BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu
ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan
lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya dan
antara makhluk hidup dengan lingkungan abiotik (habitat). Interaksi dalam
ekosistem didasari adanya hubungan saling membutuhkan antara sesama makhluk
hidup dan adanya eksploitasi lingkungan abiotik untuk kebutuhan dasar hidup
bagi makhluk hidup. Jika dilihat dari aspek kebutuhannya, sesungguhnya
interaksi bagi makhluk hidup umumnya merupakan upaya mendapatkan energi bagi
kelangsungan hidupnya yang meliputi pertumbuhan, pemeliharaan, reproduksi dan
pergerakan (Anonim, 2011).
Sumber
energi primer bagi ekosistem adalah cahaya matahari. Energi cahaya matahari
hanya dapat diserap oleh organisme tumbuhan hijau dan organisme
fotosintetik. Energi cahaya digunakan untuk mensintesis molekul anorganik
menjadi molekul organik yang kaya energi. Molekul tersebut selanjutnya disimpan
dalam bentuk makanan dalam tubuhnya dan menjadi sumber bahan organik bagi
organisme lain yang heterotrof. Organisme yang memiliki kemampuan untuk
mengikat energi dari lingkungan disebut produsen (Anonim, 2011).
Produksi
bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energi dalam
ekosistem. Pemasukan energi dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan
energi cahaya menjadi energi kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energi
yang dimaksudkan adalah penggunaan energi oleh konsumen dan mikroorganisme.
Laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas (Anonim, 2011).
Setiap
ekosistem atau komunitas, atau bagian-bagian lain memiliki produktivitas
dasar atau disebut produktivitas primer. Pengertian produktivitas primer
adalah kecepatan penyimpanan energi potensial oleh organisme produsen
melalui proses fotosintesis dan kemosintesis (pemanfaatan hasil sintesis)
dalam bentuk bahan-bahan organik dapat digunakan sebagai bahan pangan. Dalam
konsep produktivitas, faktor satuan waktu sangat penting, karena sistem
kehidupan adalah proses yang berjalan secara sinambung. Selain waktu, faktor
ruang merupakan faktor penting yang menentukan produktivitas suatu ekosistem. Contoh:
produktivitas hutan tropis alam di Semenanjung Malaya lebih tinggi daripada
hutan iklim sedang di Inggris. Di Malaya
hutan tumbuh sepanjang tahun tanpa waktu istirahat, sesuai dengan
iklim tropis. Di Inggris, hutan hanya pada musim semi dan musim panas (± 5
bulan) (Siberu, 2002).
Produktivitas
harus diukur selama waktu yang tepat, karena terdapat perbedaan metabolisme
selama siang dan malam hari. Perbedaan metabolisme juga terjadi antar musim,
oleh sebab itu disarankan pengukuran energi ini dalam skala tahunan. Beberapa cara penentuan
produktivitas primer adalah metode
Panen, metode
Pengukuran Oksigen, metode
Karbon dioksida, metode
pH, pengukuran
berkurangnya bahan mentah,
metode
Radioaktivitas, dan metode
Klorofil (Widyaleksono,
2012).
Oleh
karena itu, untuk mengetahui produktivitas primer suatu ekosistem perairan,
terutama perairan lentik yang dapat menjamin kelangsungan kehidupan organisme,
meliputi pertumbuhan, pemeliharaan dan reproduksi, diukurlah DO (Dissolved Oxygen) dalam praktikum kali
ini dengan menggunakan metode botol terang dan botol gelap.
1.2 Permasalahan
Dalam praktikum ini
permasalahnya adalah sebagai berikut:
1.
Berapa
kandungan DO awal dan DO akhir dalam air sampel dengan metode botol gelap dan metode botol terang untuk mengukur produktivitas
primer air kolam FST?
2.
Bagaimana nilai produktivitas primer air
kolam FST?
3.
Bagaimana pengaruh nilai produktivitas primer
terhadap air kolam FST tersebut?
1.3
Tujuan
Dalam praktikum ini bertujuan untuk:
1.
Dapat
mengetahui kandungan DO awal dan DO akhir dalam air sampel dengan metode botol gelap dan
botol terang untuk mengukur produktivitas primer air kolam FST.
2.
Dapat mengetahui nilai produktivitas primer
air kolam FST.
3.
Dapat mengetahui nilai produktivitas primer
terhadap air kolam FST tersebut.
1.4
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam praktikum
ini adalah:
Hipotesis kerja : Jika selisih DO botol gelap dan botol terang tinggi,
maka produktivitas primer dalam perairan tersebut semakin tinggi.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Tinjauan Umum mengenai Produktivitas
Produktivitas adalah laju penambatan atau penyimpanan energi oleh suatu
komunitas dalam ekosistem. Produktivitas dari suatu ekosistem adalah kecepatan
cahaya matahari yang diikat oleh vegetasi menjadi produktivitas kotor
(produktivitas primer bruto), sesuai dengan kecepatan fotosintesis. Sedangkan
produktivitas bersih (produktivitas primer neto) dari vegetasi adalah produksi
dalam arti dapat dipergunakan oleh organisme lain, yaitu sesuai dengan
kecepatan fotosintesis (produksi bahan kering) dikurangi kecepatan respirasi
(Djumara, 2007).
Dalam struktur jaringan makanan, peran fungsional zooplankton sangat
penting sebagai vektor energi yang mengalirkan energi ke tingkat trofik yang
lebih tinggi. Fungsi ini banyak tergantung pada kemampuan zooplankton berperan
sebagai konsumen dari fitoplankton, yang merupakan komponen dasar dalam
struktur kehidupan pelagis. Dalam hubungan trofik ini, perubahan kuantitas
zooplankton banyak dipengaruhi oleh kuantitas fitoplankton. Hubungan trofik
fitoplankton dan zooplankton dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
misalnya kondisi pertumbuhan, intensitas pemakanan terhadap masing-masing
trofik distribusi dan kondisi awal dari biomassa dari masing-masing trofik.
Akibat dari pengaruh faktor-faktor tersebut komponen fitoplankton dan
zooplankton dapat bervariasi secara ekstrim (Wiadnyana, 1999).
Menurut Jordan (1985) dalam Mahmuddin (2009), jika produktivitas suatu ekosistem hanya berubah
sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan
yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi
perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam
interaksi diantara organisme penyusun eksosistem. Terjadinya perbedaan
produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya
faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam
pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim
dalam lingkungan (Campbell, 2002).
Cara ideal untuk
mengukur produktivitas adalah dengan jalan mengukur arus energi yang melalui
sistem, tetapi dalam kenyataannya cara ini sulit dilakukan. Pengukuran
produktivitas yang sering dilakukan berdasarkan kuantitas tidak langsung,
antara lain dengan mengukur:
1. Jumlah senyawa
yang dihasilkan
2. Bahan mentah yang
diperlukan
3.
Hasil samping (Widyaleksono, 2012).
2.2
Tinjauan Umum mengenai Produktivitas
Primer
Produktivitas primer merupakan hasil dari proses fotosintesis
fitoplankton dan tumbuhan air dimana di dalam air akan dihasilkan senyawa
organik dan oksigen yang sangat dibutuhkan oleh organisme akuatik (Sinurat,
2009). Di dalam suatu ekosistem dikenal adanya produsen dan konsumen, sehingga
juga dikenal adanya produktivitas oleh produsen dan produktivitas oleh konsumen
(Djumara, 2007).
Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan
oleh produsen. Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer menunjukkan jumlah
energi cahaya yang diubah menjadi energi kimia oleh autotrof suatu ekosistem
selama suatu periode waktu tertentu. Total produktivitas primer dikenal sebagai
produktivitas primer kotor (gross primary productivity, GPP). Tidak
semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan organik pada tubuh
organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena organisme
tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organik
dalam respirasinya. Dengan demikian, produktivitas primer bersih (net
primary productivity, NPP) sama dengan produktivitas primer kotor
dikurangi energi yang digunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs):
NPP = GPP – Rs
Produksi primer yang menumpuk pada produsen atau tumbuhan selama suatu
periode tertentu merupakan biomasa tumbuhan. Sebagian dari biomasa ini akan
diganti melalui proses dekomposisi dan sebagian lagi tetap disimpan dalam waktu
yang lebih lama sebagai materi yang berdaur hidup (life cycle). Jumlah akumulasi materi organik yang hidup pada suatu
waktu disebut Standing Crop Biomass
(biomasa hasil bawaan). Dengan demikian jelas bahwa biomasa berbeda dengan
produksi (produktivitas). Produktivitas komunitas bersih merupakan laju
penyimpanan materi organik oleh produsen, yang tidak digunakan (dimakan) oleh
heterotrof (herbivora). Jadi produktivitas komunitas bersih merupakan sisa
produktivitas primer sesudah dikurangi yang digunakan (dikonsumsi) oleh
herbivora (Mahmuddin, 2009).
2.3
Tinjauan Umum mengenai Metode Pengukuran
Produktivitas Primer
Berikut ini adalah
beberapa metode pengukuran produktivitas primer suatu perairan, antara lain:
1.
Metode Panen
Cara ini di tentukan berdasarkan berat
pertumbuhan dari tumbuhan. Dapat dinyatakan secara langsung berat keringnya
atau kalori yang terkandung, tetapi keduanya dinyatakan dalam luas dan priode
waktu tertentu. Metode ini mengukur produksi komunitas bersih. Metode penuaian ini sangat cocok dan
baik pada ekosistem daratan, dan biasanya untuk vegetasi yang sederhana.
2.
Metode Pengukuran Oksigen
Oksigen merupakan hasil sampingan dari
fotosintesis, sehingga ada hubungan erat antara produktifvitas dengan oksigan
yang dihasilkan oleh tumbuhan. Tetapi harus diingat sebagian oksigen dimanfaatkan
oleh tumbuhan tersebut dalam proses respirasi, dan harus diperhitungkan dalam
penentuan produktivitas. Metode ini sangat cocok dalam menentukan produktivitas
primer ekosistem perairan, dengan fitoplankton sebagai produsennya.
3.
Metode Karbon dioksida
Karbondioksida yang di pakai dalam
fotosintesis oleh tumbuhan dapat dipergunakan sebagai indikasi untuk
produktivitas primer. Dalam hal ini seperti juga pada metode penentuan oksigen
proses respirasi harus diperhitungkan. Metode ini cocok untuk tumbuhan darat
dan dapat dipakai pada suatu organ daun, seluruh bagian tumbuhan dan bahkan
satu komunitas tumbuhan. Ada dua teknik atau metode utama
yaitu : metode ruang tutup dan ruang aerodinamika.
4.
Metode pH
Metode ini digunakan pada ekosistem perairan. Pada ekosistem perairan
pH air merupakan fungsi dari kadar karbon dioksida terlarut. Metode ini baik
dilakukan di laboratorium karena mudah dikontrol.
5.
Pengukuran berkurangnya bahan
mentah
Berkurangnya kandungan bahan-bahan mentah yang tersedia menggambarkan
tinggak produktivitas. Metode ini baik dilakukan pada ekosistem perairan. Metode
ini mengukur produksi bersih komunitas.
6.
Metode Radioaktivitas
Materi aktif yang dapat diidentifikasi
radiasinya dimasukkan dalam sistem. Misalnya karbon aktif (C14)
dapat diintroduksi melalui suplai karbondioksida yang nantinya diasimilasikan
oleh tumbuhan dan dipantau untuk mendapatkan perkiraan produktivitas. Teknik ini sangat mahal
dan memerlukan peralatan yang canggih, tetapi memiliki kelebihan dari metode
lainya, yaitu dapat dipakai dalam berbagai tipe ekosistem tanpa melakukan
penghancuran terhadap ekosistem.
7.
Metode Klorofil
Produktivitas berhubungan erat dengan
jumlah klorofil yang ada. Rasio asimilasi untuk tumbuhan atau ekosistem adalah
laju dari produktivitas pergram klorofil. Konsentrasi klorofil dapat ditentukan
berdasarkan cara yang sederhana, yaitu dengan cara mengekstraksi pigmen
tumbuhan (Campbell, 2002).
2.4
Tinjauan
Umum mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Produktivitas
Primer
Produktivitas
primer pada ekosistem perairan lentik (berarus tenang) dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain:
2.4.1
Suhu
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan,
maka produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Namun pada
hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor dominan yang menentukan
produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan
hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan
berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas. Suhu secara
langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung
suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis,
sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis.
Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk
stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi
vertikal fitoplankton (Mahmuddin, 2009).
2.4.2
Cahaya
Cahaya
merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang
sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energi cahaya
tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya.
Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama
penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis
yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer
(Mahmuddin, 2009).
Pada ekosistem terrestrial seperti hutan
hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling tinggi karena wilayah
hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia
bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang (Wiryanto, 2001). Sedangkan
pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada
ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan
mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang
rendah (Mahmuddin, 2009).
2.4.3
pH
(Derajat Keasaman)
Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan
yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah
sampai basa lemah. Nilai pH yang sangat rendah akan menyebabkan terjadinya
gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan
menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam yang bersifat toksik semakin
tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik.
Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak
dalam air akan tergangu, dimana kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan
konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus,
2004).
Derajat keasaman perairan tawar berkisar
dari 5-10. Setiap organisme mempunyai pH yang optimum bagi kehidupannya.
Perkembangan alga Cyanophyceae akan sangat jarang dalam perairan apabila
pH di bawah 5 (Barus, 2004).
2.4.4
DO
(Dissolved Oxygen)
Disolved oxygen (DO)
merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut
merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan,
terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme
air. Kelarutan oksigen sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan
maksimum oksigen di dalam air, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Konsentrasi ini
akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air. Dengan peningkatan suhu akan
menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin
rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut semakin tinggi (Barus,
2004).
Sumber utama oksigen terlarut dalam air
adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan
udara, dan dari proses fotosintesis. Pengaruh oksigen terlarut terhadap
fisiologi organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Nilai oksigen
terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi
ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga dipengaruhi oleh
aktifitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen (Schwrobel, 1987
dalam Barus, 2004). Nilai
DO yang berkisar antara 5,45-7,00 mg O2/l cukup baik bagi proses
kehidupan biota perairan. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar
antara 6-8 mg O2/l (Barus, 2004).
2.4.5
Nutrien
Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrien
anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam
jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem
terrestrial, nutrien organik merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas.
Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrien spesifik atau
nutrien tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrien
spesifik yang demikian disebut nutrien pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor
merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2
kadang-kadang membatasi produktivitas (Mahmuddin, 2009).
Produktivitas di laut umumnya terdapat
paling besar di perairan dangkal dekat benua dan di sepanjang terumbu karang,
dimana cahaya dan nutrien melimpah. Produktivitas primer persatuan luas laut
terbuka relatif rendah karena nutrien anorganik, khusunya nitrogen dan fosfor
terbatas ketersediaannya di permukaan. Di tempat yang dalam dimana nutrien melimpah,
namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga fitoplankton, berada
pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke atas membawa nitrogen
dan fosfor kepermukaan (Mahmuddin, 2009).
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Praktikum ini dilaksanakan pada hari
Kamis, 31 Mei
2012 pukul 06.00 WIB - 07.00 WIB di Kolam FST untuk pengambilan sampel air kolam,
pukul 07.00 WIB - 08.00 WIB untuk mengukur DO awal di Ruang 122, dan 10.40 WIB -
12.30 WIB untuk pengukuran DO pada botol terang dan gelap di Ruang 122 Fakultas Sains dan Teknologi Kampus C Universitas
Airlangga.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum
ini adalah 5 botol berukuran 500 ml, termometer, penanda, kresek hitam, plastik
bening, karet gelang, tali rafia, dan alat-alat untuk titrasi winkler.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air sampel dan
menggunakan bahan-bahan untuk titrasi winkler.
3.3.
Cara
Kerja
|
Adapun cara kerja
dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Air kolam FST diambil sebagai air sampel
2. Air sampel diambil pada botol 1
untuk diukur DO awalnya
3. Air sampel diambil untuk 2 botol, dan
ditutup dengan plastik dan diikat dengan karet gelang. Dicegah jangan sampai
ada aerasi
4. Air sampel
diambil untuk 2 botol, dan
5. ditutup
dengan plastik dan diikat dengan karet gelang. Botol dibungkus
dengan kresek hitam
Tabel.
3.3.2 Cara Pengujian DO
1. Empat botol yang telah ditutup ditali dengan rafia dan
dimasukan ke dalam kolam
2. Air sampel diambil dari kolam FST dan
dimasukkan ke dalam botol Winkler
3. Mangan sulfat (MnSO4)
sebanyak 1 mL dan 1 mL alkali iodida azida ditambahkan menggunakan ujung pipet
tepat di atas permukaan larutan
4. Botol segera ditutup dan dihomogenkan
hingga terbentuk gumpalan sempurna
5. Asam sulfat pekat (H2SO4
pekat) sebanyak 1 ml ditambahkan dan ditutup
6. Larutan dihomogenkan hingga endapan
larut sempurna
7. Larutan homogen yang telah larut
sempurna sebanyak 100 mL dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 mL
8. Larutan sampel dititrasi
Na2S2O3
0,025 N sampai larutan berwarna kuning
pucat atau kuning transparan
Larutan sampel ditetesi
2-3 tetes indikator amilum atau kanji
9. Titrasi kembali dilakukan
sampai larutan jernih atau sampai warna biru tepat hilang
10.Kadar DO dihitung untuk DO
awal, botol terang 1 dan 2, serta botol gelap 1 dan 2
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan
diperoleh data-data sebagai berikut, dengan air sampel yang berasal dari air kolam
FST :
Tabel
4.1.1 Data Hasil Pengukuran DO awal
No.
|
Pengamatan
|
Hasil
Pengamatan
|
1.
|
Volum
titran natrium tiosulfat (a)
|
5,4 ml
|
2.
|
Normalitas
larutan natrium tiosulfat (N)
|
0,025
N
|
3.
|
Volume air dalam botol Winkler (V)
|
100 ml
|
Tabel
4.1.2 Data Hasil Pengukuran DO pada Botol
Terang dan Botol Gelap
Botol
|
Volum titran natrium thiosulfat (a)
|
Normalitas larutan natrium tiosulfat (N)
|
Volume air botol Winkler (V)
|
Terang 1
|
18 ml
|
0,025 N
|
100 ml
|
Terang 2
|
16 ml
|
0,025 N
|
100 ml
|
Gelap 1
|
5,8 ml
|
0,025 N
|
100 ml
|
Gelap 2
|
4 ml
|
0,025 N
|
100 ml
|
Tabel 4.2.1 Besar
Nilai DO
Botol
|
Nilai DO (mg O2/L)
|
Awal
|
10,8
|
Terang 1
|
36
|
Terang 2
|
32
|
Gelap 1
|
11,6
|
Gelap 2
|
8
|
4.3 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan
untuk mengukur produktivitas primer dari suatu perairan tidak mengalir (lentik) dengan menggunakan metode botol gelap dan botol terang.
Lokasi yang digunakan untuk mengukur
produktivitas primer adalah di kolam FST, Universitas Airlangga.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tali rafia,
5 botol berukuran 500 ml, karet gelang, penanda, dan kresek berwarna hitam.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah air
di kolam FST Universitas Airlangga.
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengisi air pada ke lima botol tersebut dengan air
kolam FST, namun dalam
langkah ini harus cermat dalam
melakukannya,
agar tidak terjadinya aerasi. Kemudian menutup
ke lima botol tersebut dengan plastik dan karet. Dari kelima botol tersebut 2
botol di masukan ke dalam kresek berwarna hitam dan ditali dengan tali rafia.
Dua botol selanjutnya dibiarkan tetap tanpa dimasukkan ke dalam kresek hitam,
selanjutnya ditali dengan tali rafia.
Pada keempat botol diberi penanda agar tidak tertukar.
Kemudian keempat botol tersebut ditenggelamkan ke
dalam kolam FST hingga dasar kolam dan biarkan hingga pukul 11.00 untuk
mendapatkan periode waktu yang berbeda.
Pada botol 1 langsung dititrasi pada Laboratorium 122, untuk menguji
kandungan DO-nya.
Air
sampel yang telah diambil dari kolam FST dipindah ke dalam botol Winkler. Tutup Winkler dibuka, 1 mL MnSO4
dan 1 mL KI (alkali iodida azida) ditambahkan menggunakan ujung pipet tepat di
atas permukaan larutan. MnO2 dan KI (alkali iodida azida) berfungsi
untuk mengikat O2.
Reaksi yang terjadi adalah:
MnO2 + 2 KI
+ 2 H2O → Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH.
Setelah itu, botol segera ditutup dan dihomogenkan hingga terbentuk
gumpalan sempurna. Ion mangan yang
ditambahkan pada sampel mengikat oksigen dan terjadi endapan MnO2. Gumpalan dibiarkan mengendap 5-10 menit. Setelah mengendap, 1 ml H2SO4
pekat ditambahkan dalam larutan dan ditutup. H2SO4 berfungsi
untuk melarutkan endapan kembali. Larutan dihomogenkan hingga endapan larut
sempurna. Pada saat endapan
larut, molekul iodium yang ekivalen dengan oksigen terlarut juga ikut terbebas.
Iodium (I2) yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan
standar natrium thiosulfat. Larutan yang telah homogen
tersebut sebanyak 100 mL larutan dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150
mL. Larutan sampel dititrasi Na2S2O3 0,025 N sampai
larutan berwarna kuning pucat atau kuning transparan.
Reaksi
yang terjadi adalah:
I2 + 2 Na2S2O3
à Na2S4O6 + 2
NaI
Dari
perhitungan menggunakan rumus DO, didapat hasil kadar DO awal pada air kolam FST adalah
sebesar 10,8 mg O2 /L. Untuk kadar DO pada
botol terang 1, botol terang 2, botol gelap 1, dan botol gelap 2 berturut-turut
ialah 36
mg O2 /L, 32 mg O2 /L, 11,6
mg O2 /L, dan 8 mg O2 /L. Berdasarkan literatur dan keadaan kolam FST, air kolam yang
mempunyai kekeruhan cukup tinggi dan warnanya yang cenderung hijau, DO yang
terkandung umumnya berkisar 2-6 mg O2 /L. Namun, pada hasil
percobaan diperoleh kadar DO melebihi 6 mg O2 /L. Hal itu diduga
saat melakukan penutupan botol menggunakan plastik dan karet gelang di dalam
air kurang rapat, sehingga terjadi aerasi dan mempengaruhi kadar DO di dalam
botol.
Jika
selisih DO botol terang dan botol gelap tinggi, maka produktivitas primer dalam
perairan tersebut semakin tinggi. Sesuai Grafik 4.2.1 dan Grafik 4.2.2 dapat
dilihat bahwa jarak antara DO pada botol terang dan botol gelap terdapat
selisih yang cukup tinggi. Jadi, produktivitas primer air kolam FST tinggi.
Tingginya
produktivitas primer pada air kolam FST dipengaruhi oleh kadar DO pada perairan
tersebut. Kadar DO dalam air kolam FST itu sendiri dipengaruhi oleh intensitas
cahaya yang masuk ke dalam perairan tersebut, dimana intensitas cahaya sangat
mempengaruhi proses fotosintesis yang dilakukan oleh biota perairan, misalnya
ganggang dan fitoplankton. Dari hasil proses fotosintesis tersebut, dihasilkan
oksigen. Sehingga oksigen yang terlarut inilah yang mempengaruhi besar atau
kecilnya kadar DO dalam perairan tersebut. Dengan diketahuinya kadar DO
menggunakan metode botol terang dan botol gelap, maka produktivitas primer air
kolam FST dapat diketahui.
BAB
V
KESIMPULAN
Berdasarkan data dan
analisis perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Hasil kadar DO awal pada air kolam
FST adalah sebesar 10,8 mg O2 /L. Untuk kadar DO pada
botol terang 1, botol terang 2, botol gelap 1, dan botol gelap 2 berturut-turut
ialah 36 mg O2 /L,
32 mg O2 /L,
11,6 mg O2 /L,
dan 8 mg O2 /L.
2. Jika selisih DO botol terang dan botol gelap tinggi, maka produktivitas
primer dalam perairan tersebut semakin tinggi. Sesuai Grafik 4.2.1 dan Grafik
4.2.2 dapat dilihat bahwa jarak antara DO pada botol terang dan botol gelap
terdapat selisih yang cukup tinggi. Jadi, produktivitas primer air kolam FST
tinggi.
3.
Pengaruh nilai produktivitas primer yang tinggi
pada suatu ekosistem perairan adalah dengan adanya produktivitas primer yang
tinggi, energi yang tersimpan dalam suatu sistem dapat menjamin kelangsungan
kehidupan organisme, meliputi pertumbuhan, pemeliharaan, dan reproduksi dalam
suatu ekosistem perairan tersebut.
Comments
Post a Comment