Mangrove (Laporan Ekologi Umum)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Wilayah kepulauan Indonesia sebagian besar terdiri dari wilayah kepulauan. Wilayah kepulauan terdiri dari wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti penting dan strategis karena merupakan wilayah interaksi atau peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang memiliki sifat unik, dan mengandung produksi biologi yang cukup besar serta jasa lingkungannya (Rahmawaty, 2006).
Pesisir dan pantai dipengaruhi oleh proses-proses yang ada di darat maupun yang ada di laut. Wilayah demikian disebut sebagai ekoton, yaitu daerah transisi yang sangat tajam antara dua atau lebih komunitas. Sebagai daerah transisi, ekoton dihuni oleh organisme yang berasal dari kedua komunitas tersebut, yang secara berangsur-angsur menghilang dan diganti oleh spesies lain yang merupakan ciri ekoton, dimana seringkali kelimpahannya  lebih besar dari komunitas yang mengapitnya (Odum, 1983). Wilayah pesisir merupakan ekosistem transisi yang dipengaruhi daratan dan lautan, yang mencakup beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem hutan mangrove (Rahmawaty, 2006).
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Secara ekologis, hutan mangrove merupakan tempat siklus rantai makanan karena tersedianya unsur hara. Sedangkan secara ekonomis hutan mangrove menyediakan berbagai jenis tumbuhan yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan manusia, seperti kayu bakar, bahan bangunan, obat-obatan, bahan baku kertas, dan lain sebagainya (Anonim, 2010).
Dengan sangat pentingnya fungsi ekologis hutan mangrove bagi lingkungan sekitar, salah satu aspek harus diketahui dari hutan mangrove yaitu zonasi hutan mangrove. Zonasi hutan mangrove penting diketahui agar bisa mengetahui, apakah ada spesies atau jenis dari mangrove yang menyusun hutan mangrove mengalami gangguan di dalam ekosistemnya atau tidak. Selain itu, zonasi penting diketahui agar komposisi hutan mangrove dapat diketahui apa saja jenis atau spesies penyusunnya.

1.2 Rumusan Permasalahan
1.      Jenis mangrove apa saja yang terdapat di Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya?
2.      Bagaimana zonasi mangrove yang terdapat di Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya?
1.3 Tujuan
1.      Mengetahui jenis mangrove apa saja yang terdapat di Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya.

2.      Mengetahui zonasi mangrove yang terdapat di Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya.

vBAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Tinjauan Umum mengenai Mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut.  Sedangkan dalam bahasa Portugis, kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, dan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut (Macnae, 1968).
Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai subtropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Hutan mangrove adalah tumbuhan halofit yang hidup di sepanjang areal pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi sampai daerah mendekati ketinggian rata-rata air laut yang tumbuh di daerah tropis dan subtropik (Aksornkoae, 1993).
Dengan demikian secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, dan muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam.  Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya di dalam suatu habitat mangrove (Macnae, 1968).
Ruang lingkup sumberdaya mangrove secara keseluruhan terdiri atas:
1.    Satu atau lebih spesies tumbuhan yang hidupnya terbatas di habitat mangrove
2.    Spesies-spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat  mangrove, namun juga dapat hidup di habitat non-mangrove
3.    Biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut kerak, cendawan, ganggang, bakteri dan lain-lain) baik yang hidupnya menetap, sementara, sekali-sekali, biasa ditemukan, kebetulan maupun khusus hidup di habitat mangrove
4.    Proses-proses alamiah yang berperan dalam mempertahankan ekosistem ini baik yang berada di daerah bervegetasi maupun di luarnya
5.    Daratan terbuka atau hamparan lumpur yang berada antara batas hutan sebenarnya dengan laut (Macnae, 1968).
Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah, salinitas tanahnya yang tinggi, serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi (Aksornkoae, 1993).
2.2  Tinjauan Umum mengenai Fungsi atau Manfaat Hutan mangrove
Beberapa manfaat dan fungsi hutan mangrove dapat dikelompokan sebagai berikut:
1.2.1   Manfaat / Fungsi Fisik :
Berikut ini adalah manfaat atau fungsi fisik dari hutan mangrove:
1.        Menjaga agar garis pantai tetap stabil
2.        Melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi dan abrasi.
3.        Menahan badai atau angin kencang dari laut
4.        Menahan hasil proses penimbunan lumpur, sehingga memungkinkan terbentuknya lahan baru.
5.        Menjadi wilayah penyangga, serta berfungsi menyaring air laut menjadi air daratan yang tawar
6.        Mengolah limbah beracun, penghasil O2 dan penyerap CO2 (Dahuri, 2003).


2.2.2   Manfaat / Fungsi Biologis :
Berikut ini adalah manfaat atau fungsi biologis dari hutan mangrove:
1.         Menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi plankton, sehingga penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan
2.         Tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan udang
3.         Tempat berlindung, bersarang dan berkembang biak dari burung dan satwa lain
4.         Sumber plasma nutfah dan sumber genetik
5.         Merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota (Dahuri, 2003).

1.2.3.      Manfaat / Fungsi Ekonomis :
Berikut ini adalah manfaat atau fungsi ekonomis dari hutan mangrove:
1.         Penghasil kayu, seperti: kayu bakar, arang, dan bahan bangunan
2.         Penghasil bahan baku industri, seperti: pulp, tanin, kertas, tekstil, makanan, obat-obatan, kosmetik, dll.
3.         Penghasil bibit ikan, nener, kerang, kepiting, bandeng melalui pola tambak silvofishery
4.         Tempat wisata, penelitian dan pendidikan (Dahuri, 2003).

1.3              Tinjauan Umum mengenai Klasifikasi Hutan mangrove
Hutan mangrove di Indonesia dibagi menjadi 4 kelas, yaitu:
1.      Delta, terbentuk di muara sungai yang berkisaran pasang surut rendah,
2.      Dataran lumpur, terletak di pinggiran pantai,
3.      Dataran pulau, berbentuk sebuah pulau kecil yang pada waktu surut rendah muncul di atas permukaan air
4.      Dataran pantai, habitat mangrove yang merupakan jalur sempit memanjang sejajar garis pantai (Dahuri, 2003).


Sedangkan klasifikasi mangrove berdasarkan morfologinya yaitu:
1.      Overwash Mangrove Forest
Mangrove merah merupakan jenis yang dominan, sering dibanjiri dan dibilas oleh pasang, menghasilkan ekspor bahan organik dengan tingkat yang tinggi. Tinggi pohon maksimum adalah sekitar 7 meter.
2.      Fringe Mangrove Forest
Mangrove fringe ini ditemukan sepanjang terusan air, digambarkan sepanjang garis pantai yang tingginya lebih dari rata-rata pasang naik. Ketinggian mangrove maksimum adalah sekitar 10 meter.
3.      Riverine Mangrove Forest
Kelompok ini mungkin adalah hutan yang tinggi letaknya sepanjang daerah pasang surut sungai dan teluk,  merupakan daerah pembilasan reguler.  Ketiga jenis bakau, yaitu putih  (Laguncularia racemosa), hitam (Avicennia germinans) dan mangrove  merah (Rhizophora mangle) adalah terdapat di dalamnya. Tingginya rata- rata dapat mencapai 18-20 meter.
4.      Basin Mangrove Forest
Kelompok ini biasanya adalah jenis yang kerdil terletak di bagian dalam rawa Karena tekanan runoff terestrial yang menyebabkan terbentuknya  cekungan atau terusan ke arah pantai.  Bakau merah terdapat dimana ada pasang surut yang membilas tetapi ke arah yang  lebih dekat pulau, mangrove putih dan  hitam lebih mendominasi. Pohon dapat  mencapai tinggi 15 meter.
5.      Hammock  Forest
Biasanya serupa dengan tipe 4 di atas tetapi mereka ditemukan pada  lokasi sedikit lebih tinggi dari area  yang melingkupi. Semua jenis ada tetapi  tingginya jarang lebih dari 5 meter.
6.      Scrub or Dwarf Forest
Jenis komunitas ini secara khas ditemukan  di pinggiran yang rendah. Semua dari  tiga jenis ditemukan tetapi jarang  melebihi 1.5 m ( 4.9 kaki). Nutrient merupakan faktor pembatas.
1.4              Tinjauan Umum Mengenai Zonasi dan Lingkungan Fisik Hutan mangrove
Menurut Bengen (2001), penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia :
1.         Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia sp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia sp. yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
2.         Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora sp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera sp. dan Xylocarpus spp.
3.         Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera sp
4.          Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.
Jenis-jenis tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi adalah:
1.      Jenis tanah
Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda, yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya, bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut. Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang (Bengen, 2001).
2.      Terpaan ombak
Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih tenang, yang serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas dibagian ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak besar (Bengen, 2001).
3.       Penggenangan oleh air pasang
       Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya, bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan. Dalam menghadapi variasi-variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove, yang biasanya berlapis-lapis mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering (Bengen, 2001).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1    Waktu dan Tempat Penelitian
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 12 Juni 2012 pukul 15.00 WIB-17.00 WIB di lokasi penelitian Ekowisata Wonorejo.

3.2.    Alat dan Bahan
  Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kamera digital, alat tulis, dan buku identifikasi.

3.3.            Cara Kerja
Tabel. 3.3.1 Cara kerja

1. Adapun cara kerja dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Titik untuk tempat penelitian ditentukan
2. Mangrove yang ada didokumentasikan dengan kamera digital
3. Ciri-ciri daun, batang, dan akar diamati dan dicatat
4. Zonasi yang terbentuk diamati dan digambar
5. Jenis mangrove yang ditemukan diidentifikasi 

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh data-data sebagai berikut:
Tabel 4.1.1  Data Hasil Pengamatan Jenis Mangrove
No.
Jenis Mangrove
Identifikasi
Akar
Batang
Daun
Bunga
Buah
1.
Waru Laut
(Thespesia populnea)
Tipe akar papan (Plank Root)
Berkayu dan bercabang
Daun tunggal, tulang daun menjari, daun berbentuk hati/cordate (pangkal daun melebar), ujung daun lancip, meruncing ke arah ujung daun
-
-
2.

Bruguiera gymnorrhiza

Tipe akar lutut (Knee Root)
Berkayu, tidak bercabang
Daun tunggal, tulang daun lurus sejajar, daun berbentuk lancip/lanceolate, ujung daun meruncing
-
-
3.

Avicennia marina

Tipe akar cakar ayam
Batang kecil tunggal, banyak cabang
Daun majemuk, ujung daun agak membulat, bentuk daun oval
-
-
4.

Rhizophora mucronata

Akar tunjang (Still Root)
Batang kecil, banyak cabang
Daun tunggal, tulang daun lurus sejajar
-
-
5.
Nypa spp
Akar serabut
Batang tidak berkayu (palem), tidak bercabang
Daun tunggal, tulang daun lurus melengkung
-
-
6.
Acanthus spp
Akar lutut
(Knee Root)
Batang tidak berkayu, kecil, tidak bercabang
Daun tunggal, tepi daun bergerigi
-
-
7.
Sonneratia caseolaris

Akar tongkat
Batang berkayu dan bercabang
Daun majemuk
Benang sari merah
Buah bundar berwarna hijau

BAB V
KESIMPULAN

1.      Dari pengamatan yang telah dilakukan, jenis mangrove yang terdapat di Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya di antaranya adalah Waru Laut (Thespesia populnea), Bruguiera gymnorrhiza, Avicennia marina, Rhizophora mucronata, Nypa spp, Acanthus spp dan Sonneratia caseolaris dengan memliki ciri-ciri tersendiri yang terdapat dalam pembahasan.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2010. Laporan Mangrove. http://gusnar05.blogspot.com/2011/08/
laporan-mangrove.html. Diakses pada 9 Juni 2012.
Aksornkoae. 1993.  Ecology and Management of Mangrove. ICUN. Bangkok:
Thailand. pp 176.
Bengen, Dietriech G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan
Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan –IPB, Bogor.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan
Berkelanjutan Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Macnae,  W.  1968.  A  general  account  of  the  fauna and  flora  of  mangrove  swamps  and  forests  in  the Indo-West-Pacific  region.  Adv.  Mar.  Biol.  6:  73-270.
Rachmawati L, et al. 2003. Nilai Ekonomi Mangrove dan Kepedulian Masyarakat
terhadap Mangrove Delta Mahakam. Jakarta: PPK-LIPI.

Comments