MAKALAH
BIODIVERSITAS
PERANAN POLIKULTUR
MINA PADI BELUT DALAM MEREDUKSI EMISI GAS METAN DI UDARA SEBAGAI
ANTISIPASI ANOMALI
IKLIM
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa
ini, seiring dengan masuknya era globalisasi, perkembangan kemajuan diberbagai
bidang juga semakin pesat. Termasuk dalam bidang teknologi, pembangunan, serta
tidak ketinggalan dibidang agraris. Selain memberikan banyak dampak positif,
tak sedikit pula dampak negatif yang ikut dirasakan oleh masyarakat sebagai imbas
dari kemajuan itu sendiri. Meski begitu, nyatanya manusia memang tidak dapat
menolak setiap perubahan yang terjadi.
Salah
satu masalah yang tengah dihadapi masyarakat saat ini adalah luas lahan
pertanian yang semakin sempit akibat banyaknya pembangunan. Sehingga lahan
pertanian yang seharusnya digunakan untuk bercocok tanam berubah menjadi lahan
beton yang dapat mengurangi pendapatan petani di Indonesia. Untuk mengatasi
masalah tersebut, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan
metode polikultur.
Di
Indonesia metode polikultur masih jarang digunakan oleh para petani karena
kurangnya pengetahuan tentang metode polikultur itu sendiri. Kurangnya
pengetahuan tersebut semakin membuat para petani merugi akibat tidak efektifnya
lahan dan hasil panen, serta
tingginya resiko gagal panen. Selain
itu, permasalahan lainnya meliputi jumlah penduduk dan
kebutuhan masyarakat Indonesia yang semakin meningkat diikuti dengan lahan
pertanian yang setiap tahun terkikis oleh didirikannya pemukiman baru. Oleh karena itu, polikultur dapat
dijadikan sebagai salah
satu sarana untuk mendapatkan hasil panen yang beragam dengan memaksimalkan lahan yang sedikit dan hasil panen yang melimpah.
Dilihat
dari segi sosial dan ekonomi masyarakat, polikultur umumnya merupakan pola
tanam yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang bertujuan untuk
memaksimalkan hasil panen dengan lahan yang sedikit dan mengurangi resiko gagal
panen. Selain efisiensi penggunaan lahan dan diperolehnya hasil panen yang
beragam, metode polikultur juga merupakan usaha untuk mengurangi ledakan
populasi organisme pengganggu tanaman. Metode polikultur merupakan solusi yang
tepat untuk para petani dan peternak di Indonesia.
Salah
satu macam dari metode polikultur adalah mina padi belut. Mina padi belut
merupakan salah satu metode polikultur dengan tipe budidaya belut di sawah
dimana belut dan padi di tanam bersama-sama. Untuk metode polikultur minapadi
belut tidak diperlukan konstruksi sawah yang khusus, hanya perlu dibuatkan
semacam parit disekeliling dalam petakan sawah (Mahmud, 1992). Mina padi belut
juga diharapkan mengurangi pemakaian pupuk kimia yang merupakan salah satu
faktor untuk terjadinya reduksi emisi gas metan di udara yang menyebabkan
anomali iklim.
Oleh
karena itu dengan metode polikultur minapadi belut diharapkan para petani dan
peternak di Indonesia mampu bekerja efisien dengan lahan yang sedikit dan hasil
panen yang melimpah serta resiko kegagalan panen dapat dikurangi.
1.2 Rumusan
masalah
1.
Apa perbedaan antara polikultur dan
monokultur?
2.
Apa yang dimaksud dengan polikultur mina
padi belut?
3.
Apa yang harus diperhatikan dalam metode
polikultur mina padi belut?
4.
Bagaimana keuntungan polikultur mina
padi belut?
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui
perbedaan antara polikultur dan monokultur
2.
Mengetahui
pengertian polikultur mina padi belut
3.
Mengetahui
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode polikultur mina padi belut
4.
Mengetahui
keuntungan polikultur mina padi belut
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Monokultur dan Polikultur
Monokultur berasal dari kata mono
dan culture. Mono berarti satu. Culture berarti pengelolaan / pengolahan. Jadi
pola tanam monokultur merupakan suatu usaha pengolahan tanah pada suatu lahan
pertanian dengan tujuan membudidayakan satu jenis tanaman dalam waktu satu
tahun. Lebih ringkas, monokultur merupakan pola tanam denan membudidayakan
hanya satu jenis tanaman dalam satu lahan pertanian selama satu tahun. Misalnya
pada suatu lahan hanya ditanami padi, dan penanaman tersebut dilakukan sampai
tiga musim tanam (satu tahun).
Pemilihan pola tanam monokultur sangat dipengaruhi oleh tujuan suatu usaha tani
dan juga keberadaan akan faktor-faktor pertumbuhan khususnya air. Untuk suatu
usaha tani dengan tujuan komersial, terdapat kecenderungan untuk memilih pola tanam monokultur. Pada
usaha tani komersial, keuntungan secara ekonomi merupakan tujuan akhir yang
akan dicapai. Pada monokultur bisa mengintensifkan tanaman yang paling memiliki nilai ekonomis
sehingga hasil produksi pertanian bernilai ekonomi tinggi akan tinggi pula.
Selain itu, pada penanaman monokultur akan lebih mudah dan murah dalam
perawatan karena hanya ada satu tanaman. Kemudahan dan kemurahan ini akan
semakin mengefektif dan mengefisienkan proses produksi yang pada akhirnya dapat
meningkatkan keuntungan suatu usaha tani.
Pada suatu lahan dengan irigasi
teknis yang memadai, hampir bisa dipastikan kalau pola tanam yang digunakan
adalah monokultur tanaman padi. Hingga saat ini, padi merupakan makanan pokok
bagi lebih dari tiga perempat penduduk di Indonesia. Padi merupakan salah satu
komoditas yang harganya tidak terlalu fluktuatif seperti komoditas yang
lainnya. Menanam padi secara monokultur pada lahan dengan irigasi yang memadai
seperti menjadi penjamin kehidupan petani karena harga padi yang akan selalu
memadai. Selain itu, padi merupakan salah satu tanaman yang tahan terhadap
genangan sehingga menjadi primadona pada lahan sawah yang irigasinya baik (air
tersedian sepanjang tahun).
Pola monokultur merupakan suatu pola
tanam yang bertentangan dengan aspek ekologis. Penanaman suatu komoditas
seragam dalam suatu lahan dalam jangka waktu yang lama telah membuat lingkungan
pertanian yang tidak mantap. Ketidak mantapan ekosistem pada pertanaman
monokultur dapat dilihat dari masukan-masukan yang harus diberikan agar
pertanian dapat terus berlangsung. Masukan-masukan yang dimaksud adalah pupuk
ataupun obat-obatan kimia untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman.
Ketidakmantapan ekosistem juga dapat dilihat dari meledaknya poulasi suatu
jenis hama yang sulit dikendalikan karena musuh alami untuk setiap jenis hama
yang menyerang terbatas jumlahnya.
Pada intinya, kelebihan usaha tani
dengan pola monokultur adalah dapat mengintensifkan suatu komoditas pertanian
serta lebih efisien dalam pengelolaan yang nantinya diharapkan mendapatkan
keuntungan yang lebih besar. Kelemahan dari pola monokultur ini adalah perlunya
mendapatkan input yang banyak agar didapatkan hasil yang banyak. Selain itu,
pola monokultur menyebabkan meledaknya populasi hama yang membuat berkurangnya
hasil pertanian. Kerugian lain adalah tidak adanya nilai tambah komoditas lain
karena tidak adanya komoditas lain yang ditanam bersama dengan komoditas utama.
Polikultur berasal dari kata poly
dan culture. Poly berarti banyak dan culture berarti pengolahan. Jadi, pola
tanam polikultur adalah penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada suatu
lahan pertanian dalam waktu satu tahun. Penanaman lebih dari satu jenis tanaman
ini bisa dalam satu waktu atau juga bisa dalam beberapa waktu tetapi dalam satu
tahun. Dalam satu waktu contohnya adalah penanaman jagung bersamaan dengan
kacang tanah dalam satu lahan dalam satu waktu tanam. Dalam beberapa waktu misalnya
penanaman padi pada musim pertama kemudian dilanjutkan penanaman jagung pada
musim kedua.
Pemilihan pola polikultur
dipengaruhi oleh aspek lingkungan dan juga sosial ekonomi masyarakat pelaku
usaha tani. Aspek lingkungan yang paling berpengaruh adalah ketersiediaan air.
Umumnya, pada daerah pertanian yang curah hujan tidak merata sepanjang tahun
dan irigasi teknis tidak tersedia, pola yang digunakan adalah pola polikultur.
kebutuhan air untuk setiap jenis tanaman sangat beragam. Curah hujan yang tidak
merata mungkin tidak akan mencukupi kebutuhan air untuk tanaman yang
membutuhkan banyak air seperti padi. Untuk meminimalisir gagal panen, maka pada
musim di mana hujan sangat minim, lahan ditanami dengan tanaman yang hanya
membutuhkan sedikit air, seperti jagung atau kacang hijau.
Dari sisi sosial ekonomi masyarakat,
polikultur umunya merupakan pola tanam yang banyak dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang tujuan
usaha taninya adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri (subsisten). Pada sistem
sosial yang demikian, terdapat kecenderugan bahwa yang paling penting adalah
tetap memperoleh hasil panen daripada mendapatkan keuntungan secara ekonomi.
Menanam lebih dari satu jenis tanaman menjadi semacam penjamin untuk tetap
mendapatkan hasil panen. Ketika salah satu komoditas tidak bisa dipanen, maka
masih ada komoditas yang lain yang bisa dipanen.
Efisiensi penggunaan lahan juga
digunakan sebagai alasan untuk bertanam secara polikultur. Pada komoditas
tanaman yang jarak tanamnya renggang, masih ada ruang-ruang kosong diantara
baris pertanaman yang belum termanfaatkan. Polikultur merupakan usaha untuk
memanfaatkan tanah-tanah kosong tersebut.
Selain efisiensi penggunaan lahan
dan diperolehnya hasil panen yang beragam, pola tanam polikultur juga memiliki
beberapa keuntungan. Yang pertama, polikultur merupakan usaha untuk mengurangi
ledakan populasi organism pengganggu tanaman. Tanaman yang beragam dalam satu
lahan membuat hama dan penyakit tidak focus menyerang pada satu komoditas,
akibatnya, organism pengganggu akan mudah dikendalikan dan tidak mengalami
ledakan. Selain itu, seringkali, suatu tanaman dapat mengusir keberadaan hama
untuk tanaman lain, misalnya adalah bawang daun yang dapat mengusir hama aphid
dan ulat pada tanaman kubis.
Selanjutnya, polikultur seringkali
mampu menambah kesuburan tanah secara alami sehingga meningkatkan hasil
komoditas utamanya. Misalnya, penanaman kacang-kacangaan di sela-sela penanaman
jagung dapat meningkatkan kandungan N dalam tanah karena kacang-kacangan mampu
memfiksasi nitrogen dari udara. Dengan demikian, hasil tanaman jagung dapat
meningkat.
Selain terdapat beberapa keuntungan,
pola tanam polikultur juga memiliki beberapa kelemahan. Dengan semakin banyaknya
populasi tanaman dalam satu lahan, maka persaingan tanaman utnuk mendapatkan
hara dan faktor pertumbuhan lainnya juga akan semakin tinggi. Kompetisi yang
tinggi tidak jarang juga dapat mengurangi hasil tanaman. Semakin banyak tanaman
menyebabkan semakin banyak Janis hama yang menyerang . Dengan demikian,
pengendalian hama akan menjadi semakin sulit, walaupun tidak sampai menyebabkan
ledakan populasi hama. Keanekaragaman tanaman juga akan mengurangi efisiensi
dalam melakukan perawatan sehingga diperlukan lebih banyak tenaga kerja.
Jenis-jenis polikultur yang selama ini sudah dikenal
adalah tumpang sari, tumpang gilir, tanaman bersisipan, tanaman campuran, dan
tanaman bergiliran.
2.2
Polikultur Mina Padi Belut
Budidaya
terpadu ikan dengan pertanian adalah pemeliharaan ikan dan komoditas lain dalam
lahan dan waktu yang sama. Tujuan budidaya terpadu adalah memaksimalkan
pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, mengefisiensikan modal, tenaga dan waktu
guna menghasilkan Iebih dan satu komoditas. Budidaya terpadu ikan bersama padi
(mina padi), disamping menghasilkan dua komoditas, juga hasil padinya meningkat
15-20% dibanding tanpa ikan. Mina padi sendiri adalah cara yang digunakan oleh
petani dengan menggabungkan teknik budidaya padi dan pemeliharaan ikan, yang
dilakukan secara bersamaan di sawah.
Kenaikan
hasil padi tersebut karena kotoran ikan menjadi pupuk, aktivitas ikan dalam
mencari makanan memberikan aerasi pada tanaman padi, pentumbuhan gulma dan hama
dikendalikan oleh ikan. Masalah yang dihadapi dalam pengembangan budidaya
mina-padi adalah banyaknya hama seperti wregul, ular, belut dan burung,
penggunaan obat untuk pengendalian hama dan penyakit padi. Disamping itu, umur
padi yang pendek (sekitar 70 hari), menyebabkan waktu untuk pemeliharaan juga
relatif pendek. OIeh karena itu, bila untuk menghasilkan ikan konsumsi harus
diteban benih ukuran glondongan, sedangkan untuk pendederan adalah sangat
tepat. Budidaya ikan di sawah, selain sistem budidaya terpadu mina-padi juga
sistem palawija dan sebagai penyelang. Pemeliharaan ikan sistem palawija
dilakukan sebagai pergiliran tanaman di antara dua musim tanam karena air
melimpah dan guna memutus siklus hidup penyakit padi. Sementara pemeliharaan
ikan sebagai penyelang dimaksud untuk mengisi waktu sesudah sawah diolah sampai
tanam bibit atau sesudah panen padi sampai pengolahan. Budidaya ikan terpadu dengan
pertanian juga dilakukan dengan pemeliharaan ikan bersama tanaman kangkung (Ipomea reptans) dan genjer (Limnochans flava) di kolam.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perbedaan Polikultur dan
Monokultur
Penanaman hasil pertanian dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu monokultur dan polikultur. Monokultur adalah
penanaman satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama. Polikultur menanam
lebih dari satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama. Perbedaan kebun
polikultur dan monokultur ditinjau dari hama atau penyakit, ternyata pada
polikultur hama atau penyakit jauh sangat berkurang karena hama mendapatkan
makanan dari tanaman lain yang tumbuh di lahan tapi tidak memiliki nilai
produksi ekonomis akan tetapi juga tidak mengganggu tanaman yang produktif,
contohnya seperti rumput dan tanaman perdu (semak belukar). Model polikultur
juga dapat menghindari erosi pada tebing sungai atau dari aliran air hujan yang
mengalir di permukaan tanah. Untuk memperbaiki kesuburan tanah, hal-hal yang
perlu dikembangkan pada kebun polikultur adalah menjaga ekosistem, membuat
kompos, tidak melakukan pembasmian hama dengan pestisida kimia, memelihara
ternak dan mempertahankan buah khas yang dihasilkan satu daerah tertentu.
Polikultur adalah
sebuah sistem pertanian atau model pertanian yang ekonomis, ekologis,
berbudaya, mampu diadaptasi dan manusiawi. Model pertanian ini disebut juga
dengan model pertanian yang berkelanjutan. Model pertanian polikultur merupakan
koreksi total terhadap model pertanian monokultur. Polikultur berasal dari kata
poly yang artinya banyak dan culture artinya budaya atau kebiasaan. Secara
harfiah polikultur berarti model pertanian dengan kebiasaan banyak jenis
tanaman pada lahan yang sama. Polikultur bukan berarti model pertanian
gado-gado atau juga bukan merupakan tumpang sari, karena model tumpang sari
hanya dikenal pada pertanian tanaman semusim. Model pertanian polikultur
berbasis pada tahapan dari tahun ke tahun kondisi ekosistem akan lebih baik.
3.2 Polikultur Mina Padi Belut
Budidaya mina padi adalah budidaya
terpadu yang dapat meningkatkan produktivitas lahan sawah, selain tidak
mengurangi hasil padi juga dapat menghasilkan ikan. Bisa dikatakan dalam satu
kali budidaya dalam satu lahan penanaman padi bisa dua hal yang dinikmati
hasilnya, yaitu produksi padi dan panen ikan yang dibudidayakan di lahan
tersebut. Visi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadikan Indonesia
sebagai penghasil ikan terbesar tahun 2015 yang tentunya dikaitkan dengan
program Kegiatan Ketahanan Pangan tentunya kita perlu melihat potensi Sumber
daya yang kita miliki. Diantara potensi yang terbesar yang dimiliki dalam
rangka peningkatan produksi tersebut adalah lahan sawah yang selama ini
sudah tertata dan memiliki manajemen usaha yang sudah relatif bagus tapi belum
dimanfaatkan.
Dari data yang ada lahan sawah di Indonesia
lebih dari 7 juta ha, apabila luas lahan ini digunakan sebagai tempat budidaya
perikanan maka pencapaian produksi yang ditargetkan peningkatannya 353 % selama
lima tahun adalah pekerjaan yang mudah dan murah dan dapat meningkatkan
produksi padi. Berdasarkan penelitian apabila dilahan sawah diintegrasikan
dengan ikan akan meningkatkan produksi padi 150 % disamping itu
manfaat lainya adalah mengurangi gas metan yang dibuang dari sisa pemupukan,
akibatnya perbaikan lingkungan juga akan terjadi.
Dengan adanya pemeliharaan ikan di
persawahan selain dapat meningkatkan keragaman hasil pertanian dan menambah
pendapatan petani juga dapat meningkatkan kesuburan tanah dan air serta dapat
mengurangi hama penyakit pada tanaman padi.
3.3 Hal yang perlu di Perhatikan
dalam Metode Polikutur Mina Padi Belut
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam melakukan budidaya polikultur mina padi belut
adalah:
1. Sawah
yang digunakan adalah sawah yang subur, cukup miring, aman dan mudah diawasi.
Salah satu masalah dalam pengembangan budidaya mina-padi adalah keamanan dan
hewan lingsang (wregul) yang biasanya menyerang bergerombol dan menghabiskan
ikan piaran. Luas petakan sawah 500 - 2000 m2. Untuk dapat menampung dan
menahan air, pematangnya diperkuat dan diperlebar, yakni tinggi 50-70 cm, lebar
atas 40-50 cm. Dilengkapi caren lebar 40-50 cm, dalam 40-60 cm. Beberapa caren
bisa dibuat bila petakan cukup luas dengan jarak tiap 10 m. Caren utama dibuat
di tengah dan arah air masuk ke pintu air keluar dan lainnya bisa di
pinggir/tampingan. Caren merupakan tempat hidup ikan dan penangkapan ikan
ketika panen. Pengurangan lahan untuk caren bisa mencapai 10% luas petakan.
Disarankan pula dibuat kolam kecil 1x2x1 m untuk adaptasi benih yang baru
ditebar terutama untuk benih. Petakan sawah juga dilengkapi pipa air dan
saringan. Sawah diolah: luku (balik tanah) dan digaru (memecah dan meratakan
tanah), menggunakan tenaga hewan ataupun mesin.
2. Padi
Jenis padi yang ditanam adalah varietas unggul tahan wereng (VUTW) umur total
90- 120 hari. Padi disemaikan dulu dan setelah umur 20-25 hari ditanam dengan
jarak tanam antar baris 25 cm dan antar rumpun 20 cm. Tiap rumpun terdiri atas
3-4 batang bibit.
3. Ikan
Pada dasarnya semua jenis ikan air tawar tahan hidup dalam air sawah, seperti:
tawes, karper, gurameh, nila, lele, nilem dan sebagainya. Sistem budidaya
dilakukan secara polikultur atau monokultur. Memperhatikan umur padi yang
pendek, maka waktu pemeliharaan yang tersedia juga pendek, yaitu sekitar 70
hari. Benih ikan ditebar sesudah padi lilir, air mulai dinaikkan.
4. Pemeliharaan
Pengecekan air merupakan pekerjaan utama dengan memasukkan air ke dalam petakan
dan mengontrol bila ada kebocoran. Kedalaman air harus disesuikan dengan
pertumbuhan padi. Bersamaan dengan kontrol air juga kontrol hama, terutama bila
ada ular, belut dan burung harus Iangsung dimatikan atau diusir. Pengairan:
tergantung pertumbuhan padi, pada awal dan saat padi menguning kedalaman air 5
cm, kemudian dinaikkan 25 cm di plataran dan caren 45-75 cm. Pemeliharaan padi
sesuai rekomendasi, pemupukan, penyiangan, pengendalian hama secara terpadu
(PHT). Pemupukan organik (pupuk kandang atau hijauan) dilakukan pada awal.
Pupuk anorganik berupa N (30%) dan P (50%) ketika tanam, disusul N (35%) dan P
(50 %) antara umur padi 30-50 han atau sesudah penyiangan pertama dan terakhir
N (35%) umur sekitar 70 hari atau pada akhir pertumbuhan vegetatif atau menjelang
pertumbuhan generatif. Penyiangan (1) dilakukan 15-20 hari sejak ditanam
kemudian dipupuk (1). Apabila masih terdapat pertumbuhan gulma bisa dilakukan
penyiangan ke 2 dan dipupuk susulan dengan Urea dan TSP.
5. Panen
Panen ikan dilakukan Iebih dulu, ketika tanaman padi akan mengalami fase
pengisian dan menguning (umur 100 hari). Cara pemanenan dilakukan mengurangi
air sehingga tinggal ada di caren dan ikan ditangkap. Penangkapan ikan pada
caren menggunakan seser dan Iangsung dipindah ke tempat penampungan.
6. Produksi
Produktivitas sawah yang diusahakan mina-padi dilaporkan oleh banyak peneliti
adalah 3-5 ton/ha padi dan ikan 200-300 kg/ha tanpa pemberian pakan (Singh dkk.
1980). Produksi padi rata-rata 3,9 ton dicapai dan pemeliharaan terpadu padi
dan udang galah yang dipelihara sejak juvenil dengan kepadatan 1-2,5 ekor/m2,
produksinya rata-rata 60 kg/ha (Rustadi 1979) tanpa pemberian pakan.
Pemeliharaan nila hitam bersama padi kepadatan 1 ekor/m2 ukuran 15 g/ekor
selama 93 hari menghasilkan 207 kg/ha dengan laju sintasan 57,5%, sedangkan
dengan pakan tambahan hasilnya bisa mencapai 589 kg/ha. Pemeliharaan campuran
nila (75%) dan karper (25%) pada kepadatan 1,5 ekor/m2 dengan pemberian pakan
tambahan bisa bisa naik 692 kg/ha (Dela Cruz 1980). Pemeliharaan padi adalah pengolahan
tanah, penyiangan, pemupukan dan tentunya pengairan. Pemupukan terdiri atas 150
kg/ha NPK dan 75 kg/ha urea, produksi padi berkisar 3,5 - 6,9 ton. Pakan
tambahan berupa katul/dedak halus. Untuk pendederan benih kepadatan 25-30 ribu/ha
ukuran 1 cm, setelah pemeliharaan 20-30 hari menghasilkan benih ukuran 3-5 cm
dengan laju sintasan 30-50 %.
7. Budidaya
Ikan-Padi-Ternak Budidaya terpadu bisa berkembang menjadi Iebih dan dua
komoditas, yaitu ikan-babi- ayam dan ikan-padi-ternak. Ikan yang dipelihara di
kolam mendapatkan pupuk Iimbah dan ternak babi, ternak babi sendiri mendapatkan
pakan dan sisa pakan dan kotoran ayam. Sementara budidaya ikan-padi-ternak
adalah kotoran ternak disamping menjadi makanan ikan dan pupuk bagi ikan maupun
tanaman padi. Kombinasi tanaman padi dengan 100 ekor kambing dan 7500 ekor ikan
ukuran 20-30 gram/ekor menghasilkan produksi ikan dan keuntungan yang tertinggi
(Rustadi1984). Produksi padi mencapai 6,6-7,1 ton/ha, (tanpa kambing hanya 5,5
ton/ha), produksi ikan 343 kg/ha dan kambing tumbuh naik 10% selama 70
hari.
Persyaratan
teknis dalam metode polikultur mina padi belut
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3.4 Keuntungan Polikultur Mina
Padi Belut
Minapadi telah lama dikembangkan di
Indonesia, selain menyediakan pangan sumber karbohidrat, teknologi ini juga
menyediakan protein sehingga cukup baik untuk meningkatkan mutu makanan
penduduk di pedesaan. Dengan teknologi yang tepat, minapadi dapat memberi pendapatan
yang cukup tinggi. Beberapa keuntungan dari mina padi adalah :
1. Meningkatkan
pendapatan petani sawah yang mengalami kegagalan panen akibat serangan hama
wereng yang meningkat akibat perubahan iklim. Karena dengan adanya ikan disawah
akan mengkonsumsi hama wereng yang jatuh ke air.
2. Meningkatkan
produksi padi (peningkatan 10-20 % dengan pola Mina Padi) dan sekaligus
peningkatan produksi ikan minimal 1 ton/ha permusim tanam.
3. Membantu
percepatan perbaikan lingkungan karena dengan pola mina padi akan mengurangi
gas metan yang dibuang dari sisa pemupukan.
4. Penghematan
pengeluaran pemerintah untuk subsidi pupuk karena dengan mina padi bisa
mengurangi penggunaan pupuk 20-30%.
5. Peningkatan
konsumsi ikan guna perbaikan gizi keluarga karena dari data komsumsi ikan
terlihat pada propinsi utama penghasil beras jumlah konsumsi ikan perkapita
yang terendah(18-23 kg/kapita sedangkan rerata nasional 30 kg/kapita).
6. Pengembangan
industri dipedesaan selain adanya penggilingan padi juga duharapkan tumbuh
industri pengolahan ikan pedesaan
7. Diperoleh
dua macam hasil produksi sekaligus, sehingga dapat meningkatkan pendapatan
keluarga.
8. Petani
menjadi lebih rajin mengawasi sawahnya karena dituntut setiap hari harus
mengecek aliran air yang masuk kesawah dan pengecekan saringan/filter yang ada
agar ikan disawah tidak gampang terlepas.
9. Kotoran
ikan merupakan pupuk organik bagi tanaman padi
10. Memperbaiki
struktur tanah, karena ikan dalam mencari makan selalu membolak-balikan
lumpur.
11. Ikan
akan membantu memakan binatang-binatang kecil yang merupakan hama tanaman padi
(karnivora).
12. Mengurangi
ketergatungan terhadap impor daging karena ikan dapat kita produksi dengan
harga yang lebih murah dibandingkan daging.
13. Ketahanan
Pangan yang selama ini disangga oleh beras akan dapat dikurangi dan sekaligus
kelebihan beras yang dihasilkan akan dapat mengisi kebutuhan pangan dunia.
Kontribusi sawah
sebagai penghasil padi dan pendapatan petani hingga saat ini belum memenuhi
harapan sebagai sumber pendapatan yang memadai, terutama bagi petani dengan
pengusahaan sawah kurang dari 1 hektar. Adapun peluang bagi petani untuk
meningkatkan pendapatan. Ekosistem sawah sangat akrab dengan kehidupan berbagai
jenis ikan di antaranya belut. Belut dapat diintegrasikan dengan padi di sawah
seluas 500 m2. Hasilnya, selain belut yang kaya akan gizi, tambahan pendapatan
juga diperoleh beras organik yang sangat dibutuhkan masyarakat yang semakin
peduli dengan pangan berkualitas. Berdasarkan pengalaman Iwan Hermawan, Ketua
Kelompok Mitra Sukses, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat, budidaya belut
untuk persiapan lahan di sawah adalah sebagai berikut:
1. Jerami
yang dapat digunakan untuk bahan media hidup belut adalah jerami yang telah
lapuk. Proses pelapukan ini memerlukan waktu selama satu musim tanam;
2. Pematang
sawah perlu diperbesar minimal berukuran lebar 50 cm dan tinggi 40 cm.
Selanjutnya, pasang pemasukan dan pengeluaran dari paralon atau bambu yang
dilengkapi dengan saringan.
3. Untuk
tempat berkumpul dan sumber pakan alami, perlu dibuat kubangan berukuran
2x1x0,6 meter. Kubangan ini dibuat minimal 2 buah di bawah setiap pematang
tambahan. Media diisi dengan cincangan batang pisang yang telah busuk, pupuk
kandang/kompos dan lumpur sawah yang ditumpuk secara berlapis-lapis Selanjutnya
4. Dibuat
juga pematang tambahan yang menjorok sekitar 10 baris padi ke tengah petakan
sawah. Selang 10 baris padi dibuatkan lagi pematang tambahan, demikian
seterusnya. Satu petakan dapat dibuat beberapa pematang tambahan sesuai dengan
luas atau kondisi lahan;
5. Setelah
pembuatan pematang selesai, lalu sawah dicangkul seperti biasa. Setelah
dicangkul lalu tanah diberi pupuk kandang/kompos dan jerami yang sudah lapuk.
Biarkan minimal 3 hari lalu tanah dihaluskan, setelah dihaluskan sebelum
ditanam padi, dibuatkan dulu parit-parit di sisi pematang. Parit ini berguna
untuk kehidupan ikan-ikan kecil ketika sawah tidak diairi.
Sumbangan
sektor pertanian terhadap emisi gas rumah kaca adalah sekitar sebesar 13,5%.
Sumber emisi gas rumah kaca pertama-tama berasal dari pengerjaan tanah dan
pembukaan hutan. Selanjutnya, berasal dari penggunaan bahan bakar fosil untuk
pembuatan pupuk dan zat kimia lain. Penggunaan mesin dalam pembajakan,
penyemaian, penyemprotan, dan pemanenan menyumbang banyak gas rumah kaca. Dan
yang terakhir adalah berasal dari pengangkutan hasil panen dari lahan pertanian
ke pasar.
Pertanian
padi terutama yang selalu tergenang merupakan sumber dari tiga macam GRK yaitu
karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitrogen oksida
(N2O). Karbondioksida merupakan komponen terbesar yang diemisikan
dari lahan pertanian. Walaupun emisi CO2 sangat tinggi di pertanian
padi tetapi gas ini akan kembali digunakan tanaman padi saat berlangsungnya
proses fotosintensis dan akan dikonservasikan ke bentuk biomassa tanaman. Oleh
karena itu emisi CO2, dari tanaman padi disebut sebagai zero net
emission (Setyanto 2008). Kajian yang dilaksanakan di Balingtan pada
tahun 2007 menunjukkan bahwa emisi CO2 yang dilepas oleh lahan sawah
irigasi selama satu musim tanam berkisar 3,5-4,2 ton per hektar per musim tanam
pada berbagai system pertanaman padi.
Sumber utama emisi N2O
adalah pemakaian pupuk N (urea) yang tidak tepat sasaran untuk kebutuhan
tanaman, hal ini dapat diartikan pula bahwa proses pembentukan N2O
akan di hambat apabila pupuk urea diberikan tepat pada waktunya. Beberapa
teknologi anjuran hasil penelitian Balingtan menunjukkan bahwa penerapan system
pertanaman pengolahan tanaman terpadu dan System of Rice Intensification
(SRI) mampu menekan laju emisi N2O rata-rata sebesar 39-45%
dibandingkan cara pengelolaan konvensional.
Emisi CH4 dan nilai
merosotnya dari lahan petanian tidak sesederhana gas CO2 dan N2O.
Metana dikenal sebagai gas rawa yang memiliki waktu tinggal di atmosfir selama
12 tahun. Selain waktu tinggalnya yang lama, CH4 memiliki kemampuan
memancarkan panas 21 kali lebih tinggi dari CO2. Tidak ada potensi
merosot yang jelas terhadap gas ini. Bakteri metanotrop yang ada pada lahan
sawah adalah satu-satunya mikroorganisme yang dapat menggunakan CH4
sebagai bagian proses metabolismenya untuk kemudian dirubah menjadi CO2 (Setyanto
2008).
Dengan berat molekulnya yang
ringan, gas CH4 juga mampu menembus sampai lapisan ionosfir dimana
terdapat senyawa radikal O3 yang berfungsi sebagai pelindung bumi
dari serangan radiasi gelombang pendek ultra violet (UV-B). Kehadiran gas CH4
pada lapisan dengan O3 sehingga kandungannya berkurang. Metana
adalah salah satu gas yang menyebabkan penipisan ozon bumi. Oleh karena itu,
gas rumah kaca yang harus diwaspadai untuk diturunkan emisinya dari lahan sawah
adalah metana.
Emisi CH4 dari lahan
pertanian sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim sehingga dinamika kondisi
anaerobik bahan organik yang berada di sekitar perakaran tanaman padi akan
dilepaskan atmosfir melalui batang padi. Selain berperan sebagai “jembatan”
penghubung dari bagian anaerobic (lapisan tanah dengan ketersedian oksigen
rendah) tanah dengan atmosfir, perakaran dari tanaman padi juga berperan
memberi suplai karbon dalam bentuk eksudat akar yang merupakan bahan pembentuk
CH4 pada tanah (Setyanto 2008).
Prinsip utama dalam mengurangi
emisi CH4 dari lahan sawah adalah dengan merubah mekanisme
dekomposisi anaerobic bahan organic tanah ke dekomposisi secara aerobic
sehingga yang dihasilkan gas CO2. Sepeti halnya hukum kekekalan
energi yang menyebutkan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan
tetapi dapat mengalami perubahan dari bentuk energi yang satu ke bentuk yang
lain. Untuk itu apabila sejumlah energi karbon dalam tanah dapat dirubah
menjadi CO2,
maka upaya mitigasi emisi CH4 dari lahan sawah dapat berlangsung
karena mekanisme rosot CO2 lebih sederhana dibandingkan CH4.
Banyak teknologi yang
sudah teruji di lahan pertanian untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup
sebagai antisipasi anomali iklim. Salah satu teknologi tersebut adalah Mina
Padi. Mina padi itu juga dinilai sebagai salah satu solusi dalam menangani
rendahnya produktivitas akibat dari cuaca ekstrim yang merupakan dampak dari
perubahan anomali iklim. Mina padi diketahui dapat menyuburkan lahan melalui
kotoran ikan yang membantu percepatan perbaikan lingkungan karena dengan pola
ini, maka akan mengurangi gas metan yang dibuang dari sisa pemupukan (Ashari
2009).
Budidaya mina padi
merupakan salah satu sistem yang praktis untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan lahan pada areal pertanian padi sawah yang sempit dengan cara memanfaatkan
kolom air di areal sawah sebagai media pemeliharaan ikan. Konsep utama dalam
mereduksi emisi gas metan dari lahan sawah adalah dengan meningkatkan
konsentrasi oksigen pada lapisan anaerobik tanah (rizosfir) dan mengurangi
suplai karbon yang mudah terurai. Dengan bertambahnya konsentrasi oksigen,
proses produksi gas metan dapat berkurang karena gas metan teroksidasi secara
biologi oleh bakteri metanotropik.
Ikan juga dapat
membatasi tumbuhnya tanaman lain yang bersifat kompetitor dengan padi dalam
pemanfaatan unsur hara, sehingga mampu mengurangi biaya penyiangan tanaman
liar. Selain itu, mina padi harus didukung dengan pemilihan varietas padi.
Penggunaan varietas yang unggul dan adaptif terhadap praktek pertanian terpadu
akan mengurangi input pupuk kimia. Aktivitas ini akan mengurangi emisi N2O
dari pupuk kimia dengan tetap mempertahankan kualitas produk pertanian.
Pengurangan penggunaan
pupuk anorganik sebesar 30% dapat mereduksi emisi gas metan ke udara.
Penggunaan pupuk anorganik secara intensif dan penemuan varietas-varietas padi
berumur genjah merangsang tingkat kenaikan produksi padi karena bisa menambah
periode tanam. Amonium sulfat ((NH4)2SO4) dan
urea (CO(NH2)2) dengan kandungan N berturut-turut sebesar
20,5% dan 45% adalah sumber N utama buat tanaman padi. Penggunaan pupuk
tersebut ternyata berperan besar terhadap emisi dan mitigasi gas metan dari
lahan sawah.
Pengembangan budidaya
mina padi merupakan program Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Gerakan
Sejuta Hektar Mina Padi (GENTANADI) yang diharapkan dapat mendatangkan beberapa
keuntungan yaitu secara umum menyelamatkan lingkungan dari emisi Gas Rumah kaca
(GRK) dan juga terhadap petani dalam proses pemenuhan kebutuhan pupuk organik
yang ramah lingkungan serta mendukung pencapaian sasaran produksi perikanan
hingga 35,3%.
Melalui Minapadi
pendapatan petani juga dapat diselamatkan meskipun padi yang dihasilkan
mengalami kegagalan panen akibat serangan hama maupun akibat perubahan iklim.
Program ini diharapkan dapat meningkatkan gizi keluarga petani menjadi lebih
baik karena petani dapat meningkatkan konsumsi ikan bagi keluarganya dari hasil
perikanan di lahan pertanian yang dikelolanya (Fadel, 2011).
Dalam program Minapadi,
petani sebaiknya menggunakan pemilihan jenis ikan dan padi unggul sesuai dengan
kondisi lahan, daya serap dan nilai ekonomis yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan pendapatan. Para petani dapat memanfaatkan berbagai jenis ikan yang
sudah biasa ditanam di sawah (ikan mas, tawes, nilem, nila). Salah satunya
yaitu belut.
Belut merupakan ikan
yang cukup adaptif dan sangat cocok dibudidayakan di daerah berlumpur. Pangan
belut cukup fleksibel, sehingga petani tidak perlu membeli pakan ikan yang
khusus. Selain itu, harga jual belut dipasaran pun cukup tinggi.
Belut memiliki
kemampuan untuk melubangi tanah. Ini memungkinkan pengurangan olah tanah pada
sawah. Hal ini dapat mendorong efisiensi pengolahan tanah pada sawah tanpa
mengesampingkan faktor lingkungan.
Perspektif sistem
usahatani padi-ikan dalam meningkatkan pendapatan petani adalah jika hasil padi
telah mencapai tingkat maksimum sampai batas potensi genetik varietas dan days
dukung lingkungan (carrying capacity), maka sasaran program intensifikasi
adalah mempertahankan tingkat produktivitas padi dan meningkatkan pendapatan
petani.
Rekayasa teknik tanam
padi dengan cara tanam jajar legowo 2:1 atau 4:l, berdasarkan hasil penelitian
terbukti dapat meningkatkan produksi padi sebesar 12-22%. Disamping itu sistem
legowo yang memberikan ruang yang luas (lorong) sangat cocok dikombinasikan
dengan pemeliharaan ikan (minapadi legowo). Hasil ikan yang diperoleh mampu
menutup sebagian biaya usahatani, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.
Teknologi legowo
merupakan rekayasa teknik tanam dengan mengatur jarak tanam antar rumpun dan
antar barisan sehingga terjadi pemadatan rumpun padi dalam barisan dan melebar
jarak antar barisan sehingga seolah-olah rumpun padi berada dibarisan pinggir
dari pertanaman yang memperoleh manfaat sebagai tanaman pinggir (border
effect). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumpun padi yang berada di barisan
pinggir hasilnya 1,5 – 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan produksi rumpun
padi yang berada di bagian dalam.
Pada cara tanam jajar
legowo 2:1, semua maupun tanaman seolah-olah berada pada barisan pinggir
pematang, sedangkan pada cara tanam jajar legowo 4:1, separuh tanaman berada
pada bagian pinggir (mendapat manfaat border effect). Beberapa keuntungannya
antara lain:
1. Jumlah
rumpan padi meningkat sampai 33°/a/ha.
2. Meningkatkan
produktivitas padi 12-22%.
3. Memudahkan
pemeliharaan tanaman.
4. Masa pemelihamanikandapatlebihlama,yaitu 7075 hari. dibanding cara tandur jajar
biasa yang hanya 45 hari.
5. Hasil
ikan yang diperoleh dapat menutupi sebagian biaya usaha tani.
6. Dapat
meningkatkan pendapatan usahatani antara 30-50%.
BAB V
SIMPULAN
Kesimpulan yang dapat
diambil yaitu:
1. Perbedaan
monokultur dan polikultur terletak pada jumlah jenis tanaman yang ditanam dalam
satu wilayah yang sama serta tinggi rendahnya tingkat terserangnya hama. Monokultur
merupakan penanaman satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama.
Polikultur menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang
sama. Tingkat terserangnya hama pada system polikultur lebih kecil jika
dibandingkan dengan system monokultur.
2. Polikultur
mina padi belut adalah cara yang digunakan untuk menggabungkan teknik budidaya
padi dan pemeliharaan ikan belut, yang dilakukan secara bersamaan dalam satu
wilayah yang sama. Tujuan polikultur mina padi belut yaitu untuk memaksimalkan
pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, mengefisiensikan modal, tenaga dan waktu
guna menghasilkan lebih dan satu komoditas.
3. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam melakukan budidaya polikultur mina padi belut
antara lain yaitu tingkat kesuburan sawah yang digunakan, jenis padi dan ikan
yang digunakan, tingkat pemeliharaan pengairan, dan jarak antar tanaman.
4. Manfaat
yang diperoleh dengan menerapkan system polikultur mina belut antara lain dapat
meningkatkan pendapatan, meningkatkan produksi padi, percepatan perbaikan
lingkungan karena dengan pola mina padi akan mengurangi gas metan yang dibuang
dari sisa pemupukan, penghematan pengeluaran pemerintah untuk subsidi pupuk, peningkatan
konsumsi ikan, pengembangan industri dipedesaan, memperbaiki struktur tanah, dan berkurangnya hama.
DAFTAR
PUSTAKA
Setyanto, P. 2008. Mitigasi
Gas Metan Pada Lahan Sawah.
balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/…/tanah
sawah10.pdf.
9 April 2014. 17.05
Ashari
H. 2009. Kelola alam: Peran mina padi mereduksi emisi gas metan (CH4) di udara
sebagai antisipasi anomaly iklim. http://hanyadarialam.blogspot.com/2011/05/peran-mina-padi-mereduksi-emisi-gas.html. Diakses tanggal 9 April 2014. 17.08
Muhammad, fadel. 2011. Prospek Industri
Perikanan.
http://silma.blog.ugm.ac.id/2011/06/13/prospek-industri-perikanan-5-tahun-yang-akan-datang/.9
April 2014.17.10
Efendi, Mahmud. 1992. Analisa Usaha Tani
Minapadi : Jayapura. Balai Informasi Pertanian Irian Jaya.
Cruz, E. M., and Z. H., Shehadeh, 1980.
Preliminary Results on Integrated Pig Fish and Duck-Fish Production Test. In
Integrated Agnculture-Aquaculture Farming Systems. R.S.V. Pullin and Z.H.
Shehadeh (eds.) Proc. Of the ICLARMSEARCA, Manila 6-9 August 1979. p 225-256.
Hopkins, K. D., and E.M. Cruz., 1982.
The ICLARM-CLU integrated animal-fish farming project: final report. FAC-CLSU —
ICLARM Tech.Report 5 Manila, 96.
Dela Cruz, C. R., 1980. Integrated
Agriculture-Aquaculture Farming Systems in the Philippines, with Two Cases Studies
on Simultaneous and Rotational Rice-Fish Culture. In Integrated
Agriculture-Aquaculture Farmings Systems. R.S.V. Pullin and Z.H. Shehadeh
(eds.) Proc. Of the ICLARM-SEARCA, Manila 6-9 August 1979. p 209-223.
Rustadi, 1979. Pengaruh Padat Penebaran
Terhadap Hasil Udang Galah (M. rosenbergii) pada Pemeliharaan Bersama Padi
dengan Teknik Sawah Berbeda. Skripsi S1 Fak. Pertanian UGM. 7 hal. Rustadi,
1984. Integrated Rice-Fish-Sheep Farming System. Tesis Master of Science.,
Central Luzon State University, Philippines.
Comments
Post a Comment