BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perairan merupakan suatu ekosistem yang
memiliki peran dan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Kehidupan
di dalamnya sangat beragam. Mulai dari organisme mikroskopik sampai ukuran yang
makro dapat terlihat langsung oleh mata tanpa bantuan alat. Salah satu
organisme yang terdapat di perairan adalah plankton. Plankton merupakan
organisme mikroskopis
yang berada di permukaan perairan dan berfungsi sebagai produsen ekosistem perairan. Sebagai biota mikroskopis perairan, plankton sangat berperan sebagai produsen primer dan sekunder (Nybakken, 2012).
Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton.
Fitoplankton adalah plankton menyerupai tumbuhan
yang bebas melayang dan hanyut dalam perairan serta mampu berfotosintesis.
Zooplankton adalah organisme renik yang hidup melayang-layang mengikuti pergerakan
air yang berasal dari jasad hewani (Gusrina, 2008). Fitoplankton merupakan pensuplai utama oksigen terlarut
di perairan, sedangkan zooplankton meskipun sebagai pemanfaat langsung fitoplankton,
merupakan produsen sekunder perairan (Nybakken, 2012). Plankton merupakan makanan alami larva
organisme perairan.
Keragaman
spesies plankton di
dalam ekosistem perairan sering digunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui produktivitas primer
perairan dan
kondisi ekosistem
perairan tersebut. Kedua hal tersebut memiliki
hubungan yang saling mempengaruhi. Plankton menjadi salah satu bioindikator
untuk mengetahui produktivitas ekosistem perairan karena memiliki peran sebagai
produsen. Produktivitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik
yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Sedangkan ekosistem dengan
keragaman rendah adalah tidak stabil dan rentan terhadap pengaruh tekanan dari
luar dibandingkan dengan ekosistem yang memiliki keragaman tinggi. Kondisi
suatu ekosistem tidak stabil dan rentan yang terjadi dapat mempengaruhi
produktivitas primer perairan tersebut sehingga berdampak pada jaring makanan
ekosistem.
Berdasarkan penjelasan di atas, plankton memiliki peran yang sangat penting di dalam
ekosistem perairan. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum untuk
mempelajari plankton dengan faktor-faktor ekologisnya.
1.2 Permasalahan
Dalam praktikum ini permasalahan
yang ada adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana keragaman dan dominansi plankton
yang ditemukan dalam praktikum kali ini?
2. Apa saja jenis-jenis
plankton yang ditemukan dalam praktikum kali ini?
3. Apa hubungan antara keragaman plankton dengan kualitas
perairan?
1.3 Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui keragaman dan dominansi plankton yang ditemukan dalam praktikum kali ini.
2. Mengetahui jenis-jenis plankton yang ditemukan dalam praktikum
kali ini.
3. Mengetahui hubungan antara keragaman plankton dengan
kualitas perairan.
1.4 Hipotesis
1.4.1 Hipotesis Kerja
1. Jika keragaman plankton tinggi, kualitas perairan baik.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Plankton
Plankton merupakan kumpulan dari
organisme pelagis yang sangat mudah hanyut oleh gerakan massa air. Plankton
berbeda dengan nekton (ikan) yang juga merupakan organisme pelagis yang dapat berenang cukup kuat sehingga
dapat melawan gerakan massa air. Plankton juga memiliki perbedaan dengan bentos
yang terdiri dari organisme yang hidup di dasar perairan (Stewart, 1986).
Dalam klasifikasinya, organisme
plankton dapat dibedakan berdasakan:
1. Berdasarkan Fungsi
Plankton digolongkan menjadi empat golongan utama,
yaitu:
a. Fitoplankton
Fitoplankton atau plankton
nabati adalah tumbuhan yang hidupnya mengapung atau melayang di perairan.
Ukurannya sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat oleh mata telanjang.
Umumnya fitoplankton berukuran 2 µm – 200 µm
(1 µm = 0,001 mm).
Fitoplankton umumnya berupa individu bersel tunggal (Anonim1, 2010).
Fitoplankton
mempunyai fungsi penting di perairan karena bersifat autotrofik, yakni dapat
menghasilkan sendiri bahan organik makanannya. Selain itu, fitoplankton juga
mampu melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik karena
mengandung klorofil dan karena kemampuannya ini fitoplankton disebut sebagai primer
producer (Stewart,
1986).
b. Zooplankton
Zooplankton atau plankton hewani adalah hewan yang hidupnya mengapung atau
melayang dalam perairan. Kemampuan
berenangnya sangat terbatas hingga keberadaannya sangat
ditentukan kemana arus membawanya. Zooplankton bersifat heterotrofik, artinya
tidak dapat memproduksi sendiri bahan organik dari bahan anorganik. Jadi zooplankton lebih berperan sebagai
konsumen (consumer) bahan organik (D. B, Mukayat, 1994).
Zooplankton ada
pula yang dapat melakukan migrasi vertikal harian dari lapisan dalam ke
permukaan. Hampir semua hewan yang mampu berenang bebas (nekton) atau yang
hidup di dasar laut (bentos) menjalani awal kehidupannya sebagai zooplankton
yaitu ketika masih berupa telur dan larva (D. B, Mukayat, 1994).
c. Bakterioplankton
Bakterioplankton merupakan bakteri yang hidup sebagai plankton. Bakterioplankton mempunyai
ciri yang khas, ukurannya sangat halus (umumnya < 1 µm), tidak mempunyai
inti sel dan umumnya tidak mempunyai klorofil yang dapat berfotosintesis (Dianthani,
2003). Fungsi utamanya dalam
ekosistem laut adalah sebagai pengurai (decomposer). Semua biota laut
yang mati akan diuraikan oleh bakteri sehingga akan menghasilkan hara seperti
fosfat, nitrat, silikat, dan sebagainya. Hara ini kemudian akan didaurulangkan
dan dimanfaatkan lagi oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis (Dianthani, 2003).
d. Virioplankton
Virioplankton
adalah virus yang hidup sebagai plankton. Virus ini ukurannya sangat kecil
(kurang dari 0,2 μm) dan menjadikan biota lainnya, terutama bakterioplankton
dan fitoplankton, sebagai inang (host). Tanpa inangnya virus ini tak
menunjukkan kegiatan hayati. Virioplankton
dapat
memecahkan dan mematikan sel-sel inangnya (Dianthani, 2003).
Berdasarkan daur hidupnya
plankton dibagi menjadi :
a. Holoplankton
Dalam kelompok ini termasuk plankton yang seluruh daur
hidupnya dijalani sebagai plankton, mulai dari telur, larva, hingga dewasa.
Kebanyakan zooplankton termasuk dalam golongan ini. Contohnya : kokepod,
amfipod, salpa, kaetognat. Fitoplankton termasuk juga umumnya adalah holoplankton
(Anonim1, 2010).
b. Meroplankton
Plankton dari golongan ini berperan sebagai
plankton hanya pada tahap awal dari daur hidup biota tersebut, yaitu pada tahap
sebagai telur dan larva saja. Beranjak dewasa ia akan berubah menjadi nekton,
yaitu hewan yang dapat aktif berenang bebas, atau sebagai bentos yang hidup
menetap atau melekat di dasar laut. Oleh sebab itu, meroplankton disebut sebagai
plankton sementara (Anonim1, 2010).
Meroplankton ini sangat banyak ragamnya dan umumnya
mempunyai bentuk yang sangat berbeda dari bentuk dewasanya. Larva crustacea
seperti udang dan kepiting mempunyai perkembangan larva yang bertingkat-tingkat dengan bentuk yang sedikitpun tidak menunjukkan
persamaan dengan bentuk yang dewasa (Anonim1,
2010).
c. Tikoplankton
Tikoplankton sebenarnya bukan plankton yang sejati karena
biota ini dalam keadaan normalnya hidup di dasar laut
sebagai bentos. Namun karena gerak air menyebabkan ia terlepas dari dasar dan
terbawa arus mengembara sementara sebagai plankton
(Anonim1, 2010).
2.2 Peranan Plankton
Plankton sebagai bioindikator kualitas suatu
perairan terutama perairan menggenang dapat ditentukan berdasarkan fluktuasi
populasi plankton yang mempengaruhi tingkat tropik perairan tersebut. Fluktuasi
dari populasi plankton sendiri dipengaruhi terutama perubahan berbagai faktor
lingkungan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi populasi plankton adalah
ketersediaan nutrisi di suatu perairan. Unsur nutrisi berupa nitrogen dan
fosfor yang terakumulasi dalam suatu perairan akan menyebabkan terjadinya
ledakan populasi fioplankton dan proses ini akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi
yang dapat menurunkan kualitas perairan (Umar, 2002).
2.3 Faktor-faktor Ekologis yang Mempengaruhi Keanekaragaman Plankton
Suhu yang sesuai
dengan fitoplankton berkisar antara 250C - 300C,
sedangkan untuk pertumbuhan dari zooplankton berkisar antara 150C - 340C.
Faktor penetrasi cahaya lebih banyak mempengaruhi pada fitoplankton karena
penetrasi cahaya menjadi faktor pembatas bagi organisme fotosintetik
(fitoplankton) untuk melakukan kerjanya dan juga mempengaruhi migrasi vertikal
harian. Arus mempengaruhi penyebaran organisme plankton itu sendiri. Adanya
arus pada suatu ekosistem akuatik membawa plankton (khusus fitoplankton) yang
menumpuk pada suatu tempat tertentu yang dapat menyebabkan terjadinya blooming pada lokasi tertentu (Yazwar,
2008).
Ditinjau dari
faktor kimia, organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai
nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah,
yaitu 7 sampai 8,5. Kondisi asam atau basa suatu perairan akan membahayakan
kelangsungan hidup organisme tersebut karena dapat menyebabkan gangguan
metabolisme dan respirasi. Kandungan unsur nutrisi, plankton dari jenis
fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia
bahan nutrisi yang paling penting seperti nitrat dan fosfat. Nitrat dan fosfat
diperlukan fitoplankton sebagai unsur hara yang menunjang pertumbuhannya. DO (Dissolved Oxygen) yang baik untuk
kehidupan biota perairan berkisar antara nilai 4,45 - 7,00 mg/l, sedangkan
kadar BOD (Biology Oxygen Demand)
yang baik antara 10 mg/l – 20 mg/l yang mempengaruhi perkembangan dan
produktivitas dari plankton itu sendiri (Yazwar, 2008).
2.4 Sampling Plankton
Pengambilan sampel dapat dilakukan baik
secara vertikal maupun horisontal. Pengambilan sampel secara vertikal sering
mengikuti petunjuk kedalaman standar oseanografi (Michael, 1995). Peralatan sampling yang digunakan untuk
pengambilan sampel pada umumnya berbeda-beda menurut ukuran plankton. Pada
pengambilan sampel fitoplankton dan nanoplankton dapat dilakukan dengan cara:
1.
Menggunakan
jaring plankton yang memilki diameter mulut sebesar 30 cm dan mata jaring 64
mm.
2.
Pengambilan
sampel dengan anung Van Dorn atau Niskin, ditampung dalam botol sampel (250 ml)
diberi bahan pengawet Formalin atau larutan Lugol.
3.
Pengambilan
sampel dengan tabung Van Dorn atau Niskin, selanjutnya dilakukan penyaringan
sebanyak lebih dari 21 dengan jaring plankton berdiameter 15 cm dengan mata
jaring 20 mm (Michael, 1995).
Pengambilan zooplankton pada umumnya
dilakukan dengan menggunakan jaring plankton, meskipun dapat dilakukan dengan
cara lain, misalnya melakukan penyedotan air dengan pompa, kemudian air
disaring dengan jaring tertentu (102 mm, 200 mm atau 300 mm). Cara ini cukup
jarang dilakukan karena memerlukan peralatan khusus dan wahana praktikum yang
dilengkapi peralatan listrik agar dapat melakukan penyedotan air dan dalam
pengoperasiannya hanya terbatas pada kedalaman permukaan (Michael, 1995).
Pemberian bahan pengawet pada sampel
dimaksudkan agar sampel-sampel yang tidak dapat diamati segera setelah
pengambilan sampel, tidak mengalami kerusakan. Jenis-jenis bahan pengawet yang
umum digunakan di lapangan adalah Formalin, larutan Lugol, dan larutan Bouin.
Sedangkan penggunaan alkohol untuk pengawet plankton jarang dilakukan. Pemberian
bahan pengawet dilakukan dengan segera setelah sampel ditampung dalam botol
sampel agar plankton tidak mengalami kerusakan akibat terjadi proses pembusukan
(Michael, 1995).
Terdapat dua metode sampling plankton
yang dikenal sesuai dengan tujuannya dibagi menjadi:
1.
Kualitatif, yaitu bertujuan untuk
menyesuaikan jenis-jenis plankton.
2.
Kuantitatif, yaitu bertujuan untuk mengetahui
kelimpahan plankton (Hariyanto, 2008).
Metode sampling kuantitatif pada umumnya
dilakukan untuk mengetahui kepadatan plankton per satuan volume. Sampling
plankton secara kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan jaring plankton
(plankton net). Penggunaan jaring
plankton, selain sangat praktis, juga memperoleh sampel yang cukup banyak.
Jaring plankton umumnya berbentuk kerucut dengan berbagai ukuran dengan panjang
jaring sekitar 4-5 kali diameter mulutnya.


Gambar
2.4
Jaring plankton
Jaring berfungsi untuk menyaring
organisme planktonik (plankter) yang
ada di dalam air sehingga jenis plankton yang tertangkap sangat tergantung pada
ukuran mata jaring. Sehingga ukuran mesh
yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis ataun ukuran plankton yang akan
diamati. Untuk perairan dangkal di daerah tropis, dianjurkan untuk menggunakan mesh dengan ukuran 30-50 μm untuk
fitoplankton dan zooplankton kecil. Untuk zooplankton yang ukurannya relatif
besar digunakan mata jaring 150-175 μm (Wickstead, 1965 dalam Hutagalung, 1997).
2.5 Perhitungan Jumlah dan Kelimpahan Plankton
Hasil perhitungan plankton dinyatakan dalam jumlah individu/liter. Jumlah individu per satuan volume dengan
menggunakan persamaan:
N = n x (Vr/Vo) x
(1/Vs).................................................(1)
Keterangan:
N
= Jumlah sel per liter
n = Jumlah
sel yang diamati
Vr
= Volume air tersaring (L)
Vo
= Volume air yang diamati (L)
Vs
= Volume total air yang tersaring (L)
Kelimpahan
adalah jumlah individu per satuan luas volume. Rumus yang digunakan adalah:
Di = ni /
A......................................................................(2)
Keterangan:
Di
= kelimpahan individu jenis ke-i
ni
= jumlah individu jenis ke-i
A
= luas kotak pengambilan contoh
Kelimpahan
setiap m2 didapatkan dengan mengkonversikan kelimpahan setiap kotak
contoh plankton (Rahma, 2006).
Indeks keanekaragaman (diversitas),
dengan menggunakan formula Shannon-Wiener berikut:
H1=-∑
[(ni/N) x ln (ni/N)]
…...................................................(3)
Keterangan:
H1=
indeks diversitas Shannon-Wiener
ni = jumlah individu spesies i
N
= jumlah total individu semua spesies (Yulia Rahma, 2006)
Tolak ukur indeks keanekaragaman:
Tabel 2.1
Tolak Ukur Diversitas
Nilai
Tolak Ukur
|
Keterangan
|
H1 < 1,0
|
Keanekaragaman
rendah, miskin,
produktivitas
sangat rendah sebagai
indikasi
adanya tekanan yang berat dan
ekosistem
tidak stabil
|
1,0 < H1 < 3,322
|
Keanekaragaman
sedang, produktivitas
cukup,
kondisi ekosistem cukup
seimbang,
tekanan ekologis sedang
|
H1 > 3,322
|
Keanekaragaman
tinggi, stabilitas
ekosistem
mantap, produktivitas tinggi,
tahan terhadap tekanan ekologis
|
Indeks
dominansi (D) (Simpson, 1949):
D
= ni2 / N2 x 100%............................................................(4)
Keterangan:
D
= indeks Dominansi
ni
= jumlah individu jenis ke-i
N
= jumlah total individu
Dengan
kriteria D mendekati 0 tidak ada jenis yang mendominasi dan D mendekati 1
terdapat jenis yang mendominasi (Odum, 1997).
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1 Waktu
dan Tempat Praktikum
Pengambilan sampel untuk praktikum
ini dilaksanakan di Danau Kampus
C Universitas
Airlangga pada hari Senin, 29 April 2013 pukul 13.00 – 14.30 WIB. Pengamatan selanjutnya
dilakukan di Ruang 124 Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga pada
hari Selasa, 30 April pukul 8.00 – 13.00 WIB.

Rektorat Universitas

Danau

Convention dan Teknologi Masyarakat
Center
Gambar 3.1.1 Denah Lokasi
Danau Kampus C Universitas Airlangga
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini
adalah jaring plankton, botol untuk koleksi sampel plankton, dan ember plastik.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air sampel plankton dan larutan formalin 4%.
3.3
Cara
Kerja
3.3.1 Pengambilan Sampel
Dilakukan
menggunakan dua metode, yaitu metode tuang dan metode lempar. Langkah-langkah
pada metode tuang yaitu, siapkan jaring plankton, ambil sampel air menggunakan
ember dengan volume 10 liter. Tuang sampel air ke dalam jaring plankton.
Lakukan sebanyak 10 kali sampai volume sampel air mencapai 100 liter. Air yang
tertampung di ujung jaring plankton dipindahkan ke botol film sampai mendekati
penuh. Tetesi sampel dengan larutan formalin 4% kemudian tutup rapat botol film.
Sedangkan pada
metode lempar, langkahnya adalah pertama lempar jaring plankton ke atas
permukaan air sekitar 10 meter. Tarik kembali jaring plankton. Air yang
tertampung di ujung jaring plankton dipindahkan ke dalam satu botol film sampai
terisi mendekati penuh. Tetesi sampel dengan larutan formalin 4% kemudian tutup
rapat botol film.
3.3.2
Pengamatan Plankton
Pengamatan
menggunakan mikroskop. Sampel yang terdapat di botol film diambil menggunakan
pipet tetes. Tuangkan ke atas Sedgewick
Rafter Counting Chamber (SRCC) 1 ml. Tutup dengan glass objek. Letakkan SRCC yang ditutupi glass objek di meja preparat. Amati dengan mikroskop. Atur fokus
mikroskop agar gambar spesies yang ditemukan lebih terlihat jelas. Cocokkan
gambar yang ditemukan dengan buku panduan. Hitung ada berapa banyak
masing-masing spesies yang ditemukan.
3.4
Cara Analisis Data
Berikut
ini merupakan cara analisis
data hasil praktikum:
Tabel 3.4 Cara Analisis Data
No.
|
Cara Analisis Data
|
Keterangan
|
1
|
Perhitungan jumlah
individu plankton per satuan volume
|
N
= n x (Vr/Vo) x (1/Vs)
Keterangan
:
N
= Jumlah sel per liter
n =
Jumlah sel yang diamati
Vr
= Volume air tersaring (mL)
Vo
= Volume air yang diamati (mL)
Vs
= Volume total air yang tersaring (L)
|
2
|
Perhitungan
kelimpahan individu setiap skala luas.
|
Di =
![]()
Keterangan :
Di
= kelimpahan individu jenis ke-i
Ni
= jumlah individu jenis ke-i
A
= luas kotak pengambilan contoh
|
3
|
Perhitungan indeks diversitas Shannon-Wheaver.
|
H1=-∑
[(ni/N) x ln (ni/N)]
Keterangan :
H1=
indeks diversitas Shannon-Wiener
ni
= jumlah individu spesies i
N = jumlah total individu semua
spesies
|
4
|
Perhitungan
dominansi (Simpson, 1969).
|
D = ni2
/ N2 x 100%
Keterangan :
D
= indeks Dominansi
ni
= jumlah individu jenis ke-i
N
= jumlah total individu
|
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh
data-data sebagai berikut:
Tabel 4.1
Data Hasil Pengamatan Sampel dengan Metode Tuang
No.
|
Spesies
|
Jumlah
|
Gambar
|
1.
|
Fragillaria sp.
|
85
|
|
2.
|
Nitzschia brebissonii
|
7
|
|
3.
|
A planula larva from the plankton of the coast of
Florida
|
8
|
|
4.
|
Chrtocalpis sethophora
|
4
|
|
5.
|
Zygodactyla gronlandica
|
10
|
|
6.
|
Planktosphaeria gelabnosa
|
3
|
|
7.
|
Sirogonium sticticum
|
5
|
|
8.
|
Noctiloca scintillans
|
18
|
|
9.
|
Trichocerca longiseta
|
10
|
|
10.
|
Gloeocystis gigas
|
2
|
|
11.
|
Amphinema dinema
|
9
|
|
12.
|
Aglantha digitalis
|
4
|
|
13.
|
Nybodocon prolifer
|
6
|
|
14.
|
Coscinodiscus oculus iridis
|
3
|
|
15.
|
Microspora willeana
|
7
|
|
16.
|
Holopedium irregular
|
9
|
|
17.
|
Theocapsa darwinii
|
|
|
Tabel 4.2
Data Hasil Pengamatan Sampel dengan Metode Lempar
No.
|
Spesies
|
Jumlah
|
Gambar
|
1
|
Nitzschia brebissoni
|
30
|
|
2
|
Fragillaria sp.
|
6
|
|
3
|
Noctiloca scintillans
|
27
|
|
4
|
Closterium sp.
|
5
|
|
4.2 Analisis Data
Berikut ini adalah hasil analisis
perhitungan dari data yang diperoleh:
Tabel 4.3 Tabel Jumlah Total
Spesies Plankton
No.
|
Spesies
|
Jumlah
|
|
1.
|
Fragillaria sp.
|
91
|
|
2.
|
Nitzschia brebissonii
|
37
|
|
3.
|
A planula larva from the plankton of the coast of
Florida
|
8
|
|
4.
|
Chrtocalpis sethophora
|
4
|
|
5.
|
Zygodactyla gronlandica
|
10
|
|
6.
|
Planktosphaeria gelabnosa
|
3
|
|
7.
|
Sirogonium sticticum
|
5
|
|
8.
|
Noctiloca scintillans
|
45
|
|
9.
|
Trichocerca longiseta
|
10
|
|
10.
|
Gloeocystis gigas
|
2
|
|
11.
|
Amphinema dinema
|
9
|
|
12.
|
Aglantha digitalis
|
4
|
|
13.
|
Nybodocon prolifer
|
6
|
|
14.
|
Coscinodiscus oculus iridis
|
3
|
|
15.
|
Microspora willeana
|
7
|
|
16.
|
Holopedium irregular
|
9
|
|
17.
|
Theocapsa darwinii
|
12
|
|
18
|
Closterium
sp.
|
5
|
|
Total spesies
|
270
|
|
4.2.1 Jumlah
Plankton Per Satuan Volume
Diketahui
: n = 270
Vr =
0,1 L
Vo =
0,01 L
Vs =
100 L
Keterangan:
n = Jumlah sel yang diamati
Vr = Volume air tersaring (L)
Vo = Volume air yang diamati (L)
Vs = Volume total air yang tersaring (L)
Jadi, jumlah plankton
per satuan volume adalah:
N = n x (Vr/Vo) x
(1/Vs)
= 270 x (0,1/0,01) x (1/100)
= 270 x 10 x 0,01
= 27
= 27 sel plankton per liter
4.2.2
Perhitungan Kelimpahan
Individu Plankton Setiap Skala Luas
Tabel 4.4 Tabel Kelimpahan
Plankton Setiap Skala Luas
No.
|
Spesies
|
Jumlah
|
Kelimpahan
|
1.
|
Fragillaria sp.
|
91
|
0,091
|
2.
|
Nitzschia brebissonii
|
37
|
0,037
|
3.
|
A planula larva from the plankton of the coast of
Florida
|
8
|
0,008
|
4.
|
Chrtocalpis sethophora
|
4
|
0,004
|
5.
|
Zygodactyla gronlandica
|
10
|
0,010
|
6.
|
Planktosphaeria gelabnosa
|
3
|
0,003
|
7.
|
Sirogonium sticticum
|
5
|
0,005
|
8.
|
Noctiloca scintillans
|
45
|
0,045
|
9.
|
Trichocerca longiseta
|
10
|
0,010
|
10.
|
Gloeocystis gigas
|
2
|
0,002
|
11.
|
Amphinema dinema
|
9
|
0,009
|
12.
|
Aglantha digitalis
|
4
|
0,004
|
13.
|
Nybodocon prolifer
|
6
|
0,006
|
14.
|
Coscinodiscus oculus iridis
|
3
|
0,003
|
15.
|
Microspora willeana
|
7
|
0,007
|
16.
|
Holopedium irregular
|
9
|
0,009
|
17.
|
Theocapsa darwinii
|
12
|
0,012
|
18
|
Closterium
sp.
|
5
|
0,005
|
Total spesies
|
270
|
|
Skala
luas pada SRCC
adalah p x l = 50 x 20 = 1000 satuan luas
4.2.3
Perhitungan Indeks
Keanekaragaman Shannon-Wheaver
Tabel 4.2.3 Tabel Indeks Keanekaragaman Shannon-Wheaver Plankton
Tabel 4.2.3 Tabel Indeks Keanekaragaman Shannon-Wheaver Plankton
No.
|
Nama Spesies
|
Jumlah
(Ni)
|
(Ni/N)
|
Ln (Ni/N)
|
(Ni/N) x
Ln (Ni/N)
|
D (%)
|
1.
|
Fragillaria sp.
|
91
|
0,337
|
-1,087
|
-0,366
|
11,356
|
2.
|
Nitzschia brebissonii
|
37
|
0,137
|
-1,987
|
-0,272
|
1,876
|
3.
|
A planula larva from the plankton off the coast of
Florida
|
8
|
0,029
|
-3,540
|
-0,102
|
0,084
|
4.
|
Chrtocalpis Sethophora
|
4
|
0,014
|
-4,268
|
-0,059
|
0,019
|
5.
|
Zygodactyla gronlandica
|
10
|
0,037
|
-3,296
|
-0,121
|
0,136
|
6.
|
Planktosphaeria gelabnosa
|
3
|
0,011
|
-4,509
|
-0,049
|
0,012
|
7.
|
Sirogonium sticticum
|
5
|
0,018
|
-4,017
|
-0,072
|
0,032
|
8.
|
Noctiloca scintillans
|
45
|
0,166
|
-1,795
|
-0,297
|
2,755
|
9.
|
Trichocerca longiseta
|
10
|
0,037
|
-3,296
|
-0,121
|
0,136
|
10.
|
Gloeocystis gigas
|
2
|
0,007
|
-4,961
|
-0,034
|
0,004
|
11.
|
Amphinema dinema
|
9
|
0,033
|
-3,411
|
0,112
|
0,108
|
12.
|
Aglantha digitalis
|
4
|
0,014
|
-4,268
|
-0,059
|
0,019
|
13.
|
Nybodocon prolifer
|
6
|
0,022
|
-3,816
|
-0,083
|
0,048
|
14.
|
Coscinodiscus oculus iridis
|
3
|
0,011
|
-4,509
|
-0,049
|
0,012
|
15.
|
Microspora willeana
|
7
|
0,025
|
-3,688
|
-0,092
|
0,062
|
16.
|
Holopedium irregular
|
9
|
0,033
|
-3,411
|
-0,112
|
0,108
|
17.
|
Theocapsa darwinii
|
12
|
0,044
|
-3,123
|
-0,137
|
0,193
|
18.
|
Closterium
sp.
|
5
|
0,018
|
-4,017
|
-0,072
|
0,032
|
|
|
270
|
|
1,985
|
|
|
4.3 Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui
keragaman plankton, jenis-jenis plankton serta hubungan keragaman plankton dan
kualitas perairan di Danau Kampus C Universitas
Airlangga. Sampling dilakukan pada 2 titik di Danau Kampus C Universitas Arlangga.
Pada titik pertama yaitu di danau bagian selatan, sampling dilakukan dengan metode
lempar. Pada metode ini jaring plankton dilempar sekitar 5 meter kemudian
ditarik secara perlahan dan konstan ke tepi. Air yang tertampung pada botol di
ujung jaring plankton kemudian dipindahkan ke dalam botol film. Selanjutnya
yaitu penambahan formalin 4% ke dalam botol sampel dengan tujuan untuk
mengawetkan plankton agar tidak hancur.
Pada titik kedua yang dilakukan pada
danau sebelah utara sampling dilakukan dengan metode tuang. Pada metode ini air
diambil dengan ember sebanyak 10 L kemudian dituang ke dalam jaring plankton. Jaring
plankton yang digunakan pada metode ini berbeda dengan net plankton yang digunakan
pada metode lempar. Jaring plankton yang digunakan mempunyai botol yang lebih
besar di ujungnya. Percobaan dilakukan sebanyak sepuluh kali sehingga total
volume air yang tertuang sebanyak 100 L. Setelah itu air yang tertampung
dipindahkan ke dalam botol film lalu ditambahkan formalin 4%.
Kedua sampel tersebut kemudian dibawa ke
laboratorium untuk diamati. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop
binokuler dan gelas objek yang disebut Sedgewick Rafter Counting Chamber
(SRCC). Sampel pertama yang menggunakan metode tuang diteteskan hingga kotak terisi penuh. SRCC ditutup secara
perlahan agar tidak terjadi aerasi. Kemudian sampel diamati di bawah mikroskop.
Hasilnya adalah terdapat 17 jenis spesies yang ditemukan dalam sampel pertama.
Pada sampel kedua yang menggunakan
metode lempar hasilnya ditemukan 4 jenis spesies yang tiga diantaranya sama
dengan jenis spesies yang ada pada sampel pada metode tuang. Jenis spesies yang
terdapat dalam sampel metode tuang lebih bervariasi dikarenakan frekuensi dan
volume air penyaringan pada metode tuang lebih banyak dibandingkan dengan
metode lempar. Pada metode tuang penyaringan dilakukan sebanyak 10 kali
sedangkan pada metode lempar hanya satu kali.
Semua jenis sampel digabung dalam satu
tabel, kemudian dihitung menggunakan perhitungan kelimpahan individu
(plankton) setiap skala luas dan hasilnya kelimpahan yang
terbesar dimiliki oleh spesies Fragillaria sp.
sebesar 0,091 per 1000 satuan luas kotak pengamatan,
sehingga menyebabkan nilai indeks keragaman jenisnya rendah karen Fragillaria
sp. mendominasi lokasi ini. Kaeragaman jenis merupakan karakteristik
struktur suatu komunitas. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keragaman jenis
yang tinggi apabila terdapat banyak jenis dengan jumlah individu dari
masing-masing spesies yang relatif merata. Sebaliknya jika suatu komunitas
hanya terdiri dari beberapa jenis dengan jumlah yang tidak merata, keragaman
jenisnya rendah (Barus, 2002).
Fragillaria sp. merupakan organisme diatom
yang berbentuk panjang seperti benang dengan susunan tubuh uniseluler. Selnya
terdiri dari 2 bagian tutup (epitheca) dan wadah (hypoteca).
Habitatnya di tempat-tempat basah seperti air tawar, air laut, dan tanah
lembab. Sehingga spesies ini mudah ditemukan diberbagai tempat perairan.
Berperan sebagai plankton dan produsen utama.
Kelimpahan terkecil
dimiliki oleh spesies Gleocytis gigas sebesar 0,002 per 1000 satuan luas
kotak pengamatan. Indeks dominansi tertinggi diperoleh oleh spesies jenis Fragillaria sp
yaitu sebesar
11,356%. Data nilai indeks keanekaragaman
(H’) total diperoleh
H’ = 1,985. Mengacu
pada Tabel 2.4 jika nilai H’ = 1,985 maka perairan Danau Rektorat
Universitas Airlangga Kampus C memiliki keanekaragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem
cukup seimbang, tekanan ekologis sedang (1,0 < H’ < 3,322).
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan
hasil praktikum ini, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Jumlah
total spesies plankton yang ditemukan sebanyak 270, dengan kelimpahan plankton
terbesar dimiliki oleh spesies Fragillaria sp.
sebesar 0,091 per 1000 satuan luas kotak pengamatan
sedangkan kelimpahan terkecil dimiliki oleh spesies Gleocytis gigas
sebesar 0,002 per 1000 satuan luas kotak pengamatan dengan indeks
keanekaragaman tertinggi terdapat pada spesies Fragillaria sp sebesar
11,356% dan indeks keanekaragaman
terendah terdapat pada spesies Gloeocystis
gigas sebesar 0.004%. Indeks
dominansi tertinggi diperoleh
oleh spesies jenis Fragillaria sp
yaitu sebesar
11,356%.
2. Adapun
jenis plankton yang dapat diamati pada metode tuang adalah Fragillaria sp., Nitzschia brebissonii, Chrtocalpis sethophora,
Zygodactyla gronlandica, Planktosphaeria gelabnosa, Sirogonium sticticum,
Noctiloca scintillans, Trichocerca longiseta, Gloeocystis gigas, Amphinema
dinema, Aglantha digitalis, Nybodocon prolifer, Coscinodiscus oculus iridis, Microspora willeana, Holopedium irregular, Theocapsa
darwinii. Sedangkan jenis plankton yang dapat diamati pada metode lempar
adalah Nitzschia brebissoni, Fragillaria
sp., Noctiloca scintillans.
3. Mengacu pada nilai indeks keanekaragaman yang telah diperoleh yaitu sebesar 1,985 maka plankton yang terdapat di Danau Rektorat
Universitas Airlangga Kampus C memiliki keanekaragaman sedang, produktivitas cukup
dengan kondisi ekosistem cukup seimbang, dan tekanan ekologis sedang.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim1. 2010. Pengertian
dan penggolongan plankton. (http://entahsiapa15.wordpress.com/2009/01/16/pengertian-dan-penggolongan-plankton/). Diakses tanggal 2 April 2013.
Anonim2.
2012. Pengertian dan Definisi Nekton. (http://blogger.com/pengertian-dan-definisi-nekton//).
Diakses pada 12 April 2013.
Barus, T.A. 2002. Pengantar
Limmnologi. Medan: Departemen Pendidikan Nasional.
Dianthani, D. 2003. Identifikasi
Jenis Plankton di Perairan Muara Badak,Kalimantan Timur. (http://www.geocities.com). Diakses 02 April 2013.
Gusrina, 2008. Budidaya
Ikan Jilid I. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Klaten: PT.
Macaan Jaya Cemerlang.
Hutagalung,
H. P. 1997. Metode Analisis Air Laut Sedimen dan Biota.
Pusat
Penelitian
dan Pengembangan Oseanologi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
Mentari, D. 2012. Sistematika
Tumbuhan Rendah. (http:/mentarib1ru.blogspot.com/2012/sistematika_tumbuhan_rendah_5035.html).
Diakses pada tanggal 4 Mei 2013.
Michael,
P. 1995. Metode Ekologi untuk
Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press).
Mukayat, D.B.
1994. Zoologi Dasar. Jakarta:
Erlangga.
Nyibakken.
2012. Pengertian dan Definisi Plankton. (http://blogger.com/pengertian-dan-definisi-plankton//).
Diakses pada 12 April 2013.
Odum,
E. P., 1997. Dasar-dasar Ekologi Edisi
Ketiga. Yogyakarta: UGM Press.
Rahma, Y. F. 2006. Keanekaragaman
dan Kelimpahan Makrozoobentos di Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan
Raya Ngurah Rai Bali. Surakarta:
UNS Surakarta.
Stewart, M.E., dkk.
1986. Kunci Identifikasi Zooplankton. Jakarta : UI-press.
Umar, N. A. 2002. Hubungan antara
Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton (Kopeoda)
dengan Larva Kepiting di Peraian Teluk Siddo Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Wickstead, J.H. 1965. An Introduction to the Study of Tropical Plankton Hutchinson.
Yazwar.
2008. Keanaekargaman Plankton dan Keterkaitannya dengan Kualitas Air di Parapat Danau
Toba.
Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara.


Gambar
1. Pengambilan sampel
metode lempar Gambar 2. Pengambilan sampel
metode tuang
![]() |
|||
![]() |
|||


Gambar 5. Penetesan sampel
pada SRCC Gambar 6. Pengamatan
pada mikroskop
Comments
Post a Comment