KEPUNAHAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KESEJAHTERAAN MANUSIA

MAKALAH BODIVERSITAS
 KEPUNAHAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
DAN KESEJAHTERAAN MANUSIA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Keanekaragam hayati merupakan ungkapan pernyataan terdapatnya berbagai macam variasi, bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan ekosistem, tingkatan jenis dan tingkatan genetik. Keanekaragaman hayati menurut UU no 50 tahun 1994 adalah keanekaragaman diantara makhluk hidup dari semua sumber yang termasuk diantaranya dataran, ekosistem ekuatik lain, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman dalam spesies , antara spesies dan ekosistem. Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Secara garis besar, keanekaragaman hayati terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu keanekaragaman gen, jenis dan ekosistem.
Pertumbuhan penduduk dunia saat ini mencapai 1,14% yang artinya rata-rata perubahan populasi sekitar 80 juta pertahun. Meningkatnya pertumbuhan sebanding dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia sebagian besar diambil dari alam seperti makanan, minuman, pakaian yang merupakan olahan dari serat alam, rumah yang membutuhkan kayu dan bahan pembangun lainnya dari alam, dan juga kendaraan yang bahan bakarnya seperti bensin mengambil energi dari alam. Rumah bukan hanya mengambil kayu dari alam tetapi manusia membutuhkan lahan untuk membangun rumah, pemukiman, atau perkantoran. Sumber makanan yang dibutuhkan manusia juga sebagian memerlukan pembukaan lahan untuk perkebunan, ladang, dan sawah.
Kebutuhan manusia mengharuskan adanya pembukaan lahan dan pengambilan sumber daya alam, hal ini dapat mengancam keanekaragaman hayati jika dilakukan secara terus menerus dan eksploitasi yang berlebihan. Keanekaragaman hayati yang terancam jika dibiarkan secara terus menerus akan menyebabkan kepunahan. Kepunahan adalah fenomena alamiah yang terjadi sejak kehidupan berevolusi pertama kali, laju kepunahanlah yang menjadi penyebab krisis keanekaragaman. Laju kepunahan spesies tidak dapat ditentukan dengan tepat, tetapi dapat diperkirakan bahwa saat ini laju kepunahan sudah termasuk tinggi, dan ini terjadi karena aktivitas manusia telah mengancam keanekaragaman hayati disemua tingkat baik tingkat gen, tingkat spesies, dan tingkat ekosistem.
Kepunahan keragaman hayati dapat mengancam kesejahteraan manusia, hal itulah yang menyebabkan keharusan peduli terhadap kepunahan keragaman hayati. Menurut E.O.Wilson seorang biofilia, keharusan peduli terhadap kepunahan alasan termurninya karena adanya perasaan yang terhubung ke alam dalam bentu-bentuk yang lain. Kepercayaan bahwa spesies-spesies lain berhak hidup adalah tema yang ada pada banyak agama dan mendasari argument moral bahwa adanya keharusan untuk melindungi biodiversitas. Menurut G.H.Brundtland seorang bekas perdana mentri Norwegia, anggaplah bumi ini merupakan pinjaman dari anak-cucu dan bukan merupakan pinjaman nenek-moyang. Selain justifikasi filosofis dan moral semacam itu, keanekaragaman spesies dan genetis memberi banyak manfaat praktis. Sesuai dengan judul dan ulasan latar belakang, penulis ingin mengulas tentang kepunahan keragaman hayati yang dapat memengaruhi kesejahteraan manusia.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang, didapatkan rumusan masalah yaitu:
1.      Bagaimana aktifitas manusia yang dapat mengancam keanekaragaman hayati?
2.      Bagaimana dampak ancaman keanekaragaman hayati di tiap tingkat keanekaragaman hayati?
3.      Bagaimana keuntungan keanekaragaman hayati bagi kesejahteran manusia?

1.3  Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1.      Mengetahui aktifitas manusia yang dapat mengancam keanekaragaman hayati.
2.      Mengetahui dampak ancaman keanekaragaman hayati di tiap tingkat keanekaragaman hayati.
3.      Mengetahui keuntungan keanekaragaman hayati bagi kesejahteran manusia.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Aktifitas Manusia yang dapat Mengancam Keanekaragaman Hayati
2.1.1   Hilangnya Habitat
Perubahan oleh manusia adalah ancaman tunggal terbesar bagi keanekaragaman hayati diseluruh biosfer. Hilangnya habitat disebabkan oleh pertanian, perkembangan wilayah perkotaan, kehutanan, penambangan, dan pencemaran. Pemanasan global telah mengubah habitat-habitat saat ini dan nantinya memiliki efek yang lebih besar di abad ini. Sewaktu tidak ada habitat alternatif yang tersedia atau suatu spesies tidak dapat berpindah, hilangnya habitat bisa berarti kepunahan. IUCN menunjukkan penghancuran habitat fisik untuk 73% spesies yang telah menjadi punah (extinct), terancam punah (endangered), rentan (vulnerable), atau langkah (rare) dalam beberapa tahun terakhir.
Kehilangan habitat dan fragmentasi dapat terjadi di wilayah-wilayah yang sangat luas. Sebagai contoh, kira-kira 98% dari hutan tropis kering di amerika tengah dan meksiko telah digunduli (ditebangi). Pengundulan hutan hujan tropis di Negara bagian Veracruz, Meksiko, sebagian besar untuk penggembalaan sapi, telah menyebabkan kehilangan sekitar 91% hutan asli, menyisakan kepulauan hutan-hutan kecil yang terfragmentasi akibat aktivitas-aktivitas manusia.
Pada hampir semua kasus, fragmentasi habitat menyebabkan hilangnya spesies, sejak populasi-populasi yang lebih kecil dalam fragmen-fragmen habitat memiliki probabilitas kepunahan lokal yang lebih tinggi. Prairi di Amerika Utara merupakan suatu contoh: prairie menutupi orang eropa pertama tiba, namun kini tersisa kurang dari 0,1% dari area asli. Survei keanekaragaman 54 tumbuhan prairi Wisconsin yang tersisa dilakukan pada 1948-1954 dan kemudian diulangi pada 1987-1988. Selama tiga dekade diantara survei-survei tersebut, berbagai fragmen prairi kehilangan sekitar 8%-60% spesies tumbuhan.
Walaupun sebagian besar penelitian telah difokuskan pada ekosistem darat, hilangnya habitat juga merupakan ancaman utama biodiversitas perairan, terutama di sekitar pesisir benua dan di sekitar terumbu karang. Sekitar 93% terumbu karang, yang tergolong komunitas paling kaya spesies di bumi, telah rusak akibat aktivitas manusia. Dengan laju perusakan ini, 40-50% terumbu karang, rumah bagi sepertiga spesies ikan laut, dapat hilang dalam 30-40 tahun mendatang. Habita-habitat perairan tawar juga menghilang, seringkali akibat bendungan, reservoir, modifikasi kanal, dan regulasi aliran sungai yang kini memengaruhi sebagian besar sungai-sungai di dunia. Sebagai contoh, lebih dari 30 dam dan pintu air yang dibangun di sepanjang cekungan Sungai Mobile, di Amerika Serikat bagian tenggara, mengubah kedalaman dan aliran sungai, sehingga turut mendorong kepunahan lebih dari 40 spesies karang dan siput endemik.
2.1.2        Spesies Hasil Introduksi
Spesies hasil introduksi (introduced spesies), disebut juga spesies bukan asli atau eksotis, adalah spesies yang dipindahkan oleh manusia, baik secara sengaja ataupun tidak sengaja, dari lokasi spesies tersebut ke wilayah geografis yang baru. Perjalanan manusia yang cepat dengan menggunakan kapal laut dan pesawat terbang telah mempercepat transplantasi spesies. Bebas dari predator, parasit, dan pathogen yang membatasi populasi di habitat aslinya, spesies yang ditransplantasikan semacam itu dapat menyebar sangat cepat ke seluruh wilayah baru.
Beberapa spesies hasil introduksi yang dapat hidup di wilayah baru mengganggu komunitas di wilayah tersebut, seringkali karena spesies semacam itu memangsa organisme asli atau memangsa organisme asli dalam memprebutkan sumber daya. Ular pohon cokelat terintroduksi secara tidak sengaja ke pulau guam sebagai ‘penumpang gelap’ dalam kargo militer setelah perang dunia II. Sejak saat itu, 12 spesies burung dan 6 spesies kadal yang dimangsa oleh ular tersebut menjadi punah di Guam. Kerang zebra yang sangat merusak terintroduksi ke Great Lakes, Amerika Utara, pada 1988, kemungkinan besar di dalam air pemberat (ballast water) kapal yang tiba dari Eropa. Dikenal sebagai moluska pemakan suspensi yang efisien dan pembentuk koloni yang rapat, kerang zebra sangat merusak ekosistem perairan tawar, sehingga mengancam spesies asli perairan tersebut. Kerang zebra juga menyumbat struktur-struktur penyaluran air, sehingga mengganggu suplai air untuk perumahan dan indrustri serta menyebabkan kerusakan yang bernilai miliaran dolar.
Manusia telah sengaja mengintroduksi banyak spesies dengan maksud baik, namun efeknya mendatangkan bencana. Sebagai contoh, sejenis tumbuhan asia yang disebut kudzu, yang pernah diintroduksi departemen pertanian AS di AS bagian selatan untuk membantu mengontrol erosi, telah menguasai area yang sangat luas dari bentang alam daerah tersebut. Jalak Eropa yang sengaja dibawa ke Central Park, New York, pada 1890 oleh sekelompok warga yang berniat mengintroduksi semua tumbuhan dan hewan dalam drama-drama Shakespeare, menyebar secara cepat di seluruh Amerika Utara, sehingga meningkatkan populasi hingga lebih dari 100 juta ekor dan menggantikan banyak burung pengicau asli.
Spesies hasil introduksi merupakan masalah di seluruh dunia, berkontribusi terhadap sekitar 40% kepunahan yang tercatat sejak 1750 dan mendatangkan kerugian miliaran dolar per tahun akibat kerusakan dan biaya untuk pengendalian. Saat ini terdapat lebih dari 50.000 spesies hasil introduksi di Amerika Serikat.
2.1.3        Eksploitasi Berlebihan
Istilah eksploitasi berlebihan (overexploitation) umumnya mengacu pada manusia yang menangkapi organisme liar pada laju yang melebihi kemampuan populasi spesies tersebut untuk kembali ke tingkat semula. Spesies dengan habitat yang terbatas, seperti pulau kecil, terutama rawan terhadap eksploitasi berlebihan. Salah satu spesies tersebut adalah auk besar, sejenis burung laut berukuran besar yang tidak bisa terbang, yang ditemuka di pulau-pulau samudra Atlantik Utara. Pada tahun 1840-an, manusia telah berburu auk besar hingga punah demi memenuhi permintaan terhadap bulu, telur, dan daging burung tersebut.
Yang juga rawan terhadap eksploitasi berlebihan adalah organisme besar dengan laju reproduksi intrinsic yang rendah, seperti gajah, badak, dan paus. Penyusutan jumlah hewan darat terbesar yang ada saat ini di bumi, gajah Afrika, merupakan contoh klasik dari dampak eksploitasi berlebihan. Terutama diakibatkan oleh perdagangan gading, populasi gajah telah menyusut di sebagian besar afrika selama 50 tahun terakhir. Pelarangan internasional terhadap penjualan gading baru mengakibatkan peningkatan perburuan illegal, sehingga larangan itu tidak berpenagaruh besar di sebagian afrika tengah dan timur. Hanya di Afrika Selatan, di tempat kawanan-kawanan dahulu menyusut dilindungi dengan baik selama hampir seabad, populasi gajah tetap stabil atau bahkan meningkat.
Para ahli biologi konservasi semakin banyak menggunakan peralatan genetika molecular untuk melacak asal-usul jaringan yang diambil dari spesies yang terancam (threatened) atau terancam punah (endangered). Misalnya, Samuel Wasser dan para koleganya, di University of Washington, menciptakan peta referensi DNA untuk gajah afrika dengan menggunakan DNA yang diisolasi dari kotoran gajah. Dengan membandingkan peta referansi ini dengan DNA yang diisolasi dari sampel kecil gading yang diambil secara legal maupun tidak, mereka dapat menentukan dimana gajah itu dibunuh dalam jarak berapa ratus kilometer. Serupa dengan itu, para ahli biologi yang menggunakan analisis filogenetis DNA mitokondria (mtDNA) menunjukkan bahwa sebagian daging pau yang dijual di pasar ikan jepang berasal dari spesies yang ditangkap secara illegal, termasuk sirip paus dan paus bungkuk, yang terancam punah.
Banyak populasi ikan laut yang penting secara komersial, yang dahulu diduga tidak akan pernah habis, telah berkurang secara drastis akibat penangkapan ikan berlebihan. Ledakan populasi manusia meningkatkan permintaan terhadap protein, ditambah dengan adanya teknologi penangkapan ikan baru, seperti long-line fishing dan pukat (trawler) modern, telah mengurangi populasi ikan-ikan ini hingga tingkat yang tidak dapat menjamin eksploitasi lebih lanjut. Nasib tuna sirip biru atlantik utara hanyalah salah salah satu contoh. Hingga beberapa dekade lalu, tuna besar ini hanya dianggap sebagai ikan untuk olahraga memancing dengan nilai komersial yang kecil-hanya beberapa sen per pound untuk pakan kucing. Kemudian pada tahun 1980-an, penjual grosir mulai mengirim tuna sirip biru segar yang dibekukan dengan pesawat ke jepang untuk sushi dan sashimi. Di pasar jepang, ikan itu kini diharhargai 100 dollar per pound. Dengan peningkatan penangkapan ikan yang dipicu dengan harga tinggi, hanya perlu sepuluh tahun saja untuk mengurangi populasi tuna sirip biru atlantik utara bagian barat hingga kurang dari 20% dari populasi tahun 1980. Kehancuran penagkapan ikan northen cod di lepas pantai Newfoundland pada tahun 1990-an merupakan contoh yang lebih baru tentang kemungkinan penangkapan berlebih terhadap spesies yang dahulu sangat umum.

2.2 Dampak Ancaman Keanekaragaman Hayati di Tiap Tingkat Keanekaragaman Hayati
Biodiversity (biodiversitas), sebutan ringkas untuk biological diversity atau keanekaragaman hayati, dapat di golongkan dalam tiga tingkat utama: keanekaragaman genetis, keanekaragaman spesies dan keanekaragaman ekosistem.
2.2.1        Keanekaragaman Genetis
Keanekaragam genetis tidak hanya terdiri dari variasi genetis individual dalam suatu populasi, namun juga variasi genetis di antara populasi-populasi yang sering kali diasosiasikan terhadap kondisi lokal. Jika sebuah populasi menjadi punah, maka suatu spesies mungkin telah kehilangan sebagian dari keanekaragaman genetis yang memungkinkan terjadinya mikroevolusi. Erosi keanekaragaman genetis ini pada gilirannya mengurangi prospek adaptif dari spesies tersebut.
Hilangnya keanekaragaman genetis di seluruh biosfer juga memengaruhi kesejahteraan manusia. Jika kita kehilangan populasi liar dari tumbuhan yang berkerabat dekat dengan spesies pertanian, kita kehilangan sumber daya genetis untuk memperbaiki kualitas tanaman pangan, seperti resistansi terhadap penyakit, melalui pemuliaan tanaman. Sebagai contoh, para pemulia tanaman merespon bahwa wabah virus grussy stunt yang panas pada padi (Oryza sativa) dengan menampis 7000 populasi spesies ini dan kerabat-kerabat dekatnya untuk menemukan resistansi terhadap virus tersebut. Salah satu populasi dari kerabat padi, padi india (Oryza nivara) menunjukkan resistansi terhadap virus tersebut, dan para sintis berhasil memuliakan sifat resisten itu ke dalam varietas padai komersial. Kini populasi asli yang resisten terhadap penyakit itu tampaknya telah punah di alam bebas.
2.2.2        Keanekaragaman Spesies
Kesadaran publik tentang krisis biodiversitas berpusat pada keanekaragaman spesies, beranekaragam spesies dalam suatu ekosistem atau di seluruh biosfer. Seiring makin banyak spesies yang hilang akibat kepunahan, keanekaragaman spesies berkurang. U.S. Endangered Species Act (ESA) mendefinisikan spesies terancam punah (endangered species) sebagai spesies yang berada dalam bahaya kepunahan di seluruh atau sebagian wilayah tempat hidupnya. Demi perlindungan, ESA juga mendefinisikan spesies terancam (threatened species) sebagai spesies yang tampaknya akan punah tidak lama lagi. Berikut ini hanyalah segelintir statistik yang mengilustrasikan masalah kepunahan spesies:
Ø  Berdasarkan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), 12% dari hampir 10.000 spesies burung yang diketahui dan setidaknya 20% dari hampir 5000 spesies mamalia yang diketahui tergolong terancam (threatened).
Ø  Sebuah survei yang dilakukan oleh Center of Plant Conversation menunjukkan bahwa lebih dari 20.000 spesies tumbuhan yang diketahui di Amerika Serikat, 200 spesies menjadi punah sejak catatan semacam itu dibuat, dan 730 diantaranya terancam punah (endangered) atau terancam (threatened).
Ø  Sekitar 20% spesies ikan air tawar yang telah di ketahui di dunia telah punah selama sejarah manusia atau sangat terancam. Di Amerika Utara, 123 spesies ikan air tawar telah punah sejak 1900, dan ratusan spesies yang lain terancam. Laju kepunahan untuk fauna air tawar Amerika Utara sekitar lima kali lebih tinggi daripada laju kepunahan hewan darat.
Ø  Menurut sebuah laporan tahun 2004 di jurnal Science yang didasarkan pada pengkajian global amfibia yang dikenal berstatus sangat dekat dengan kepunahan atau terancam punah.
Kepunahan spesies dapat bersifat lokal; misalnya, suatu spesies mungkin hilang di salah satu system sungai, namun sintas di system yang berdekatan. Kepunahan global spesies berarti bahwa spesies tersebut hilang dari semua ekosistem tempat ia hidup, dan tidak akan tergantikan selamanya.
2.2.3        Keanekaragaman Ekosistem
Beraneka ragam ekosistem di biosfer merupakan tingkat ketiga keanekaragamn hayati. Akibat jejaring interaksi komunitas di antara populasi-populasi dari spesies yang berbeda-beda dalam sebuah ekosistem, kepunahan lokal sebuah spesies mungkin berdampak negatif pasa seluruh kekayaan spesies dari komunitas tersebut. Sebagai contoh, kelelawar yang di sebut flying fox adalah penyerbuk dan penyebar biji penting di kepulauan pasifik, tempat mereka mengalami tekanan yang semakin besar dari pemburu yang menjualnya sebagai makanan mewah. Para ahli biologi konservasi mengkhawatirkan bahwa kepunahan flying fox juga akan membahayakan tumbuh-tumbuhan asli dari kepulauan Samoa, yang lebih dari 79% di antaranya bergantung pada flying fox untuk polinasi dan penyebaran biji.
Beberapa ekosistem telah mulai mengalami dampak yang serius akibat manusia, sementara yang lain terus diubah pada kecepatan yang tinggi. Sebagai contoh, sejak kolonisasi oleh orang-orang eropa, lebih dari 50% lahan basah di Amerika Serikat telah di keringkan dan di konversi menjadi ekosisteem lain, terutama ekosistem pertanian. Di Calivornia, Arizona, dan New Meksiko, kira-kira 90% dari komunitas sepadan asli telah dipengaruhi oleh pengembalaan berlebihan, kontrol banjir, pengalihan air, penurunan muka air tanah, dan invasi oleh tumbuh-tumbuhan bukan asli daerah tersebut.

2.3    Keuntungan Keanekaragaman Hayati bagi Kesejahteran Manusia
2.3.1        Keuntungan Keanekaragaman Spesies dan Genetik
Banyak spesies yang terancam (threatened) dapat berpotensi menyediakan tanaman pangan serat, dan obat yang bermanfaat bagi manusia, sehingga biodiversitas menjadi sumber daya alam yang sangat penting. Di Amerika Serikat, sekitar 25% resep yang ditebus di apotek mengandung zat-zat yang berasal dari tumbuhan. Pada tahun 1970-an, para peneliti menemukan bahwa Tapak Dara Ros (Rosy periwinkle) yang tumbuh di pulau Madagaskar, di lepas pantai Afrika, mengandung alkaloid yang menghambat pertumbuhan sel kanker yang mematikan, penyakit Hodkin, dan suatu bentuk leukemia pada anak-anak, yang menunjukkan perbaikan kondisi pasien pada sebagian besar kasus. Madagaskar juga menjadi rumah bagi 5 spesies tapak dara lainnya, yang salah satunya mendekati kepunahan. Hilangnya spesies-spesies ini akan berarti hilangnya kemungkinan untuk memperoleh manfaat medis dari tumbuhan tersebut.
Setiap kehilangan spesies berarti kehilangan gen-gen yang unik, yang beberapa diantaranya dapat mengkode banyak protein-protein yang sangat berguna. Contohnya seperti polymerase taq, sejenis DNA polymerase yang diektrasi pertama kali dari bakteri Thermus aquaticus di mata air panas di taman nasional Yellowstone. Enzi mini merupakan bagian yang esensial dari reaksi berantai polimerase (polymerase chain reaction, PCR) karena stabil pada suhu tinggi yang dibutuhkan untuk PCR. DNA daari banyak spesies prokariota yang lain dalam berbagai macam lingkungan digunakan untuk produksi protein masal untuk obat-obatan baru, makanan, pengganti minyak bumi, zat-zat kimia indrustri, dan produk-produk lain. Akan tetapi, karena jutaan spesies dapat punah sebelum diketahui oleh manusia, kita mungkin kehilangan potensi genetis berharga yang tidak akan diperoleh lagi dalam pustaka gen-gen yang unik dari spesies-spesies tersebut.
2.3.2    Keuntungan Keanekaragaman Ekosistem
            Manfaat-manfaat yang diberikan oleh spesies individual kepada manusia seringkali sangat penting, namun menyelamatkan spesies individual hanyalah satu bagian dari alasan untuk menyelamatkan ekosistem. Manusia berevolusi dalam ekosistem-ekkosistem bumi, dan kita mengandalkan sistem-sistem ini serta para penghuninya untuk kesintasan. Jasa ekosistem mencangkup semuan proses yang di dalamnya terdapat ekosistem-ekosistem alamiah yang membantu menjaga keberlangsungan hidup manusia di bumi. Ekosistem mendetoksifikasi dan mendekomposisi limbah dan mengurangi dampak dari cuaca ekstrim dan banjir. Organisme-organisme dalam ekosistem menyerbuki tanaman pangan, mengontrol hama, serta menciptakan dan mempertahankan tanah. Terlebih lagi, ekosistem menyediakan semua jasa ini dan jasa-jasa lain yang tak terhitung jumlahnya dengan gratis.
            Dalam sebuah artikel tahun 1977 yang controversial, ahli ekologi Robert Costanza dan para koleganya memperkirakan nilai dari jasa-jasa ekosistem bumi sebesar 33 triliun dolar pertahu, hampir dua kali lipat produk nasional bruto semua Negara di bumi pada saat itu. Mungkin lebih realistis, dan lebih bermakna, untuk menghitung pada skala yang lebih kecil. Pada 1996, New York City menginvestasikan lebih dari 1 miliar dolar untuk membeli tanah dan merestorasi habitat di Pegunungan Catskill, sumber sebagian besar air tawar kota tersebut. Investasi ini didorong oleh peningkatan pencemaran air oleh limbah cair, pestisida, dan pupuk. Dengan memanfaatkan jasa-jasa ekosistem untuk memurnikan air secara alamiah, kota tersebut menghemat 8 triliun dolar yang harus di belanjakannya untuk membangun instalasi penyaringan air baru dan 300 juta dolar per tahun untuk mengoprasikan instalasi tersebut.
            Ada semakin banyak bukti bahwa pemfungsian ekosisten, dan kapasitasnya untuk melaksanakan jasa-jasa, terkait dengan keanekaragaman hayati. Saat aktivitas manusia mengurangi keanekaragaman hayati, ini berarti sedang mengurangi kapasitas ekosistem-ekosistem planet ini untuk melaksanakan proses-proses yang sangat penting bagi kesintasan kita sendiri.



BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Keanekaragaman Hayati
Berikut beberapa pengertian keanekaragaman hayati menurut ahli:
a.    Keanekaragaman hayati adalah variabilitas di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk interaksi ekosistem terestrial, pesisir dan lautan dan ekosistem akuatik lain serta kompleks ekologik tempat hidup makhluk hidup menjadi bagiannya. Hal ini meliputi keanekaragaman jenis, antar jenis dan ekosistem (Convention on Biological Diversity, 1993).
b.    Keanekaragaman hayati menurut pendapat ahli yang lain  yaitu Sudarsono dkk (2005: 6) menyebutkan bahwa keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumber daya hayati berupa jenis maupun kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis), keanekaragaman antarjenis dan keanekaragaman ekosistem.
c.    Keanekaragaman hayati atau biodiversitas menurut Global Village Translations (2007:4) adalah semua kehidupan di atas bumi ini baik tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme serta berbagai materi genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman sistem ekologi di mana mereka hidup. Termasuk didalamnya kelimpahan dan keanekaragaman genetik relatif dari organisme-organisme yang berasal dari semua habitat baik yang ada di darat, laut maupun sistem-sistem perairan lainnya.
d.   Keanekaragaman hayati yang lebih mudah dari keanekaragaman hayati adalah kelimpahan berbagai jenis sumberdaya alam hayati (tumbuhan dan hewan) yang terdapat di muka bumi (Ani Mardiastuti, 1999: 1).

3.2 Tingkatan Keanekaragaman Hayati
Tingkatan Keanekaragaman Hayati adalah keanekaragaman hayati mencakup semua bentuk kehidupan di muka bumi, mulai dari makhluk sederhana seperti jamur dan bakteri hingga makhluk yang mampu berpikir seperti manusia (Bappenas, 2004: 6). Tingkatan keanekaragaman hayati di bagi menjadi tiga yaitu keanekaragaman tingkat gen, keanekaragaman tingkat spesies, dan keanekaragaman tingkat ekosistem.
3.2.1    Keanekaragaman Tingkat Gen
Keanekaragaman genetik merupakan variasi genetik dalam satu spesies baik di antara populasi-populasi yang terpisah secara geografik maupun di antara individu-individu dalam satu populasi. Individu dalam satu populasi memiliki perbedaan genetik antara satu dengan lainnya. Variasi genetik timbul karena setiap individu mempunyai bentuk-bentuk gen yang khas. Variasi genetik bertambah ketika keturunan menerima kombinasi unik gen dan kromosom dari induknya melalui rekombinasi gen yang terjadi melalui reproduksi seksual. Proses inilah yang meningkatkan potensi variasi genetik dengan mengatur ulang alela secara acak sehingga timbul kombinasi yang berbeda-beda (Mochamad Indrawan, 2007: 15-25).
3.2.2    Keanekaragaman Tingkat Spesies
Keanekaragaman spesies mencakup seluruh spesies yang ditemukan di bumi, termasuk bakteri dan protista serta spesies dari kingdom bersel banyak (tumbuhan, jamur, hewan, yang bersel banyak atau multiseluler). Spesies dapat diartikan sebagai sekelompok individu yang menunjukkan beberapa karakteristik penting berbeda dari kelompok-kelompok lain baik secara morfologi, fisiologi atau biokimia. Definisi spesies secara morfologis ini yang paling banyak digunakan oleh pada taksonom yang mengkhususkan diri untuk mengklasifikasikan spesies dan mengidentifikasi spesimen yang belum diketahui (Mochamad Indrawan, 2007: 16-18).
3.2.3    Keanekaragaman Tingkat Ekosistem
Keanekaragaman ekosistem merupakan komunitas biologi  yang berbeda serta asosiasinya dengan lingkungan fisik (ekosistem) masing-masing (Mochamad Indrawan, 2007: 15).



KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penulisan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa : 
1.    Berbagai macam aktivitas manusia dapat mengancam keanekaragaman hayati pada skala lokal, regional, dan global. Ancaman yang didatangkan melalui aktivitas-aktivitas ini terbagi dalam tiga tipe utama: hilangnya habitat, spesies hasil introduksi, dan eksploitasi berlebihan.
2.    Hilangnya keanekaragaman genetis di seluruh biosfer juga memengaruhi kesejahteraan manusia. Kepunahan lokal sebuah spesies mungkin berdampak negatif pada seluruh kekayaan spesies dari komunitas tersebut. Beberapa ekosistem telah mulai mengalami dampak yang serius akibat manusia.
3.    Sebagai manusia seharusnya menjaga keanekaragaman hayati karena sebenarnya keanekaragaman hayati membawa keuntungan yang banyak bagi manusia di bumi ini.



DAFTAR PUSTAKA

http://www.worldometers.info/world-population/#countries à jumat 4 april 2014
http://pustaka.pandani.web.id/2013/06/pengertian-keanekaragaman-hayati.html

Comments