usaha tani.
Pada suatu lahan dengan irigasi teknis yang memadai, hampir bisa dipastikan kalau pola tanam yang digunakan adalah monokultur tanaman padi. Hingga saat ini, padi merupakan makanan pokok bagi lebih dari tiga perempat penduduk di Indonesia. Padi merupakan salah satu komoditas yang harganya tidak terlalu fluktuatif seperti komoditas yang lainnya. Menanam padi secara monokultur pada lahan dengan irigasi yang memadai seperti menjadi penjamin kehidupan petani karena harga padi yang akan selalu memadai. Selain itu, padi merupakan salah satu tanaman yang tahan terhadap genangan sehingga menjadi primadona pada lahan sawah yang irigasinya baik (air tersedian sepanjang tahun).
Pola monokultur merupakan suatu pola tanam yang bertentangan dengan aspek ekologis. Penanaman suatu komoditas seragam dalam suatu lahan dalam jangka waktu yang lama telah membuat lingkungan pertanian yang tidak mantap. Ketidak mantapan ekosistem pada pertanaman monokultur dapat dilihat dari masukan-masukan yang harus diberikan agar pertanian dapat terus berlangsung. Masukan-masukan yang dimaksud adalah pupuk ataupun obat-obatan kimia untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Ketidakmantapan ekosistem juga dapat dilihat dari meledaknya poulasi suatu jenis hama yang sulit dikendalikan karena musuh alami untuk setiap jenis hama yang menyerang terbatas jumlahnya.
Pada intinya, kelebihan usaha tani dengan pola monokultur adalah dapat mengintensifkan suatu komoditas pertanian serta lebih efisien dalam pengelolaan yang nantinya diharapkan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Kelemahan dari pola monokultur ini adalah perlunya mendapatkan input yang banyak agar didapatkan hasil yang banyak. Selain itu, pola monokultur menyebabkan meledaknya populasi hama yang membuat berkurangnya hasil pertanian. Kerugian lain adalah tidak adanya nilai tambah komoditas lain karena tidak adanya komoditas lain yang ditanam bersama dengan komoditas utama.
Polikultur berasal dari kata poly dan culture. Poly berarti banyak dan culture berarti pengolahan. Jadi, pola tanam polikultur adalah penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada suatu lahan pertanian dalam waktu satu tahun. Penanaman lebih dari satu jenis tanaman ini bisa dalam satu waktu atau juga bisa dalam beberapa waktu tetapi dalam satu tahun. Dalam satu waktu contohnya adalah penanaman jagung bersamaan dengan kacang tanah dalam satu lahan dalam satu waktu tanam. Dalam beberapa waktu misalnya penanaman padi pada musim pertama kemudian dilanjutkan penanaman jagung pada musim kedua.
Pemilihan pola polikultur dipengaruhi oleh aspek lingkungan dan juga sosial ekonomi masyarakat pelaku usaha tani. Aspek lingkungan yang paling berpengaruh adalah ketersiediaan air. Umumnya, pada daerah pertanian yang curah hujan tidak merata sepanjang tahun dan irigasi teknis tidak tersedia, pola yang digunakan adalah pola polikultur. kebutuhan air untuk setiap jenis tanaman sangat beragam. Curah hujan yang tidak merata mungkin tidak akan mencukupi kebutuhan air untuk tanaman yang membutuhkan banyak air seperti padi. Untuk meminimalisir gagal panen, maka pada musim di mana hujan sangat minim, lahan ditanami dengan tanaman yang hanya membutuhkan sedikit air, seperti jagung atau kacang hijau.
Dari sisi sosial ekonomi masyarakat, polikultur umunya merupakan pola tanam yang banyak dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang tujuan usaha taninya adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri (subsisten). Pada sistem sosial yang demikian, terdapat kecenderugan bahwa yang paling penting adalah tetap memperoleh hasil panen daripada mendapatkan keuntungan secara ekonomi. Menanam lebih dari satu jenis tanaman menjadi semacam penjamin untuk tetap mendapatkan hasil panen. Ketika salah satu komoditas tidak bisa dipanen, maka masih ada komoditas yang lain yang bisa dipanen.
Efisiensi penggunaan lahan juga digunakan sebagai alasan untuk bertanam secara polikultur. Pada komoditas tanaman yang jarak tanamnya renggang, masih ada ruang-ruang kosong diantara baris pertanaman yang belum termanfaatkan. Polikultur merupakan usaha untuk memanfaatkan tanah-tanah kosong tersebut.
Selain efisiensi penggunaan lahan dan diperolehnya hasil panen yang beragam, pola tanam polikultur juga memiliki beberapa keuntungan. Yang pertama, polikultur merupakan usaha untuk mengurangi ledakan populasi organism pengganggu tanaman. Tanaman yang beragam dalam satu lahan membuat hama dan penyakit tidak focus menyerang pada satu komoditas, akibatnya, organism pengganggu akan mudah dikendalikan dan tidak mengalami ledakan. Selain itu, seringkali, suatu tanaman dapat mengusir keberadaan hama untuk tanaman lain, misalnya adalah bawang daun yang dapat mengusir hama aphid dan ulat pada tanaman kubis.
Selanjutnya, polikultur seringkali mampu menambah kesuburan tanah secara alami sehingga meningkatkan hasil komoditas utamanya. Misalnya, penanaman kacang-kacangaan di sela-sela penanaman jagung dapat meningkatkan kandungan N dalam tanah karena kacang-kacangan mampu memfiksasi nitrogen dari udara. Dengan demikian, hasil tanaman jagung dapat meningkat.
Selain terdapat beberapa keuntungan, pola tanam polikultur juga memiliki beberapa kelemahan. Dengan semakin banyaknya populasi tanaman dalam satu lahan, maka persaingan tanaman utnuk mendapatkan hara dan faktor pertumbuhan lainnya juga akan semakin tinggi. Kompetisi yang tinggi tidak jarang juga dapat mengurangi hasil tanaman. Semakin banyak tanaman menyebabkan semakin banyak Janis hama yang menyerang . Dengan demikian, pengendalian hama akan menjadi semakin sulit, walaupun tidak sampai menyebabkan ledakan populasi hama. Keanekaragaman tanaman juga akan mengurangi efisiensi dalam melakukan perawatan sehingga diperlukan lebih banyak tenaga kerja.
Jenis-jenis polikultur yang selama ini sudah dikenal adalah tumpang sari, tumpang gilir, tanaman bersisipan, tanaman campuran, dan tanaman bergiliran.

2.2 Polikultur Mina Padi Belut
Budidaya terpadu ikan dengan pertanian adalah pemeliharaan ikan dan komoditas lain dalam lahan dan waktu yang sama. Tujuan budidaya terpadu adalah memaksimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, mengefisiensikan modal, tenaga dan waktu guna menghasilkan Iebih dan satu komoditas. Budidaya terpadu ikan bersama padi (mina padi), disamping menghasilkan dua komoditas, juga hasil padinya meningkat 15-20% dibanding tanpa ikan. Mina padi sendiri adalah cara yang digunakan oleh petani dengan menggabungkan teknik budidaya padi dan pemeliharaan ikan, yang dilakukan secara bersamaan di sawah.
Kenaikan hasil padi tersebut karena kotoran ikan menjadi pupuk, aktivitas ikan dalam mencari makanan memberikan aerasi pada tanaman padi, pentumbuhan gulma dan hama dikendalikan oleh ikan. Masalah yang dihadapi dalam pengembangan budidaya mina-padi adalah banyaknya hama seperti wregul, ular, belut dan burung, penggunaan obat untuk pengendalian hama dan penyakit padi. Disamping itu, umur padi yang pendek (sekitar 70 hari), menyebabkan waktu untuk pemeliharaan juga relatif pendek. OIeh karena itu, bila untuk menghasilkan ikan konsumsi harus diteban benih ukuran glondongan, sedangkan untuk pendederan adalah sangat tepat. Budidaya ikan di sawah, selain sistem budidaya terpadu mina-padi juga sistem palawija dan sebagai penyelang. Pemeliharaan ikan sistem palawija dilakukan sebagai pergiliran tanaman di antara dua musim tanam karena air melimpah dan guna memutus siklus hidup penyakit padi. Sementara pemeliharaan ikan sebagai penyelang dimaksud untuk mengisi waktu sesudah sawah diolah sampai tanam bibit atau sesudah panen padi sampai pengolahan. Budidaya ikan terpadu dengan pertanian juga dilakukan dengan pemeliharaan ikan bersama tanaman kangkung (Ipomea reptans) dan genjer (Limnochans flava) di kolam.  


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Perbedaan Polikultur dan Monokultur
Penanaman hasil pertanian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu monokultur dan polikultur. Monokultur adalah penanaman satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama. Polikultur menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama. Perbedaan kebun polikultur dan monokultur ditinjau dari hama atau penyakit, ternyata pada polikultur hama atau penyakit jauh sangat berkurang karena hama mendapatkan makanan dari tanaman lain yang tumbuh di lahan tapi tidak memiliki nilai produksi ekonomis akan tetapi juga tidak mengganggu tanaman yang produktif, contohnya seperti rumput dan tanaman perdu (semak belukar). Model polikultur juga dapat menghindari erosi pada tebing sungai atau dari aliran air hujan yang mengalir di permukaan tanah. Untuk memperbaiki kesuburan tanah, hal-hal yang perlu dikembangkan pada kebun polikultur adalah menjaga ekosistem, membuat kompos, tidak melakukan pembasmian hama dengan pestisida kimia, memelihara ternak dan mempertahankan buah khas yang dihasilkan satu daerah tertentu.
Polikultur adalah sebuah sistem pertanian atau model pertanian yang ekonomis, ekologis, berbudaya, mampu diadaptasi dan manusiawi. Model pertanian ini disebut juga dengan model pertanian yang berkelanjutan. Model pertanian polikultur merupakan koreksi total terhadap model pertanian monokultur. Polikultur berasal dari kata poly yang artinya banyak dan culture artinya budaya atau kebiasaan. Secara harfiah polikultur berarti model pertanian dengan kebiasaan banyak jenis tanaman pada lahan yang sama. Polikultur bukan berarti model pertanian gado-gado atau juga bukan merupakan tumpang sari, karena model tumpang sari hanya dikenal pada pertanian tanaman semusim. Model pertanian polikultur berbasis pada tahapan dari tahun ke tahun kondisi ekosistem akan lebih baik.

3.2 Polikultur Mina Padi Belut
Budidaya mina padi adalah budidaya terpadu yang dapat meningkatkan produktivitas lahan sawah, selain tidak mengurangi hasil padi juga dapat menghasilkan ikan. Bisa dikatakan dalam satu kali budidaya dalam satu lahan penanaman padi bisa dua hal yang dinikmati hasilnya, yaitu produksi padi dan panen ikan yang dibudidayakan di lahan tersebut. Visi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadikan Indonesia sebagai penghasil ikan terbesar tahun 2015 yang tentunya dikaitkan dengan program Kegiatan Ketahanan Pangan tentunya kita perlu melihat potensi Sumber daya yang kita miliki. Diantara potensi yang terbesar yang dimiliki dalam rangka peningkatan produksi tersebut adalah lahan sawah  yang selama ini sudah tertata dan memiliki manajemen usaha yang sudah relatif bagus tapi belum dimanfaatkan.
Dari data yang ada lahan sawah di Indonesia  lebih dari 7 juta ha, apabila luas lahan ini digunakan sebagai tempat budidaya perikanan maka pencapaian produksi yang ditargetkan peningkatannya 353 % selama lima tahun adalah pekerjaan yang mudah dan murah dan dapat meningkatkan produksi padi. Berdasarkan penelitian apabila dilahan sawah diintegrasikan dengan  ikan akan meningkatkan produksi padi 150 %  disamping itu manfaat lainya adalah mengurangi gas metan yang dibuang dari sisa pemupukan, akibatnya perbaikan lingkungan juga akan terjadi.
Dengan adanya pemeliharaan ikan di persawahan selain dapat meningkatkan keragaman hasil pertanian dan menambah pendapatan petani juga dapat meningkatkan kesuburan tanah dan air serta dapat mengurangi hama penyakit pada tanaman padi.


3.3 Hal yang perlu di Perhatikan dalam Metode Polikutur Mina Padi Belut
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan budidaya polikultur mina padi belut adalah:
1.    Sawah yang digunakan adalah sawah yang subur, cukup miring, aman dan mudah diawasi. Salah satu masalah dalam pengembangan budidaya mina-padi adalah keamanan dan hewan lingsang (wregul) yang biasanya menyerang bergerombol dan menghabiskan ikan piaran. Luas petakan sawah 500 - 2000 m2. Untuk dapat menampung dan menahan air, pematangnya diperkuat dan diperlebar, yakni tinggi 50-70 cm, lebar atas 40-50 cm. Dilengkapi caren lebar 40-50 cm, dalam 40-60 cm. Beberapa caren bisa dibuat bila petakan cukup luas dengan jarak tiap 10 m. Caren utama dibuat di tengah dan arah air masuk ke pintu air keluar dan lainnya bisa di pinggir/tampingan. Caren merupakan tempat hidup ikan dan penangkapan ikan ketika panen. Pengurangan lahan untuk caren bisa mencapai 10% luas petakan. Disarankan pula dibuat kolam kecil 1x2x1 m untuk adaptasi benih yang baru ditebar terutama untuk benih. Petakan sawah juga dilengkapi pipa air dan saringan. Sawah diolah: luku (balik tanah) dan digaru (memecah dan meratakan tanah), menggunakan tenaga hewan ataupun mesin.
2.    Padi Jenis padi yang ditanam adalah varietas unggul tahan wereng (VUTW) umur total 90- 120 hari. Padi disemaikan dulu dan setelah umur 20-25 hari ditanam dengan jarak tanam antar baris 25 cm dan antar rumpun 20 cm. Tiap rumpun terdiri atas 3-4 batang bibit.
3.    Ikan Pada dasarnya semua jenis ikan air tawar tahan hidup dalam air sawah, seperti: tawes, karper, gurameh, nila, lele, nilem dan sebagainya. Sistem budidaya dilakukan secara polikultur atau monokultur. Memperhatikan umur padi yang pendek, maka waktu pemeliharaan yang tersedia juga pendek, yaitu sekitar 70 hari. Benih ikan ditebar sesudah padi lilir, air mulai dinaikkan.
4.    Pemeliharaan Pengecekan air merupakan pekerjaan utama dengan memasukkan air ke dalam petakan dan mengontrol bila ada kebocoran. Kedalaman air harus disesuikan dengan pertumbuhan padi. Bersamaan dengan kontrol air juga kontrol hama, terutama bila ada ular, belut dan burung harus Iangsung dimatikan atau diusir. Pengairan: tergantung pertumbuhan padi, pada awal dan saat padi menguning kedalaman air 5 cm, kemudian dinaikkan 25 cm di plataran dan caren 45-75 cm. Pemeliharaan padi sesuai rekomendasi, pemupukan, penyiangan, pengendalian hama secara terpadu (PHT). Pemupukan organik (pupuk kandang atau hijauan) dilakukan pada awal. Pupuk anorganik berupa N (30%) dan P (50%) ketika tanam, disusul N (35%) dan P (50 %) antara umur padi 30-50 han atau sesudah penyiangan pertama dan terakhir N (35%) umur sekitar 70 hari atau pada akhir pertumbuhan vegetatif atau menjelang pertumbuhan generatif. Penyiangan (1) dilakukan 15-20 hari sejak ditanam kemudian dipupuk (1). Apabila masih terdapat pertumbuhan gulma bisa dilakukan penyiangan ke 2 dan dipupuk susulan dengan Urea dan TSP.
5.    Panen Panen ikan dilakukan Iebih dulu, ketika tanaman padi akan mengalami fase pengisian dan menguning (umur 100 hari). Cara pemanenan dilakukan mengurangi air sehingga tinggal ada di caren dan ikan ditangkap. Penangkapan ikan pada caren menggunakan seser dan Iangsung dipindah ke tempat penampungan.
6.    Produksi Produktivitas sawah yang diusahakan mina-padi dilaporkan oleh banyak peneliti adalah 3-5 ton/ha padi dan ikan 200-300 kg/ha tanpa pemberian pakan (Singh dkk. 1980). Produksi padi rata-rata 3,9 ton dicapai dan pemeliharaan terpadu padi dan udang galah yang dipelihara sejak juvenil dengan kepadatan 1-2,5 ekor/m2, produksinya rata-rata 60 kg/ha (Rustadi 1979) tanpa pemberian pakan. Pemeliharaan nila hitam bersama padi kepadatan 1 ekor/m2 ukuran 15 g/ekor selama 93 hari menghasilkan 207 kg/ha dengan laju sintasan 57,5%, sedangkan dengan pakan tambahan hasilnya bisa mencapai 589 kg/ha. Pemeliharaan campuran nila (75%) dan karper (25%) pada kepadatan 1,5 ekor/m2 dengan pemberian pakan tambahan bisa bisa naik 692 kg/ha (Dela Cruz 1980). Pemeliharaan padi adalah pengolahan tanah, penyiangan, pemupukan dan tentunya pengairan. Pemupukan terdiri atas 150 kg/ha NPK dan 75 kg/ha urea, produksi padi berkisar 3,5 - 6,9 ton. Pakan tambahan berupa katul/dedak halus. Untuk pendederan benih kepadatan 25-30 ribu/ha ukuran 1 cm, setelah pemeliharaan 20-30 hari menghasilkan benih ukuran 3-5 cm dengan laju sintasan 30-50 %.
7.    Budidaya Ikan-Padi-Ternak Budidaya terpadu bisa berkembang menjadi Iebih dan dua komoditas, yaitu ikan-babi- ayam dan ikan-padi-ternak. Ikan yang dipelihara di kolam mendapatkan pupuk Iimbah dan ternak babi, ternak babi sendiri mendapatkan pakan dan sisa pakan dan kotoran ayam. Sementara budidaya ikan-padi-ternak adalah kotoran ternak disamping menjadi makanan ikan dan pupuk bagi ikan maupun tanaman padi. Kombinasi tanaman padi dengan 100 ekor kambing dan 7500 ekor ikan ukuran 20-30 gram/ekor menghasilkan produksi ikan dan keuntungan yang tertinggi (Rustadi1984). Produksi padi mencapai 6,6-7,1 ton/ha, (tanpa kambing hanya 5,5 ton/ha), produksi ikan 343 kg/ha dan kambing tumbuh naik 10% selama 70 hari. 

Persyaratan teknis dalam metode polikultur mina padi belut

1)
Petakan sawah mempunyai pematang keliling yang kuat, dapat menahan air dan tidak bocor. Lebar pematang 30-50 cm dan tingginya 40-50 cm.
2)
Saluran pemasukan dan pengeluaran dilengkapidengan saringan (kawat, bambu dan lainnya).
3)
Bentuk parit atau kemalir dan lebarnya disesuaikan dengan luas petakan sawah, yaitu 2-3 %. Dalam kemalir adalah 20-30 cm. 
4)
Penanaman padi aturannya disesuaikan dengan ketentuan 10 (sepuluh) unsur paket teknologi, yaitu:
a.
Pengelolaan tanah meliputi: penggenangan, perbaikan pematang, pembabadan jerami, pembajakan dan pencangkulan serta pemerataan permukaan tanah.
b.
Tataguna air yang sesuai dengan jumlah dan waktu kebutuhan tanaman dan diatur secara bergiliran.
c.
Menggunakan benih berlabel biru dan memilih yang tahan terhadap genangan.
d.
Pemupukan berimbang, dimana dosis per hektar adalah UREA (200 kg), TSP (100 kg), KCL (75 kg), dan ZA(100 kg).
e.
Pengendalian hama secara terpadu tanpa membahayakan bagi kehidupan ikan.
f.
Pengaturan jarak tanam, pada musim hujan adalah 30 x 15 cm dan 22 x 22 cm untuk musim kemarau. Tiap rumpun padi terdiri dari 3 batang.
g.
Pengaturan pola tanam bertujuan untuk memotong siklus hidup hama.
h.
Pergiliran varietas padi yang ditanam.
i.
Penen dan pascapanen yang meliputi waktu panen, cara panen, perontokan, pembersihan, pengeringan dan penyimpanan.
j.
Penggunaan pupuk pelengkap cair atau zat pengatur tumbuh.
5)
Penanaman ikan.
a.
Jenis ikan yang paling umum dipelihara adalah ikan mas.
b.
Penebaran ikan dilakukan lebih kurang 4 hari setelah penanaman padi.
c.
Padat penebaran ikan adalah :
- ukuran (2-3) cm sebanyak 2-3 ekor/m2,
- ukuran (3-5) cm sebanyak 1-2 ekor/m2.
d.
Pemberian makanan tambahan dapat berupa dedak sebanyak 2-4 kg/ha/hari.

3.4 Keuntungan Polikultur Mina Padi Belut
Minapadi telah lama dikembangkan di Indonesia, selain menyediakan pangan sumber karbohidrat, teknologi ini juga menyediakan protein sehingga cukup baik untuk meningkatkan mutu makanan penduduk di pedesaan. Dengan teknologi yang tepat, minapadi dapat memberi pendapatan yang cukup tinggi. Beberapa keuntungan dari mina padi adalah :
1.      Meningkatkan pendapatan petani sawah yang mengalami kegagalan panen akibat serangan hama wereng yang meningkat akibat perubahan iklim. Karena dengan adanya ikan disawah akan mengkonsumsi hama wereng yang jatuh ke air.
2.      Meningkatkan produksi padi (peningkatan 10-20 % dengan pola Mina Padi) dan sekaligus peningkatan produksi ikan minimal 1 ton/ha permusim tanam.
3.      Membantu percepatan perbaikan lingkungan karena dengan pola mina padi akan mengurangi gas metan yang dibuang dari sisa pemupukan.
4.      Penghematan pengeluaran pemerintah untuk subsidi pupuk karena dengan mina padi bisa mengurangi penggunaan pupuk 20-30%.
5.      Peningkatan konsumsi ikan guna perbaikan gizi keluarga karena dari data komsumsi ikan terlihat pada propinsi utama penghasil beras jumlah konsumsi ikan perkapita yang terendah(18-23 kg/kapita sedangkan rerata nasional 30 kg/kapita).
6.      Pengembangan industri dipedesaan selain adanya penggilingan padi juga duharapkan tumbuh industri pengolahan ikan pedesaan
7.      Diperoleh dua macam hasil produksi sekaligus, sehingga dapat meningkatkan pendapatan keluarga.
8.      Petani menjadi lebih rajin mengawasi sawahnya karena dituntut setiap hari harus mengecek aliran air yang masuk kesawah dan pengecekan saringan/filter yang ada  agar ikan disawah tidak gampang terlepas. 
9.      Kotoran ikan merupakan pupuk organik bagi tanaman padi
10.  Memperbaiki struktur tanah, karena ikan dalam mencari makan selalu membolak-balikan lumpur. 
11.  Ikan akan membantu memakan binatang-binatang kecil yang merupakan hama tanaman padi (karnivora).
12.  Mengurangi ketergatungan terhadap impor daging karena ikan dapat kita produksi dengan harga yang lebih murah dibandingkan daging.
13.  Ketahanan Pangan yang selama ini disangga oleh beras akan dapat dikurangi dan sekaligus kelebihan beras yang dihasilkan akan dapat mengisi kebutuhan pangan dunia.
Kontribusi sawah sebagai penghasil padi dan pendapatan petani hingga saat ini belum memenuhi harapan sebagai sumber pendapatan yang memadai, terutama bagi petani dengan pengusahaan sawah kurang dari 1 hektar. Adapun peluang bagi petani untuk meningkatkan pendapatan. Ekosistem sawah sangat akrab dengan kehidupan berbagai jenis ikan di antaranya belut. Belut dapat diintegrasikan dengan padi di sawah seluas 500 m2. Hasilnya, selain belut yang kaya akan gizi, tambahan pendapatan juga diperoleh beras organik yang sangat dibutuhkan masyarakat yang semakin peduli dengan pangan berkualitas. Berdasarkan pengalaman Iwan Hermawan, Ketua Kelompok Mitra Sukses, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat, budidaya belut untuk persiapan lahan di sawah adalah sebagai berikut:
1.      Jerami yang dapat digunakan untuk bahan media hidup belut adalah jerami yang telah lapuk. Proses pelapukan ini memerlukan waktu selama satu musim tanam;
2.      Pematang sawah perlu diperbesar minimal berukuran lebar 50 cm dan tinggi 40 cm. Selanjutnya, pasang pemasukan dan pengeluaran dari paralon atau bambu yang dilengkapi dengan saringan.
3.      Untuk tempat berkumpul dan sumber pakan alami, perlu dibuat kubangan berukuran 2x1x0,6 meter. Kubangan ini dibuat minimal 2 buah di bawah setiap pematang tambahan. Media diisi dengan cincangan batang pisang yang telah busuk, pupuk kandang/kompos dan lumpur sawah yang ditumpuk secara berlapis-lapis Selanjutnya
4.      Dibuat juga pematang tambahan yang menjorok sekitar 10 baris padi ke tengah petakan sawah. Selang 10 baris padi dibuatkan lagi pematang tambahan, demikian seterusnya. Satu petakan dapat dibuat beberapa pematang tambahan sesuai dengan luas atau kondisi lahan;
5.      Setelah pembuatan pematang selesai, lalu sawah dicangkul seperti biasa. Setelah dicangkul lalu tanah diberi pupuk kandang/kompos dan jerami yang sudah lapuk. Biarkan minimal 3 hari lalu tanah dihaluskan, setelah dihaluskan sebelum ditanam padi, dibuatkan dulu parit-parit di sisi pematang. Parit ini berguna untuk kehidupan ikan-ikan kecil ketika sawah tidak diairi.
Sumbangan sektor pertanian terhadap emisi gas rumah kaca adalah sekitar sebesar 13,5%. Sumber emisi gas rumah kaca pertama-tama berasal dari pengerjaan tanah dan pembukaan hutan. Selanjutnya, berasal dari penggunaan bahan bakar fosil untuk pembuatan pupuk dan zat kimia lain. Penggunaan mesin dalam pembajakan, penyemaian, penyemprotan, dan pemanenan menyumbang banyak gas rumah kaca. Dan yang terakhir adalah berasal dari pengangkutan hasil panen dari lahan pertanian ke pasar.
Pertanian padi terutama yang selalu tergenang merupakan sumber dari tiga macam GRK yaitu karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitrogen oksida (N2O). Karbondioksida merupakan komponen terbesar yang diemisikan dari lahan pertanian. Walaupun emisi CO2 sangat tinggi di pertanian padi tetapi gas ini akan kembali digunakan tanaman padi saat berlangsungnya proses fotosintensis dan akan dikonservasikan ke bentuk biomassa tanaman. Oleh karena itu emisi CO2, dari tanaman padi disebut sebagai zero net emission (Setyanto 2008). Kajian yang dilaksanakan di Balingtan pada tahun 2007 menunjukkan bahwa emisi CO2 yang dilepas oleh lahan sawah irigasi selama satu musim tanam berkisar 3,5-4,2 ton per hektar per musim tanam pada berbagai system pertanaman padi.
Sumber utama emisi N2O adalah pemakaian pupuk N (urea) yang tidak tepat sasaran untuk kebutuhan tanaman, hal ini dapat diartikan pula bahwa proses pembentukan N2O akan di hambat apabila pupuk urea diberikan tepat pada waktunya. Beberapa teknologi anjuran hasil penelitian Balingtan menunjukkan bahwa penerapan system pertanaman pengolahan tanaman terpadu dan System of Rice Intensification (SRI) mampu menekan laju emisi N2O rata-rata sebesar 39-45% dibandingkan cara pengelolaan konvensional.
Emisi CH4 dan nilai merosotnya dari lahan petanian tidak sesederhana gas CO2 dan N2O. Metana dikenal sebagai gas rawa yang memiliki waktu tinggal di atmosfir selama 12 tahun. Selain waktu tinggalnya yang lama, CH4 memiliki kemampuan memancarkan panas 21 kali lebih tinggi dari CO2. Tidak ada potensi merosot yang jelas terhadap gas ini. Bakteri metanotrop yang ada pada lahan sawah adalah satu-satunya mikroorganisme yang dapat menggunakan CH4 sebagai bagian proses metabolismenya untuk kemudian dirubah menjadi CO2 (Setyanto 2008).
Dengan berat molekulnya yang ringan, gas CH4 juga mampu menembus sampai lapisan ionosfir dimana terdapat senyawa radikal O3 yang berfungsi sebagai pelindung bumi dari serangan radiasi gelombang pendek ultra violet (UV-B). Kehadiran gas CH4 pada lapisan dengan O3 sehingga kandungannya berkurang. Metana adalah salah satu gas yang menyebabkan penipisan ozon bumi. Oleh karena itu, gas rumah kaca yang harus diwaspadai untuk diturunkan emisinya dari lahan sawah adalah metana.
Emisi CH4 dari lahan pertanian sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim sehingga dinamika kondisi anaerobik bahan organik yang berada di sekitar perakaran tanaman padi akan dilepaskan atmosfir melalui batang padi. Selain berperan sebagai “jembatan” penghubung dari bagian anaerobic (lapisan tanah dengan ketersedian oksigen rendah) tanah dengan atmosfir, perakaran dari tanaman padi juga berperan memberi suplai karbon dalam bentuk eksudat akar yang merupakan bahan pembentuk CH4 pada tanah (Setyanto 2008).
Prinsip utama dalam mengurangi emisi CH4 dari lahan sawah adalah dengan merubah mekanisme dekomposisi anaerobic bahan organic tanah ke dekomposisi secara aerobic sehingga yang dihasilkan gas CO2. Sepeti halnya hukum kekekalan energi yang menyebutkan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan tetapi dapat mengalami perubahan dari bentuk energi yang satu ke bentuk yang lain. Untuk itu apabila sejumlah energi karbon dalam tanah dapat dirubah menjadi CO2, maka upaya mitigasi emisi CH4 dari lahan sawah dapat berlangsung karena mekanisme rosot CO2 lebih sederhana dibandingkan CH4.
Banyak teknologi yang sudah teruji di lahan pertanian untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup sebagai antisipasi anomali iklim. Salah satu teknologi tersebut adalah Mina Padi. Mina padi itu juga dinilai sebagai salah satu solusi dalam menangani rendahnya produktivitas akibat dari cuaca ekstrim yang merupakan dampak dari perubahan anomali iklim. Mina padi diketahui dapat menyuburkan lahan melalui kotoran ikan yang membantu percepatan perbaikan lingkungan karena dengan pola ini, maka akan mengurangi gas metan yang dibuang dari sisa pemupukan (Ashari 2009).
Budidaya mina padi merupakan salah satu sistem yang praktis untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan pada areal pertanian padi sawah yang sempit dengan cara memanfaatkan kolom air di areal sawah sebagai media pemeliharaan ikan. Konsep utama dalam mereduksi emisi gas metan dari lahan sawah adalah dengan meningkatkan konsentrasi oksigen pada lapisan anaerobik tanah (rizosfir) dan mengurangi suplai karbon yang mudah terurai. Dengan bertambahnya konsentrasi oksigen, proses produksi gas metan dapat berkurang karena gas metan teroksidasi secara biologi oleh bakteri metanotropik.
Ikan juga dapat membatasi tumbuhnya tanaman lain yang bersifat kompetitor dengan padi dalam pemanfaatan unsur hara, sehingga mampu mengurangi biaya penyiangan tanaman liar. Selain itu, mina padi harus didukung dengan pemilihan varietas padi. Penggunaan varietas yang unggul dan adaptif terhadap praktek pertanian terpadu akan mengurangi input pupuk kimia. Aktivitas ini akan mengurangi emisi N2O dari pupuk kimia dengan tetap mempertahankan kualitas produk pertanian.
Pengurangan penggunaan pupuk anorganik sebesar 30% dapat mereduksi emisi gas metan ke udara. Penggunaan pupuk anorganik secara intensif dan penemuan varietas-varietas padi berumur genjah merangsang tingkat kenaikan produksi padi karena bisa menambah periode tanam. Amonium sulfat ((NH4)2SO4) dan urea (CO(NH2)2) dengan kandungan N berturut-turut sebesar 20,5% dan 45% adalah sumber N utama buat tanaman padi. Penggunaan pupuk tersebut ternyata berperan besar terhadap emisi dan mitigasi gas metan dari lahan sawah.
Pengembangan budidaya mina padi merupakan program Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Gerakan Sejuta Hektar Mina Padi (GENTANADI) yang diharapkan dapat mendatangkan beberapa keuntungan yaitu secara umum menyelamatkan lingkungan dari emisi Gas Rumah kaca (GRK) dan juga terhadap petani dalam proses pemenuhan kebutuhan pupuk organik yang ramah lingkungan serta mendukung pencapaian sasaran produksi perikanan hingga 35,3%.
Melalui Minapadi pendapatan petani juga dapat diselamatkan meskipun padi yang dihasilkan mengalami kegagalan panen akibat serangan hama maupun akibat perubahan iklim. Program ini diharapkan dapat meningkatkan gizi keluarga petani menjadi lebih baik karena petani dapat meningkatkan konsumsi ikan bagi keluarganya dari hasil perikanan di lahan pertanian yang dikelolanya (Fadel, 2011).
Dalam program Minapadi, petani sebaiknya menggunakan pemilihan jenis ikan dan padi unggul sesuai dengan kondisi lahan, daya serap dan nilai ekonomis yang tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Para petani dapat memanfaatkan berbagai jenis ikan yang sudah biasa ditanam di sawah (ikan mas, tawes, nilem, nila). Salah satunya yaitu belut.
Belut merupakan ikan yang cukup adaptif dan sangat cocok dibudidayakan di daerah berlumpur. Pangan belut cukup fleksibel, sehingga petani tidak perlu membeli pakan ikan yang khusus. Selain itu, harga jual belut dipasaran pun cukup tinggi.
Belut memiliki kemampuan untuk melubangi tanah. Ini memungkinkan pengurangan olah tanah pada sawah. Hal ini dapat mendorong efisiensi pengolahan tanah pada sawah tanpa mengesampingkan faktor lingkungan.
Perspektif sistem usahatani padi-ikan dalam meningkatkan pendapatan petani adalah jika hasil padi telah mencapai tingkat maksimum sampai batas potensi genetik varietas dan days dukung lingkungan (carrying capacity), maka sasaran program intensifikasi adalah mempertahankan tingkat produktivitas padi dan meningkatkan pendapatan petani.
Rekayasa teknik tanam padi dengan cara tanam jajar legowo 2:1 atau 4:l, berdasarkan hasil penelitian terbukti dapat meningkatkan produksi padi sebesar 12-22%. Disamping itu sistem legowo yang memberikan ruang yang luas (lorong) sangat cocok dikombinasikan dengan pemeliharaan ikan (minapadi legowo). Hasil ikan yang diperoleh mampu menutup sebagian biaya usahatani, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.
Teknologi legowo merupakan rekayasa teknik tanam dengan mengatur jarak tanam antar rumpun dan antar barisan sehingga terjadi pemadatan rumpun padi dalam barisan dan melebar jarak antar barisan sehingga seolah-olah rumpun padi berada dibarisan pinggir dari pertanaman yang memperoleh manfaat sebagai tanaman pinggir (border effect). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumpun padi yang berada di barisan pinggir hasilnya 1,5 – 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan produksi rumpun padi yang berada di bagian dalam.
Pada cara tanam jajar legowo 2:1, semua maupun tanaman seolah-olah berada pada barisan pinggir pematang, sedangkan pada cara tanam jajar legowo 4:1, separuh tanaman berada pada bagian pinggir (mendapat manfaat border effect). Beberapa keuntungannya antara lain:
1.    Jumlah rumpan padi meningkat sampai 33°/a/ha.
2.    Meningkatkan produktivitas padi 12-22%.
3.    Memudahkan pemeliharaan tanaman.
4.    Masa pemelihamanikandapatlebihlama,yaitu 7075 hari. dibanding cara tandur jajar biasa yang hanya 45 hari.
5.    Hasil ikan yang diperoleh dapat menutupi sebagian biaya usaha tani.
6.    Dapat meningkatkan pendapatan usahatani antara 30-50%.


BAB V
SIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil yaitu:
1.      Perbedaan monokultur dan polikultur terletak pada jumlah jenis tanaman yang ditanam dalam satu wilayah yang sama serta tinggi rendahnya tingkat terserangnya hama. Monokultur merupakan penanaman satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama. Polikultur menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama. Tingkat terserangnya hama pada system polikultur lebih kecil jika dibandingkan dengan system monokultur.
2.      Polikultur mina padi belut adalah cara yang digunakan untuk menggabungkan teknik budidaya padi dan pemeliharaan ikan belut, yang dilakukan secara bersamaan dalam satu wilayah yang sama. Tujuan polikultur mina padi belut yaitu untuk memaksimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, mengefisiensikan modal, tenaga dan waktu guna menghasilkan lebih dan satu komoditas.
3.      Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan budidaya polikultur mina padi belut antara lain yaitu tingkat kesuburan sawah yang digunakan, jenis padi dan ikan yang digunakan, tingkat pemeliharaan pengairan, dan jarak antar tanaman.
4.      Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan system polikultur mina belut antara lain dapat meningkatkan pendapatan, meningkatkan produksi padi, percepatan perbaikan lingkungan karena dengan pola mina padi akan mengurangi gas metan yang dibuang dari sisa pemupukan, penghematan pengeluaran pemerintah untuk subsidi pupuk, peningkatan konsumsi ikan, pengembangan industri dipedesaan, memperbaiki struktur tanah,  dan berkurangnya hama.


DAFTAR PUSTAKA
Setyanto, P. 2008. Mitigasi Gas Metan Pada Lahan Sawah.
balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/…/tanah sawah10.pdf.
9 April 2014. 17.05
Ashari H. 2009. Kelola alam: Peran mina padi mereduksi emisi gas metan (CH4) di udara sebagai antisipasi anomaly iklim. http://hanyadarialam.blogspot.com/2011/05/peran-mina-padi-mereduksi-emisi-gas.html. Diakses tanggal 9 April 2014. 17.08
Muhammad, fadel. 2011. Prospek Industri Perikanan. http://silma.blog.ugm.ac.id/2011/06/13/prospek-industri-perikanan-5-tahun-yang-akan-datang/.9 April 2014.17.10
Efendi, Mahmud. 1992. Analisa Usaha Tani Minapadi : Jayapura. Balai Informasi Pertanian Irian Jaya.
Cruz, E. M., and Z. H., Shehadeh, 1980. Preliminary Results on Integrated Pig Fish and Duck-Fish Production Test. In Integrated Agnculture-Aquaculture Farming Systems. R.S.V. Pullin and Z.H. Shehadeh (eds.) Proc. Of the ICLARMSEARCA, Manila 6-9 August 1979. p 225-256.
Hopkins, K. D., and E.M. Cruz., 1982. The ICLARM-CLU integrated animal-fish farming project: final report. FAC-CLSU — ICLARM Tech.Report 5 Manila, 96.
Dela Cruz, C. R., 1980. Integrated Agriculture-Aquaculture Farming Systems in the Philippines, with Two Cases Studies on Simultaneous and Rotational Rice-Fish Culture. In Integrated Agriculture-Aquaculture Farmings Systems. R.S.V. Pullin and Z.H. Shehadeh (eds.) Proc. Of the ICLARM-SEARCA, Manila 6-9 August 1979. p 209-223. 
Rustadi, 1979. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Hasil Udang Galah (M. rosenbergii) pada Pemeliharaan Bersama Padi dengan Teknik Sawah Berbeda. Skripsi S1 Fak. Pertanian UGM. 7 hal. Rustadi, 1984. Integrated Rice-Fish-Sheep Farming System. Tesis Master of Science., Central Luzon State University, Philippines.


Comments