Kebisingan

                                                      BAB I                                                         
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
      Kemajuan teknologi dalam industri otomotif yang semakin pesat di era globalisasi membuat semakin mudah masyarakat merasakan kemudahan dalam aspek transportasi. Segala bentuk alat transportasi mulai dari kendaraan umum seperti bus, angkutan umum, hingga kendaraan pribadi semakin padat di jalanan sampai saat ini. Harga yang murah untuk mendapat kemudahan dalam sektor transportasi serta kecepatan dalam mencapai tujuan atau tempat menjadi alasan semakin padatnya kendaraan di jalanan. Adanya dukungan perekonomian mengakibatkan masyarakat memiliki kendaraan bermotor dan mobil terus meningkat setiap tahunnya.
       Tentunya hal ini akan menimbulkan berbagai masalah bagi kualitas suatu lingkungan. Adapun masalah yang timbul antara lain pencemaran udara berupa buangan gas kendaraan bermotor, masalah kesehatan masyarakat akibat pencemaran dan polusi suara berupa kebisingan. Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan dan berpotensi mengganggu kepekaan pendengaran manusia. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999 menyebutkan bahwa kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang berada pada titik tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
      Salah satu hal yang dapat memicu terjadinya kebisingan yaitu padatnya aktivitas kendaraan di jalan raya. Kebisingan yang ditimbulkan dari aktivitas kendaraan di jalan raya bersumber dari berbagai hal antara lain, suara mesin kendaraan, bunyi klakson kendaraan saat akan mendahului atau memberi peringatan, gesekan antara roda dengan badan jalan dan kecepatan pengemudi saat memngemudikan kendaraannya. Banyak dampak yang muncul akibat terjadinya kebisingan antara lain terjadinya gangguan pada sistem pendengaran manusia. Ditjen PPM dan PLP, Depkes RI (1995), menyatakan bahwa 8 – 12% penduduk dunia telah menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk dan di perkirakan angka tersebut terus akan meningkat , dan pada tahun 2001 diperkirakan angka tersebut terus  akan meningkat , dan pada tahu 2001 diperkirakan 120 juta penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran akibat kebisingan.
      Menurut Peraturan Pemerintah Repulik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012 tentang kendaraan kebisingan suara diukur berdasarkan energi suara dalam satuan desibel atau dB. Intensitas suara, kelembaban dan durasi waktu tentunya sangat berpengaruh terhadap tingkat kebisingan suara di jalan raya. Oleh sebab itu, pengukuran kebisingan jalan raya perlu dianalisis sehingga dapat diketauhi tingkat kebisingan di suatu jalan raya.

1.2    Rumusan masalah
1.    Bagaimana cara pengukuran kebisingan jalan raya dan cara pengolahan data yang diperoleh dari hasil pengukuran kebisingan di Jalan Dharmahusada Indah?
2.    Bagaimana korelasi antara kelembaban dengan tingkat kebisingan Jalan Dharmahusada Indah?  

1.3    Tujuan dan Manfaat
1.3.1    Tujuan
1.    Mengetahui cara pengukuran kebisingan jalan raya dan cara pengolahan data yang diperoleh dari hasil pengukuran kebisingan di Jalan Dharmahusada Indah.
2.    Mengetahui korelasi antara kelembaban dengan tingkat kebisingan Jalan Dharmahusada Indah.

1.3.2    Manfaat   
1.    Bagi pratikan mampu menambah wawasan dalam pengukuran kebisingan dan tingkat kebisingan di wilayah sekitar yaitu Jalan Dharmahusada Indah.

2.    Bagi masyarakat  dapat menjadi referensi terhadap tingkat kebisingan di sekitar lingkungan tempat mereka tinggal sehingga meminimalisir terjadinya dampak negatif akibat kebisingan di Jalan Dharmahusada Indah. 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kebisingan
      Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Jadi kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Heinz, 2011).
      Sementara dalam bidang kesehatan kerja, kebisingan diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran, baik secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran) maupun secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, dan pola waktu (Gabriel, 1996). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi maupun suara-suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan, serta dapat menimbulkan gangguan pendengaran (ketulian). Berdasarkan  SK MENLH No: Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, termasuk ternak, satwa, dan sistem alam.

2.2.  Klasifikasi Kebisingan
       Peraturan Menteri Kesehatan  RI nomor 718/MENKES/PER/XI/1987 menyebutkan pembagian tingkat kebisingan menurut empat  zona (Wiyadi 1996):
1. Zona A (Kebisingan antara 35 dB  sampai 45 dB)
Zona yang diperuntukkan bagi penelitian, rumah sakit, tempat perawatan  kesehatan atau sosial dan sejenisnya.
2. Zona B (Kebisingan antara 45 dB  sampai 55 dB)
Zona yang diperuntukkan bagi perumahan, tempat pendidikan, rekreasi dan sejenisnya.
3. Zona C (Kebisingan antara 50 dB sampai 60 dB)
Zona yang diperuntukkan bagi perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar dan sejenisnya.
4. Zona D (Kebisingan antara 60 dB sampai 70 dB).
Zona yang diperuntukkan bagi industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bus dan sejenisnya. Tingkat bising yang diperbolehkan pada masing-masing kawasan berbeda-beda (Tabel 2.2)  seperti  pada lingkungan sekolah, tingkat bising yang diperbolehkan adalah 5 dB (SK Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor KEP.48/MENLH/11/1996).
Tabel 2.2 Nilai Baku Tingkat Kebisingan Kep. Men – 48/MEN.LH/11/1996)
Peruntukan kawasan/Lingkungan Kegiatan Tingkat kebisingan (dB)
Tingkat Kebisingan
(dB)
a. Peruntukan kawasan
1. Perumahan dan pemukiman
2. Perdagangan dan jasa
3. Perkantoran 
4. Taman (ruang terbuka hijau)
5. Industri
6. Kantor pemerintahan
7. Tempat rekreasi
8. Khusus:
- Bandar Udara
- Stasiun Kereta Api
- Pelabuhan Laut
- Cagar Budaya
b. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah sakit atau sejenisnya
2. Sekolah atau  sejenisnya
3. Tempat  ibadah atau sejenisnya

55
70
65
50
70
60
70

70
70
70
60

55
55
55




















2.3. Sumber Kebisingan
      Bunyi yang menimbulkan bising disebabkan oleh sumber yang bergetar. Getaran sumber suara mengganggu molekul-molekul udara di sekitar sehingga molekul-molekul ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola rambatan longitudinal (Antonius, 2008). Bermacam-macam sumber kebisingan yang merupakan dampak dari aktivitas berbagai proyek pembangunan dapat dibagi ke dalam empat tipe pembangunan yaitu:
1. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan pemukiman;
2. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan gedung bukan untuk tempat tinggal tetap, misalnya untuk perkantoran, gedung umum, hotel, rumah sakit, sekolah dan lain sebagainya;
3. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan industri;
4. Sumber  kebisingan dari tipe pekerjaan umum, misalnya jalan, saluran induk air, selokan induk air, dan lainnya.
Dilihat dari sifat sumber kebisingan dibagi menjadi dua yaitu:
1.  Sumber kebisingan statis, misalnya pabrik, mesin, tape, dan lainnya;
2. Sumber kebisingan dinamis, misalnya mobil, pesawat terbang, kapal laut, dan lainnya.
Sedangkan sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara yang dikeluarkannya ada dua:
1. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/ bola/ lingkaran.
Contohnya sumber bising dari mesin-mesin industri/ mesin yang tak bergerak;
2. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis,  contohnya kebisingan yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak di jalan.
Berdasarkan letak sumber suaranya, kebisingan dibagi menjadi:
1. Bising Interior
Merupakan  bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga atau mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan oleh radio, televisi, alat-alat musik, danjuga bising yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang ada di gedung tersebut seperti kipas angin, motor kompresor pendingin, pencuci piring dan lain-lain.
2. Bising Eksterior
      Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut, maupun udara,  dan alat-alat konstruksi.

2.4 Intensitas Kebisingan
      Intensitas kebisingan (bunyi) adalah arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB),  dengan membandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat di dengar oleh manusia normal. Desibel adalah satu per sepuluh  bel, sebuah satuan yang dinamakan untuk menghormati Alexander Graham Bell. Satuan  bel terlalu besar untuk digunakan dalam kebanyakan keperluan, maka digunakan satuan desibel yang disingkat dB (Christina, 2003).
Tabel 2.4 Skala Intensitas Kebisingan dan Sumbernya (Kep.Men 48/MEN.LH/11/1996)
Skala
Intensitas
Sumber Kebisingan
1.    Kerusakan alat pendengaran
2.    Menyebabkan tuli
3.    Sangat hiruk


4.    Kuat

5.    Sedang


6.  Tenang 20 – 30

7.    Sangat tenang 10 – 20

120
100 – 110
80 – 90


60 – 70

40 – 50


20 – 30

10 – 20
Batas dengar tertinggi.
Halilintar, meriam, mesin uap.
Hiruk pikuk jalan raya, perusahaan sangat gaduh, peluit polisi.
Kantor bising, jalanan pada umumnya, radio, perusahaan.
Rumah gaduh, kantor pada umumnya, percakapan kuat, radio perlahan.
Rumah tenang, kantor perorangan, auditorium, percakapan.
Suara daun berbisik (batas
pendengaran terendah).

2.5. Kebisingan di Jalan Raya
      Berbagai negara di dunia yang terus mengalami perkembangan lalu lintas akan diiringi pula dengan penambahan tingkat kebisingan di sepanjang jalan raya.  Lalu lintas di jalan raya merupakan sumber utama kebisingan yang mengganggu  sebagian besar masyarakat perkotaan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa kebisingan lalu lintas adalah sumber utama ketergangguan lingkungan. Penelitian membuktikan adanya korelasi positif antara tingkat kebisingan dan tingkat ketergangguan. Bunyi yang ditimbulkan oleh lalu lintas adalah bunyi  dengan tingkat suara yang  tidak konstan. Tingkat gangguan kebisingan yang berasal dari bunyi lalu lintasdipengaruhi oleh tingkat suaranya, seberapa sering terjadi dalam satu satuan waktu, serta frekuensi bunyi yang dihasilkannya(Christina, 2003).

2.6 Nilai Ambang Batas Kebisingan
      Nilai Ambang Batas (NAB) atau baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Satuan tingkat intensitas bunyi adalah  decibel (dB). Sound Level Meter (SLM) adalah alat standar untuk mengukur intensitas kebisingan. Prinsip kerja alat tersebut adalah dengan mengukur tingkat tekanan  bunyi. Tekanan bunyi adalah penyimpangan dalam tekanan atmosfir yang disebabkan oleh getaran partikel udara karena adanya gelombang yang dinyatakan sebagai amplitudo dari fluktuasi tekanan. SLM menunjukkan skala A, B dan C yang merupakan skala pengukuran tiga jeniskarakter respon frekuensi. Skala A merupakan skala yang paling mewakili batasan pendengaran manusia dan respon telinga terhadap kebisingan.  Jadi dB (A) adalah satuan tingkat kebisingan dalam kelas A, yaitu kelas yang sesuai dengan respon telinga manusia normal.  Kebisingan akibat lalu lintas dan kebisingan yang dapat mengganggu pendengaran manusia termasuk dalam skala A yang dinyatakan dalam satuan dB (A) (Suskiyanto, 2011).

2.7 Dampak Kebisingan
      Suara yang tidak diinginkan akan memberikan efek yang kurang baik terhadap kesehatan. Suara merupakan gelombang mekanik yang dihantarkan oleh suatu medium yaitu umumnya oleh udara. Kualitas dan kuantitas suara ditentukan antara lain oleh intensitas (loudness), frekuensi, periodesitas (kontinyu atau terputus) dan durasinya. Faktor-faktor tersebut juga ikut mempengaruhi dampak suatu kebisingan terhadap kesehatan (Antonius, 2008).
      Kebisingan dapat  menimbulkan  gangguan pada indera pendengaran antara lain  trauma akustik, ketulian sementara, hingga ketulian permanen. Trauma akustik adalah gangguan  pendengaran yang disebabkan oleh pemaparan tungal akibat intensitas kebisingan yang sangat tinggi dan terjadi secara tiba-tiba. Ketulian sementara merupakan gangguan pendengaran yang sifatnya sementara, daya dengar mampu pulih kembali berkisar dari beberapa menit sampai beberapa hari (3-10 hari). Jika seseorang terpapar pada suara di atas nilai kritis tertentu kemudian dipindahkan dari sumber suara tersebut, maka nilai ambang pendengaran orang tersebut akan meningkat; dengan kata lain, pendengaran orang tersebut berkurang. Jika pendengaran kembali normal dalam waktu singkat, maka pergeseran nilai ambang ini terjadi sementara. Fenomena ini dinamakan kelelahan auditorik (Harrington, 2003)
      Kebisingan mempengaruhi kesehatan manusia baik secara fisik  maupun psikologis. Pada tahun 1993, WHO mengakui efek kesehatan penduduk yang berasal dari kebisingan, antara lain ketergangguan pola tidur, kardiovaskuler, sistem pernafasan, psikologis, fisiologis, dan pendengaran.  Kebisingan juga berpengaruh negatif dalam komunikasi, produktivitas dan perilaku sosial. Efek psikologis akibat kebisingan termasuk hipertensi, takikardia, peningkatan pelepasan kortisol dan stres fisiologis meningkat. Efek psikologis dari kebisingan biasanya tidak  terlihat dengan baik dan sering diabaikan. Penelitian  di  Amerika Serikat dan   di  New Zealand menyatakan bahwa kebisingan dapat menurunkan kualitas hidup seseorang. Penelitian di Netherlands membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara prevalensi efek kebisingan terhadap kesehatan seseorang dengan intensitas kebisingan (Harrington, 2003).
Respon masyarakat terhadap sumber bising tergantung dari:
1. Bagaimana variasi bising setiap waktu termasuk jenis bising.
Hal ini berhubungan dengan kebisingan yang tetap (steady noise) tidak terlalu mengganggu seperti bising yang bervariasi keras suaranya atau bising jalan raya yang intermiten, dan waktu yang sedikit sumber bising mengeluarkan tingkat bising yang tinggi sedikit pengaruhnya terhadap masyarakat.
2. Waktu terjadinya bising
Bising yang terjadi pada malam hari di permukiman akan mengganggu tidur.
3. Lokasi dari sumber bising
Berkaitan penggunaan lahan yang sensitif terhadap bising. Faktor yang menentukan dampak bising adalah berapa keras dan berapa lama paparan bising yang akan sampai pada penduduk sekitar.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu
3.1.1 Tempat
      Praktikum ini dilaksanakan di pertigaan jalan Raya Dharmahusada Surabaya.

3.1.2 Waktu
      Praktikum dilaksanakan pada pada hari Selasa tanggal 17 September 2013 pukul 8.50 – 9.50 WIB.

3.2 Alat dan Bahan Praktikum
3.2.1 Alat Praktikum
      Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Sound Level Meter dengan merk YTE, Sling Psycrometer dengan merk ERTCO dan Stopwatch dengan merk Diamond.  
3.2.2 Bahan Praktikum
      Tidak ada bahan yang digunakan pada praktikum kebisingan jalan raya ini.
3.3 Cara Kerja
      Alat-alat dipersiapkan terlebih dahulu sebelum praktikum dimulai. Lokasi titik sampling ditentukan, yaitu tepat pada jalur hijau pertigaan antara jalan Raya Dharmahusada dengan Kawasan Perumahan Dharmahusada. Cukup dibutuhkan 4 praktikan pada praktikum ini, praktikan pertama bertugas mengukur kelembapan udara menggunakan Sling Psycrometer selama 3 menit, praktikan kedua bertugas membawa stopwatch dan menginformasikan setiap 10 detik kepada praktikan ketiga dimana praktikan ketiga disini bertugas mengukur kebisingan menggunakan Sound Level Meter hingga setiap detik ke 10 pada stopwatch praktikan ketiga harus memberitahu praktikan keempat untuk mencatat tingkat intensitas kebisingan yang ditunjukan oleh jarum SLM pada tabel data.  Pengukuran dilakukan selama 10 menit dengan selang waktu 10 detik. Jadi dalam sepuluh menit dapat diperoleh 60 buah data. Tunggu 5 menit untuk beristirahat lalu ulangi percobaan 3 kali lagi, selama 1 jam pengukuran akan memperoleh data sebanyak 60 dikali 4 kali percobaan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil Pengamatan
      Terlampir.

4.2  Analisis Data
Tabel 4.2.1 Hasil Analisis Data
Nilai
Frek. (f)
Batas Bawah (U)
Batas Atas (V)
f > U
f < V
SPL (%)
Titik Tengah
61-65
6
60,5
65,5
240
4
100.00%
62,5
66-70
88
65,5
70,5
236
47
98.33%
67,5
71-75
101
70,5
75,5
135
148
56.25%
72,5
76-80
43
75,5
80,5
92
236
38.33%
77,5
81-85
4
80,5
85,5
88
240
36.67%
83,5
Jumlah
240


1.      Menentukan SPL
SPL = f > u x 100%
              n

·         SPL 90 = 65,5
·         SPL 10 = 80,5

2.      Menghitung Traffic Sound Noise
TNI = 4(SPL­­10 – SPL90) + SPL90 - 30
TNI = 4(80,5-65,5) + 65,5 – 30
       = 95,5 dB

3.      Fluktuasi Kelembaban
Tabel 4.2.2 Data Pengukuran Kelembaban
seri 1
60%
seri 2
58%
seri 3
62%
seri 4
58%





1.      Fluktuasi Tingkat Kebisingan
Tabel 4.2.3 Data Pengukuran Tingkat Kebisingan
Seri 1
71,30
Seri 2
72,72
Seri 3
72,03
Seri 4
71,90

4.3 Pembahasan
      Praktikum kebisingan jalan raya merupakan praktikum yang bertujuan agar mahasiswa mampu mengukur kebisingan di jalan raya. Praktikum kebisingan jalan raya juga sebagai sarana pembelajaran prinsip kerja dan penggunaan Sound Level Meter (SML) serta mempelajari cara pengukuran kebisingan jalan raya dan cara pengolahan data yang diperoleh.
      Kebisingan adalah suatu kondisi ketidaknyamanan telinga karena bunyi yang sangat mengganggu dan tidak dikehendaki. Bunyi tersebut bisa berasal dari kendaraan bermotor, oprasional pabrik, dan bunyi-bunyi lain yang terdengar keras. Bunyi sendiri disebabkan karena adanya perubahan tekanan (di udara, air, atau media lain). Bunyi memiliki energi yang tingkatanya diukur dalam satuan decibel  (dB).
      Praktikum kebisingan jalan raya dilakukan di pertigaan Jalan Raya Darma Husada Indah, pada pukul 07.30 WIB – 08.30 WIB. Praktikum dimulai dengan mengukur tingkat kebisingan menggunakan SLM setiap sepuluh menit sekali dengan selang istirahat selama 5 menit. Selang istirahat tersebut dilakukan untuk mengantisipasi perbedaan volume kendaraan yang berlalu-lalang. Pada waktu yang sama pula diukur kelembapan udara di tempat pelaksanaan praktikum.
       Pengukuran kelembaban digunakan untuk mengetahui tingkat kelembaban di tempat tersebut. Kelembaban yang tinggi berpengaruh terhadap tingkat rambat gelombang bunyi pada SLM. Semakin besar nilai kelembapan maka semakin lama rambat gelombang mencapai detector SLM, begitu juga sebaliknya. Jika suhu panas, maka cepat rambat bunyi di udara semakin besar karena partikel udara merenggang dan mengalami pemuaian sehingga daya hambat udara pada bunyi menjadi kecil.
      Pada praktikum didapati nilai kelembaban di  Jalan Darama Husada Indah sebesar 59,5%. Nilai kelembaban didapat berdasarkan perhitungan selama 4 kali. Besar nilai kelembaban seri pertama adalah 60%, kedua 58%, ketiga 62%, dan seri terakhir 58%. Nilai kelembaban dirata-rata dan menghasilkan nilai  kelembaban sebesar 59,5%. Hasil menunjukkan nilai kelembaban yang tinggi. Nilai yang cukup lembab pada musim kemarau dan cuaca yang cerah dimungkinkan karena waktu praktikum yang masih pagi, yaitu jam  07.30 WIB – 08.30 WIB.
      Berdasarkan data kelembaban dapat diperkirakan bahwa intensitas bunyi yang terdengar akan lebih tinggi jika kelembabannya rendah atau bisa dikatakan intensitas bunyi akan lebih tinggi di siang hari. Namun, besar nilai kebisingan tidak hanya ditentukan oleh kelembaban saja, tetapi ditentukan pula oleh banyak atau besar sumber bunyi yang mempengaruhi. Sumber bunyi yang mempengaruhi tempat praktikum adalah kendaraan bermotor.  Kendaraan bermotor yang berlalu lalang di sekitar perumahan Darmahusada Indah di dominasi oleh mobil, sepeda motor, dan truk..
      Besar intensitas bunyi dapat menentukan bunyi tersebut merupakan kategori bising ataupun bukan. Intensitas bunyi dapat diukur menggunakan SLM. Prinsip kerja SLM adalah menangkap suara yang ada di sekitar SLM yang kemudian menyebabkan jarum analog menunjuk ke besar nilai intensitas bunyi dalam satuan dB. Kebisingan di area praktikum sendiri banyak dipengaruhi oleh sirene ambulance, klakson mobil serta bunyi mesin yang dihasilkan semua kendaraan bermotor terutama truk dan sepeda motor. Bunyi yang cukup keras  dihasilkan oleh klakson mobil dan sirene ambulance. Kisaran intensitas bunyi yang dihasilkan klakson mobil dan sirene ambulance sebesar 78 hingga 80,5 dB. Dimungkinkan bunyi yang tertangkap SLM lebih besar jika sumber bunyi lebih dekat dengan SLM. Kebisingan juga dipengaruhi oleh arah angin, namun pada saat praktikum tidak dilakukan pendeteksian arah angin.
      Besar kebisingan dapat dihitung menggunakan rumus Traffic Noise Index (TNI). Nilai TNI didapat dengan mengumpulkan 240 data yang diambil selama 60 menit. Data-data yang didapat kemudian di kelompokkan kedalam rentang nilai terendah 61-65 dan tertinggi 81-85. Frekuensi nilai yang sering keluar adalah 70-75 dB sebanyak 101 kali. Dengan perhitungan berulang sebanyak 240 kali, maka dapat dicari tingkat tekanan bunyi 10% dan 90% (SPL10 dan SPL90). SPL10 sebesar 80,5 dan SPL90 sebesar 65,5.
      Setelah menemukan besar SPL maka dapat dihitung nilai TNI menggunakan rumus  TNI = 4(SPL­­10 – SPL90) + SPL90 – 30. Hasil perhitungan menghasilkan nilai
kebisingan sebesar 95,5 dB. Besar tingkat kebisingan yang didapat dikategorikan sangat besar jika kebisingan tersebut ada di lingkungan perumahan Jalan Darmahusada Indah merupakan lingkungan perumahan. Jika nilai yang di dapat lebih dari 55 dB, berarti pemerintah harus lebih memperhatikan masalah kebisinngan tersebut. Tertulis pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1996, telah disebutkan bahwa tinggat kebisingan yang dapat ditolerir di perumahan dan pemukiman sebesar 55 dB. Kebisingan yang berulang-ulang dan tidak dapat diadaptasi oleh individu dapat menyebabkan terjadinya stres. Keadaan bising juga dapat berakibat kelainan pada sistem pendengaran serta menurunkan kemampuan dalam berkomunikasi, disamping sebagai penyebab stres yanng dapat memodulasi sistem imun.
 BAB V
KESIMPULAN

1.1  Kesimpulan
      Praktikum pengukuran jalan raya di Jl Darma Husada Indah menghasilkan kesimpulan berupa :
1.     Sound Level Meter (SLM) sebagai alat pengukur intensitas bunyi memiliki prinsip kerja yaitu menangkap getaran yang memiliki perubahan tekanan (di udara, air atau media lain) dengan detector yang dimiliki. Ketika menyalakan tombol ‘on’ pada SLM maka otomatis alat akan bekerja dan jarum akan menunjukkan besar intensitas bunyi yang didapat. Cara pengukuran kebisingan jalan raya yaitu dengan mendapatkan data intensitas bunyi secara berulang. Data yang diperoleh dicari nilai SPL (tingkat tekanan bunyi). Nilai SPL yang dicari adalah SPL 10% dan 90%. Besar kebisingan sendiri dapat dihitung menggunakan rumus TNI = 4(SPL­­10 – SPL90) + SPL90 – 30.
2.     Korelasi antara kelembaban dengan tingkat kebisingan Jalan Dharmahusada Indah adalah jika semakin rendah nilai kelembaban maka tingkat kebisingan semakin tinggi, jika nilai kelembaban tinggi maka tingkat kebisingan rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa korelasi antara kelembaban dengan tingkat kebisingan berbanding terbalik.
1.2  Saran
1.      Praktikan memahami materi dan prosedur kerja tentang praktikum “Kebisingan Jalan Raya” terlebih dahulu sebelum praktikum.
2.      Praktikan lebih teliti dan tepat waktu ketika membaca atau menentukan skala Sound Level Meter.





DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1996a. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.11 Tentang Kebisingan.
Anonim. 1996b. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.11 Tentang Nilai Baku   Mutu Tingkat Kebisingan.
Anonim. 1996c. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.11 Tentang Skala Intensitas Kebisingan dan Sumbernya.
Anonim. 1987. Peraturan Menteri Kesehatan No. XI Tentang Tingkat Kebisingan.
E. V. Christina. 2003. Akustika Bangunan. Erlangga: Jakarta. Halaman 59-60
Heinz. Frick, dkk. 2008. Ilmu Fisika Bangunan. Konisius: Yogyakarta. Halaman 141-146
Gabriel J. F. 1996. Fisika Kedokteran. EGC: Jakarta. Halaman 93
Harrington, J. M. 2003. Kesehatan Kerja. EGC: Jakarta. Halaman 172-177
Suskiyanto Bambang, Frick Heinz. 2011. Dasar-dasar Arsitektur Ekologis. Konisius: Yogyakarta. Halaman 45-48
Siahaan N. H. T. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi pembangunan. Erlangga: Jakarta. Halaman 299
Wiyadi. 1996. Kurang Dengar karena Kebisingan sebagai Salah Satu Penyakit Akibat Kerja. PERHATI: Malang. Halaman 3



Comments